Bagaimanapun mereka mencie-ciekan aku dan dirinya, ada juga yang sebenarnya tak suka. Contohnya yang ada disebelah meja kami. Geng Ucha tentunnya. Mereka juga sama, berempat. Sama seperti halnya diriku yang berempat dengan teman-temanku.
"Nggak NGACA BANGET tuh!"
Aku mendengar jelas si Sari menghujamku dengan tatapan judesnya diiringi kata-kata pedas tadi. Belum lagi Si Una, Uun Islahun Ni'mah. Cewek mungil itu juga menghujaniku dengan kata-kata yang seperti silet. Tajam!
"GENIT-GENIT GATEL!"
Kenapa begitu kebetulan, tubuhku menghadap mereka. Pandangan mereka mengulitiku. Tapi ku tepis semua tatapan tajam itu dengan berdiam diri. Meskipun sesekali Maria menggebrak meja dan mengagetkan Wayan. Rani hampir tersedak dengan cireng yang ditelannya.
Aku tak ambil pusing! Toh siapa yang genit padanya. Kan dia sendiri yang maju ke depan kelas dan berdiri di sampingku. Kenapa mereka harus marah padaku?
"Udah deh, Mar. Mi ayam loe udah dingin tuh. Ngapain ngeladenin mereka." Rani mengingatkannya akan mi ayam yang sudah dipesan sepuluh menit yang lalu.
"Iya, Mar. Udah biarin aja mereka. Mereka emang gitu kan dari dulu. Yang penting kita makan dulu." Wayan menyahuti.
Aku yang meminum es jerukku pun berusaha menenangkan Maria. Tangannya hendak meninju sesuatu. Diselingi wajahnya yang seperti kerasukan roh jahat.
"Kan gue yang di katain. Kenapa loe yang kesetanan sih?" tanyaku. Dia menoleh.
"Gue gatel dengernya. Belagu tau nggak sih mereka. Sok cantik banget ... wajah sok kota! Tapi mulutnya NDESO!" Maria menyahutiku dengan volume guntur. Menggelegar.
Aku sih aman-aman aja kalau ada Maria. Dia pasti membelaku. Biarpun tingginya lebih kecil satu senti dariku. Tapi tenagannya ngalahin tenaga orang melahirkan. Kuat banget!
Samsul aja pernah jadi korbannya. Aku masih ingat ketika Samsul menyembunyikan sepatu Maria yang sebelah, kebiasaannya yang suka melepas sepatu itu membuatnya mengantarkan tinjunya pada Samsul. Salah sendiri, niatnya usil malah dapat tinju gratis. Langsung pingsan kan dia. Satu kelas heboh dan meminta Janan untuk melakukan CPR pada cowok itu. Tapi Maria malah menamparnya. Bangunlah dia dari pingsan pura-purannya.
Geng Ucha tak akan berani melawan Maria. Mereka cuma modal mulut doang. Masalah tenaga jangan tanya!
***
Bel masuk pun tiba. Aku dan Maria hendak ke toilet sebentar. Aku bercerita padanya tentang Rani. Aku berharap dia mau mengingatkan Rani untuk putus saja dengan pacarnya yang Matre!
"Hah? YANUAR?!"
"Jangan kenceng-kenceng napa, sih. Bau!" Ku tutupi hidungku dengan cepat.
"Perasaan udah lama deh, Beb. Mereka pacaran. Loe nya aja yang kudet."
"Hah? Jadi terlambat dong buat aku nyelametin Rani. Pasti Rani sering bokek gara-gara dia!" Aku meninju-ninju tanganku sendiri. Gemas.
Maria mengguyur wajahnya dengan air wastafel. Setelah itu dia mengeringkannya dengan sehelai tisu.
"Gue liat di story-nya Rani, malah sebaliknya, deh. Rani itu dimanja sama Yanuar. Rani sering di beliin inilah itulah."
Ku lihat Maria merapikan rambutnya yang merah.
"Masak, Sih. Tapi kata Jihan, Intan diporotin sama Yanuar."
"Mereka itu udah lama jadian, Beb. Jadi gue tau gimananya mereka. Mungkin temen loe yang di kibulin sama temennya. Yanuar baik kok orangnya."
"Dari mana loe tau kalo mereka udah lama jadian?"
"Di insta story-nya loe nggak liatkah? What's up brow!"
Aku jadi bertanya. Kenapa selama ini Status Rani tidak pernah muncul di insta story what's up ku? Apa statusnya di privasi? Dan aku termasuk orang yang tidak boleh melihatnya?
"Emang loe tau darimana kalo Yanuar, cowok baik-baik?"
"Em..., " Maria tampak memeras otak.
"Soalnya dia udah tiga kali beli jaket di olshop, gue." Ia nyengir sambil mengaca, mengoreksi wajahnya yang mungkin ada upil yang masih melekat di hidungnya. Dan itupun setelah ngupil, biasanya tangannya mengandengku. Curang sekali dia!
"Yey ... itu sih baik versi loe!"
"Udahlah ... nggak usah loe pikiran mereka berdua. Rani masih hidup kok sampai sekarang."
"Apa sih, ah nggak nyambung. Udah yuk balik!" Aku bergegas meninggalkannya sebelum tangan sisa ngupil itu menjamah telapak tanganku. Aku sudah cukup risau dengan bau kaos kakinya.
***
Lanjut nggak sih? Aku butuh respon kalian😅😢
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret And Admirer (End & Revisi)
Ficção AdolescenteMengapa tak kau jemput saja asamu dengan doa. Amna menekuri potret ke dua sahabatnya dengan mata berembun. Sungguh, beban apa yang membuat mereka lebih memilih menentukan kematian mereka sendiri alih-alih meluaskan hati, menunggu keputusan Tuhan. ...