44. vodka

14.4K 2.3K 122
                                    

  Sudah 5 hari berlalu sejak Zea benar-benar melepas semuanya di Seoul. Termasuk meninggalkan memori kisah cinta manis-pahitnya tanpa mengharapkan apa-apa lagi selain mencoba mencari kebahagiaan yang ia rasa pantas untuknya. Dalam 5 hari itu juga, ia merenung, mencari celah retakan yang menurutnya menjadi penyebab mengapa semua ini berakhir pada kegagalan. Gadis itu bisa bilang bahwa ia telah merelakan segalanya, tetapi hatinya tidak.

  Zea pikir di sini dirinya yang terlalu cepat menyerah, terlalu dini untuk putus asa. Bukannya sekali atau dua kali ia merasa egois karena memilih untuk menjauh dari Jaehyun dan Jake, melainkan sudah berkali-kali. Apakah ia menyesal? Ya, sangat. Karena di balik sifat dan sikap Jaehyun yang cenderung tertutup, ia tahu pria itu juga melindungi hal-hal yang berharga dalam hidupnya. Tetapi menjalin hubungan dengan banyaknya rintangan ini membuatnya terus membatin. Siapa yang tidak lelah harus terus-terusan begini?

  Ia melihat dirinya di kaca. Rambut yang panjang tadinya mencapai tulang rusuk kini hanya melewati bahu sedikit. Gadis itu tersenyum tipis. Tidak ada salahnya mencoba gaya baru, bukan? Siapa tahu istilah 'potong rambut membuang sial' itu benar adanya. Sebentar lagi ia akan memulai mengajar di taman kanak-kanak yang dikelola oleh yayasan, sebagai guru musik. Pekerjaan yang gajinya tak seberapa dibanding posisinya di Lumiere dulu, namun ia merasa bahagia ketika melihat anak-anak turut senang saat berada di kelasnya—atau saat mencoba bermain instrumen-instrumen yang disediakan.

  Di tempat lain, seorang Jung Jaehyun tengah menyantap makan siangnya tanpa selera. Pancaran matanya begitu kosong. Berapa jam ia istirahat tadi malam? Hanya 4 jam. Pria itu menghabiskan waktu tidurnya di depan laptop dan memilih untuk menenggak sebotol alkohol selepasnya ketimbang istirahat. Seharian ini, pikirannya melayang ke mana-mana. Ada satu nama yang sedari tadi mengusik benaknya, Nakamoto Yuta.

Tangannya gatal sekali ingin menghajar si bajingan namun ia masih bisa berpikir jernih. Jaehyun beranjak dari ruangannya menuju kantin untuk menemui pria itu. Untuk memberinya sedikit pelajaran, mungkin.

  Suasana kantin yang tadinya riuh perlahan menjadi sunyi. Orang yang paling disegani seantero kantor telah menginjakkan kakinya di sana. Jaehyun memesan makanan ringan lalu mencari tempat di mana Yuta biasa duduk. Senyumnya terulas tipis, lalu meredup kembali ketika sadar bahwa ibunya juga sedang makan siang di sana bersama beberapa petinggi Lumiere lainnya.

'Sialan', batinnya mengumpat.

  Ia tak mempedulikan hal tersebut. Langsung saja ia duduk di depan Yuta yang kebetulan kursinya kosong.

"Selamat siang, Mr. Jung," ucapnya sopan. Jaehyun berdecih dalam hati. Dasar keparat bermuka dua.

  Jaehyun tak membalas sapaannya, melainkan menatapnya tajam, "Apakah nasi goreng kimchi itu terasa pedas siang ini?"

"Tidak terlalu—"

"Mau kutambah 'cabainya'?" Rahang Jaehyun mengeras namun ia masih tetap duduk dengan tenang.

  Yuta melihat ke arahnya sejenak lalu mendengus pelan sembari tersenyum miring, dan ini membuat Jaehyun merasa direndahkan.

"Ada apa sebenarnya anda basa-basi padaku siang ini, Mr. Jung?"

"Bajingan kau tidak perlu berpura-pura polos sekarang," desisnya.

  Emosinya yang dari kemarin sudah memuncak seakan-akan siap untuk diluapkan semuanya hari ini. Ditambah lagi dirinya yang kurang istirahat. Membuat suasana hatinya makin runyam.

"Aku tidak akan bekerja kalau tidak dibayar, asal anda tahu."

"... Dan bukankah semuanya sudah jelas? Atau anda di sini yang berpura-pura polos, Mr. Jung?" jawabnya sambil melirik ke arah Jiyeon yang tengah bersenda gurau. Wanita itu belum menyadari bahwa anaknya di sini hampir baku hantam dengan karyawannya sendiri.

My Melody✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang