11. lumiere

23.5K 3.9K 162
                                    

Zea bangun dari tidurnya setengah membelalak. Pertama, ia di-email oleh Lumiere tadi malam untuk datang lagi hari ini setelah jam makan siang. Kedua, ia baru saja ditelepon oleh perusahaan itu untuk mengkonfirmasi kedatangannya.

Sekarang sudah pukul 10 dan ia bahkan belum mandi, belum sarapan, belum menyetrika pakaiannya, belum membersihkan kamar—dan beberapa pekerjaan lain yang masih menumpuk. Dengan cepat ia mandi lalu menyetrika setelan yang akan dipakainya.

Ting!

Chillaaa 🌻
henlo
ms sleepyhead
leggo brunch shall we

i cant :((
got 2nd call from lumiere today
leggo next week :((
wish me luck boo

Tidak tahu sudah berapa kali ia menolak dan membatalkan acaranya bersama Chilla. Merasa bersalah? Tentu saja. Namun panggilan kali ini yang akan menjadi penentu masa depannya.

Hanya membutuhkan waktu 7 menit untuk menempuh perjalanan dari apartemennya ke Lumiere dengan subway. Ini kali keduanya menginjak lantai Lumiere. Ia merasa... bangga?

"Excuse me, Miss, I'm here for another interview with the Head of HR," ujar Zea pada wanita berambut sebahu yang duduk di balik meja resepsionis.

Wanita tersebut mengetik sesuatu di komputernya lalu menyodorkan secarik kertas dan pena pada Zea, "May I know your name and the position you're applying for?"

'Kim Zea (김제아), Chinese translator.'

Ia menggeleng, "I'm sorry but the Head of HR's schedule for interview today is empty. Instead, I found your name set up for an interview with Lumiere Limited's CEO."

Apa? Zea tidak salah dengar 'kan?

Tiba-tiba telepon kantor di meja resepsionis berbunyi. Si pemilik meja meninggalkan Zea sebentar untuk menjawabnya. Samar-samar, ia mendengar namanya disebut dalam percakapan tersebut.

Wanita itu tersenyum simpul lalu berdiri, "Ms. Kim, please come this way. He's ready to see you."

***

Bulir-bulir keringat dingin sudah mengucur di punggung Zea. Telapak tangannya basah. Ia berusaha tetap terlihat seprofesional mungkin namun semua ini benar-benar di luar dugaannya.

"Kim Zea"

Zea mengangguk, "Yes, Mr. Jung—"

"—Jaehyun."

Demi galaksi Bima Sakti dan seluruh isinya, Zea ingin angkat kaki dari sini saja rasanya sekarang. Namun ia sudah melangkah sejauh ini. Bodoh rasanya bila ia melewatkan kesempatannya begitu saja.

"I hope you're not regretting your decision now," ujar Jaehyun seraya mencondongkan badannya ke meja, berbicara dengan Zea lebih dekat.

"Surely I'm not."

"Glad to hear that," balas pria itu lalu ia diam kembali.

  Jaehyun terlihat ingin mengatakan sesuatu tetapi masih tertahan. Rentetan kata-kata yang sudah ia persiapkan tergantung di bibirnya.

"Maafkan aku soal kemarin. Aku tidak bermaksud untuk menginterogasimu. Hanya saja aku... merasa bersalah karena harus membiarkanmu jalan sendirian malam itu."

"Jaehyun—"

"—Aku juga tidak pandai merangkai kata-kata. Maaf."

  Entah kenapa rasanya sulit sekali bagi Jaehyun untuk melontarkan kata 'khawatir' dalam kalimatnya. Ya, ia mengaku bahwa ia adalah orang yang kaku. Bukan tipenya untuk berbasa-basi pada orang, apalagi meminta maaf.

  Semua karyawan Lumiere bahkan setuju kalau Jaehyun adalah seseorang yang mendekati sempurna—nyaris tidak pernah berbuat kesalahan yang mengancam eksistensi perusahaan dalam masa kepemimpinannya selama 2 tahun terakhir setelah ayah Jaehyun memberikan tahtanya pada putranya itu.

  Zea mengangguk kecil. Apakah Jaehyun memikirkan tentang hal ini semalaman?

"Tidak apa-apa. Maafkan aku juga untuk yang kemarin," jawab Zea singkat.

Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu ruangan Jaehyun. Ia membawa teh dan menghidangkan beberapa potong bolu di hadapan Zea. Jaehyun berterima kasih lalu menunggunya keluar.

  Pria itu menatap Zea sendu, "If you ever  wondered about Jake, how is he doing after you left yesterday—"

"—He chose not to leave his room even until this morning I knocked his door."

***

My Melody✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang