Zea pernah bermimpi, cincin di jemarinya bertambah satu. Cincin tersebut terletak di jari manisnya—berwarna silver dengan satu berlian yang menghiasnya di tengah. Ia pernah berharap, bahwa kelak mimpinya akan menjadi kenyataan. Pernah berharap bahwa mungkin nanti akan ada seorang pria yang begitu mencintainya, dan akan menyematkan cincin tersebut di jari manisnya.
Lalu mimpi tersebut berakhir sebelum ia bisa melihat siapakah gerangan yang menyematkan cincin itu. Apa yang membuatnya terbangun? Suara gaduh anak-anak dari taman yang kebetulan letaknya persis di samping kamarnya sendiri. Hari Sabtu biasanya pihak panti akan mengadakan workshop untuk anak-anak. Workshop tersebut bisa berupa demo memasak, kerajinan tangan, ataupun refleksi diri. Anak-anak sangat antusias dengan kegiatan ini. Mereka selalu bangun pagi dan bersiap-siap lebih awal, padahal workshop akan baru di mulai pada pukul 10.
Zea ingat kala itu ia pernah ikut workshop demo memasak di mana anak-anak panti di suruh membuat sebuah kue muffin dan harus memakan hasil karyanya sendiri—maupun itu enak atau tidak. Tahu apa? Gadis itu lupa untuk memasukkan soda kue ke adonannya dan muffin tersebut berakhir bantat. Sudah bantat, gosong pula. Ia dengan setengah hati memakan hasil karyanya tersebut diiringi oleh Juna yang tak henti-hentinya tertawa. Kurang ajar memang.
"Ayo perempuan bangunnya jangan siang-siang," goda Milly di ambang pintu.
Kedua matanya dipaksakan terbuka. Ia bangkit dari kasur lalu melipat selimutnya, "Selamat pagi, Milly."
Wanita itu hanya tersenyum lalu menghampiri Zea yang kini tengah mengikat rambutnya.
"Hari ini, kau bantu aku saat demo memasak ya?"
"Eh?"
Bukannya tidak mau, geli saja saat memikirkan masa kecilnya tadi. Bagaimana kalau kejadian itu terulang lagi nanti? Ah, bisa-bisa ia diejek oleh bocah-bocah sepantaran Jake itu.
"Masa sudah lama merantau di ibu kota masih tidak bisa memasak?" Milly tertawa kecil.
Ia mengusap tengkuknya pelan, "Bisa... Aku sering memasak di Seoul."
"Benarkah? Masak apa?" tanya wanita itu dengan mata yang berbinar.
"Masak..."
"... Uhh..."
"... Masak air...?"
Milly mencubit pipinya gemas. Jadi selama Zea merantau, gadis itu bertahan hidup dengan apa? Tidak mungkin jajan di luar tiap hari. Ia bukan anak sultan.
"Yang benar saja? Jadi selama ini hanya masak air? Kasihannya..." Kekehnya.
Kalau diingat-ingat, memang benar sih Zea selalu masak air. Selama merantau ia selalu makan makanan yang direbus atau dikukus—walaupun terkadang menyantap ramen. Ck, tak punya duit berkedok hidup sehat.
Milly menepuk pundaknya pelan, "Ya sudah, sana mandi. Aku akan kembali ke dapur untuk mempersiapkan workshop nanti."
Zea hanya mengangguk lalu menatap punggung ibu keduanya itu sampai hilang dari pandangan. Bersyukur sekali ia bisa ditempatkan di rumah yang penuh dengan kehangatan seperti ini.
Dirinya lalu menyadari belum memegang ponselnya hari ini. Hal yang biasa ia lakukan saat bangun tidur adalah mengecek notifikasi—tipikal anak muda. Tangan dan matanya bekerja sama mencari ponsel tersebut. Barangkali di bawah bantal, namun tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Melody✔️
Fanfiction[bahasa | jung jaehyun x oc] "I'm a broken partition, an unfinished script and you are the pieces I've been searching for." My Melody, 2018 ©️ val-baby #1 in nct (02/03/2019) #1 in nct127 (05/06/2019) #1 in nct2018 (27/06/2019) #1 in jungjaehyun (27...