33. coffee

14.2K 2.5K 41
                                    

  Zea berjongkok menangis di belakang meja kerjanya. Dirinya tidak percaya dengan pemandangan di depannya. Terjemahannya untuk 3 klien dari Shanghai yang ia kerjakan selama 4 malam tiba-tiba ketumpahan kopi begitu saja. Alhasil, setengah, hampir tiga perempat bagiannya ternoda. Bukan kopinya, ia pun tidak tahu siapa orang tak berhati yang memperlakukannya seperti itu.

Tadi malam sebelum ia pulang, semuanya baik-baik saja. Bahkan hanya tersisa satu dua orang di departemennya yang sedang sibuk juga dengan urusan masing-masing pula. Tidak masuk nalar rasanya bila mereka yang melakukan ini.

Rein datang menghampirinya. Panik dan penasaran kenapa rekan kerjanya itu sudah banjir air mata pagi-pagi begini.

"Zea, ada apa? Kenapa menangis?" tanyanya sambil membantu gadis itu berdiri.

Zea tidak menjawab melainkan semakin terisak di pelukan Rein. Ia menunjuk terjemahan-terjemahan itu di meja kerjanya.

"Astaga..." ucap Rein terkejut karena judul terjemahan tersebut pun bahkan tak terbaca karena pekatnya warna kopi yang tumpah.

  Alis Rein bertautan, "Siapa yang melakukan ini?"

"Aku pun tidak tahu," jawab Zea dengan suara yang serak.

  Bukan masalah terjemahannya yang ia sesalkan, tetapi waktu yang ia habiskan demi mengerjakan itu. Ia sudah bela-bela tidak datang ke acara ulang tahun teman kampusnya, tidak keluar saat akhir pekan dan tidur larut malam karena ingin hasilnya sempurna.

  Beberapa karyawan Lumiere sudah tahu tentang kedekatannya dengan Jaehyun dan ia ingin membuktikan kepada mereka bahwa posisinya di sini adalah bekerja untuk diri sendiri tanpa embel-embel dibawa oleh pria itu. Dirinya tidak mau dipandang sebelah mata. Ia bertahan di Lumiere karena memang inilah sumber mata pencahariannya, bukan karena Jaehyun.

Rein mengelus-elus pundaknya, mencoba menenangkan temannya itu yang sedang bersedih, "Kerjakan ulang saja, ya? Nanti aku temani. Aku tahu kau pasti bisa."

***

Ayam saus barbekyu yang dikunyah Zea sekarang terasa sangat hambar di mulutnya. Padahal ia sudah memesan level yang paling pedas tetapi reseptor panas di lidahnya seolah-olah tak bekerja siang ini.

Rein yang duduk di depannya hanya bisa berdiam diri, membiarkan temannya itu tenang karena kejadian tadi pagi. Untung saja hari ini tidak ada jadwal khusus yang mengharuskan mereka bertemu dengan petinggi Lumiere.

Samar-samar, ia mendengar beberapa karyawan sedang bergosip di belakangnya, di sebelahnya dengan suara yang cukup keras.

"Benar! Aku dengar pernikahannya akan dilaksanakan bulan depan!"

"Siapa calonnya? Bukankah Mr. Jung sekarang sedang dekat dengan salah satu bawahannya?"

"Katanya anak tunggal pasangan pengusaha dari Macau, itu kalau tidak salah nama perusahannya Ma... Macro Minerals!"

Jantung Rein berhenti berdetak seketika. Ia meletakkan sendok dan garpunya pelan lalu menatap Zea yang sama sekali tak bergeming. Dirinya turut prihatin. Baru tadi pagi temannya itu mendapat musibah dan sekarang harus mendengar gosip-gosip tidak enak seperti ini.

"Zea," panggilnya hati-hati.

"Ya?" Gadis itu mendongak, menjawab panggilan Rein dengan suara yang benar-benar lirih.

Sedari tadi dalam diam ia menguping pembicaraan orang-orang di sekitarnya dengan saksama. Hatinya mencelos mendengar semua gosip itu. Jaehyun tidak cerita apa-apa padanya. Dari mana mereka mendengar kabar ini?

Zea kembali melanjutkan makannya yang belum selesai sementara Rein masih menatapnya prihatin, "Rein, sudah. Ayo makan."

Hanya ada satu nama dalam benaknya sedari tadi. Chilla. Para karyawan kerap menyebut 'Macro Minerals' sebagai calon besan Lumiere. Dari awal sahabatnya itu secara tiba-tiba muncul di pesta ulang tahun ayah Jaehyun, ia sudah punya firasat tidak enak. Tetapi otaknya terus memarahi diri sendiri untuk tetap berpikir positif. Mungkin semua ini hanyalah kabar burung. Ia harap begitu.

My Melody✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang