56. busan, seoul.

13.9K 2.2K 349
                                    

Suara televisi yang menyetelkan serial kartun Handy Manny memenuhi ruangan yang relatif sunyi. Hanya terdengar hujan yang jatuh membasahi jendela dan gaung halilintar di langit Seoul yang kini sendu.

  Bocah itu menatap kosong layar televisi di depannya. Ia menarik selimutnya hingga dagu—mencari kehangatan di antaranya, sembari menunggu pengasuhnya kembali dari dapur. Kamarnya terasa begitu dingin. Rumahnya terasa begitu sepi. Terkadang ia berpikir bahwa tinggal di rumah yang besar dengan fasilitas lengkap sekalipun tak menjamin kebahagiaannya. Ia bisa saja berenang, ataupun menonton film di home theatre, tetapi bukankah hambar harus melakukannya sendiri?

"Hari ini bibi Riley masak sup asparagus, Jake. Kata tante Jieun kemarin kamu sedikit demam. Bibi suap, ya?"

  Jake memutar bola matanya. Tidak suka mendengar nama itu disebut-sebut, "Lain kali kalo bibi Liley mau kelual malem-malem, gak usah minta tante itu jagain Jake pas bobo. Gak akan ada Valak di kamal Jake, kok."

  Riley hanya bisa tersenyum simpul. Belakangan ini memang Jake terlihat lebih murung dan sensitif dari biasanya—semenjak kembalinya dari karyawisata itu, lebih tepatnya. Tidak jarang anak majikannya itu tidur larut, atau bermimpi buruk yang membuatnya harus menggendong bocah itu sampai tenang. Akibatnya kesehatannya agak terganggu dan menurut laporan Jieun, ia sedikit demam dan mengigau.

"Jake mau makan 5 suap aja, habis itu mau main Lego," ucapnya pelan tanpa menoleh ke arah Riley yang sedang mengipas-ngipas sup asparagusnya.

  Melihat Jake seperti ini membuatnya iba. Tapi ia bisa apa? Dirinya hanyalah seorang pengasuh yang dipercayai oleh majikannya untuk mengurus bocah ini sejak kecil. Tak banyak yang bisa ia buat. Hanya doa yang selalu dipanjatkannya setiap kali ia menundukkan kepala.

"Bibi Liley..."

"Iya, sayang?"

"Jake... Jake ketemu Mama Jea," suaranya memudar.

  Riley memberhentikan aktifitasnya, menatap Jake penuh tanya. Namun tidak ada sepatah katapun yang dikeluarkannya. Ia menunggu bocah itu untuk lanjut berbicara.

"... Mama Jea sekalang lambutnya lebih pendek, cantik," lanjutnya pelan, matanya seakan-akan menerawang pada pertemuan mereka yang sudah lalu.

"Jake, ketemu di mana, sayang?" tanya Riley khawatir. Ia takut bocah itu melantur karena banyak pikiran.

"Ketemu... di lumah yang banyak anak-anak."

  Riley bungkam. Pikirannya langsung menjurus pada surat izin karyawisata yang diberikan oleh wali kelas Jake. Di situ tertulis bahwa mereka akan berkunjung ke "Shining Day Children Foundation" yang bertempat di Busan.

  Jake memiringkan badannya, menatap manik mata Riley dengan sorot yang begitu rapuh, "Kenapa Daddy gak sama Mama Jea lagi?"

  Bocah itu tidak mengerti akar permasalahannya. Ia pikir awalnya Zea hanya akan pergi sementara dan kembali lagi, namun sampai saat ini, perempuan itu tidak pernah lagi datang mengunjunginya. Dentingan piano kini tak lagi terdengar. Di antara celah-celah itu hanya diisi oleh keheningan.

  Jake juga tidak pernah mau bertanya lebih lanjut tentang ini pada ayahnya sendiri. Jaehyun sudah cukup lelah memikirkan dirinya, berjuang seorang diri menjadi orangtua yang baik, memimpin Lumiere yang notabene perusahaan besar, dan ia tidak mau menambah-nambah pikiran ayahnya itu. Di balik semua ini, Jake tahu mereka berdua pasti sudah membicarakannya terlebih dahulu. Zea dan Jaehyun adalah orang dewasa. Permasalahannya mungkin sangat rumit sehingga seorang bocah seperti Jake tidak akan mengerti. Terkadang, dalam kesepian ini ia merasa tidak ada yang menyayanginya lagi.

My Melody✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang