43. staccato

14.3K 2.4K 179
                                    

  Song of the Day : New Empire — A Little Braver

***

  Keram bokong akibat perjalanan 2 jam 15 menit dari Seoul ke Busan masih terasa bagi Zea. Sedari tadi ia berjalan pelan setelah turun dari kereta—meredam rasa keram tersebut—sambil mencari orang yang ditunggu-tunggunya. Keadaan stasiun yang terlalu ramai membuatnya menyerah dan langsung mengeluarkan ponselnya dari tas.

"Halo, Zea? Kamu di mana?"

"Aku berdiri dekat vending machine minuman,  di samping tiang. Kelihatan ti—"

  Sambungan terputus. Zea melirik layar ponselnya lalu memasukkannya kembali ke dalam tas. Ia mendengus pelan. Kebiasaan sekali kakaknya itu mematikan telepon sepihak.

  Pandangannya tiba-tiba hitam. Sepasang tangan menutupi matanya, "Hayo tebak siapa?"

  Suara yang ia begitu rindukan. Badannya langsung berbalik dan merengkuh sosok tersebut dengan erat, "Kak Juna!" Hatinya seketika merasa tenang.

Sudah setahun lebih ia tidak berjumpa dengan kakaknya itu. Juna memang hanya kakak tirinya. Tetapi lelaki itu selalu menganggap Zea sebagai adik kandung. Sedari gadis itu lahir, Juna sudah sayang padanya dan tidak pernah dengki karena perhatian orangtuanya terbagi.

Singkat cerita, Zea dan Juna sedarah sebapak namun tidak seibu. Ayah mereka melarikan diri dari rumah 5 bulan setelah Zea lahir tanpa alasan yang jelas dan akhirnya sang ibu harus berjuang sendiri menafkahi keduanya. Merasa perjuangannya dalam membesarkan anak sia-sia, ibu mereka bunuh diri dengan cara menabrakkan badannya ke mobil yang tengah melintas.

Pihak kepolisian yang mengetahui bahwa wanita tersebut masih punya anak dibawah umur mendatangi rumahnya tanpa memberitahu bocah-bocah malang tersebut jika ibu mereka sudah tiada. Zea dan Juna dibawa ke panti asuhan dengan alasan rumah yang ditempati akan disita bank dan sang ibu sedang mengurus semuanya. Lalu bagaimana akhirnya mereka bisa tahu tentang kematian nahas tersebut? Akhirnya pihak panti menjelaskan semuanya kepada mereka.

Syok? Terpukul? Tentu saja. Mulai dari situ, sifat protektif yang Juna milikki terhadap Zea semakin kuat. Ia lah yang melarang gadis itu menimba ilmu di ibu kota dan menakut-nakutinya dengan berbagai alasan. Zea yang keras kepala tidak memedulikan ucapan kakaknya tersebut dan terus mencari beasiswa kuliah agar tidak memberatkan pihak panti. Ia berprinsip, wanita yang berilmu akan selalu dihormati. Definisi 'berilmu' baginya sangat luas. Jika seseorang tidak begitu pintar tetapi mempunyai sopan santun dan tingkat kesabaran yang tinggi, maka itu bisa juga disebut 'berilmu'.

"Sudah, jangan sedih lagi. Kan aku juga bilang—"

"Cukup ah, Kak. Aku balik ke Busan gak mau diceramahin," sela Zea bersungut-sungut, membuat Juna semakin merangkulnya lebih dekat.

"Ok deh. Kangen sama panti, gak? Aku udah isi kulkasnya sama Oreo sampe penuh loh."

"Serius? Ada es krim melon juga? Susu taro?"

"Iya, iya, yang kamu suka semuanya ada di kulkas."

Zea tersenyum lebar, "Sayang Kak Juna!"

***

Mobil Juna berhenti di depan sebuah perkarangan rumah yang luas. Cat putih yang menutupi hampir sebagian besar dindingnya menambah kesan 'damai' pada bangunan tersebut. Inilah tempat di mana Zea tumbuh menjadi anak yang mandiri dan bertekad besar.

Ibu pantinya dari dulu berkata untuk selalu bermimpi meskipun terasa mustahil dan tidak nyata. Karena dari mimpi itu, terbangun rasa ingin berjuang sekuat tenaga agar angan-angan tersebut bisa tercapai. Tidak ada yang tidak mungkin. Tuhan selalu menjawab doa hambanya dengan 3 hal ini : 'Ya', 'Tunggu', dan 'Aku mempersiapkan yang lebih baik untukmu'. Percayalah semua yang telah terjadi itu sudah menjadi bagian dari takdir dan skenario-Nya.

My Melody✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang