PART 8

408 166 2
                                    

8. Telepon

🌸🌸🌸

Arland merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk berukuran sedang. Dia menjadikan kedua telapak tangannya sebagai bantal. Dengan posisi terlentang, cowok itu menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih elegan.

Sosok Seilla tiba-tiba terlintas di benak Arland. Mulai dari adegan bagaimana terkejutnya Seilla saat pertama kali melihatnya di perpustakaan, sikapnya yang gugup dan suka terang-terangan saat di kantin, sampai cara dia terkekeh hingga tertawa ringan waktu di koridor sekolah. Semuanya berputar begitu saja dalam ingatan.

Tanpa Arland sadari, bibirnya mengukir senyum lebar yang sangat manis. Sejak awal Seilla sudah berhasil menarik perhatiannya. Dan kini, memikirkan Seilla membuat jantungnya berdesir hangat, selalu.

"Apa gue cinta sama dia?"

Arland tersenyum asimetris.

"Sumpah ya, gue bakal berusaha dapetin Seilla dan jadiin dia sebagai pacar gue," pungkasnya.

Rasanya Arland jadi ingin mendengar suara Seilla sekarang. Dia melirik ke sebelah kiri bahunya, meraih ponsel persegi panjang berwarna hitam. Arland lantas menempelkannya ke telinga setelah mengklik sebuah kontak untuk dihubungi.

"Hallo," sapa Arland dengan senyum semringah setelah Seilla mengangkat panggilannya.

Jam sembilan malam, dan ternyata Seilla belum tidur.

"Hallo, ini siapa ya?"

"Gue Arland."

"Oh, Kak Arland."

"Iya."

"Um ... ada apa ya Kak, nelepon malem-malem gini?"

Cowok berkaos hitam polos itu mengusap pelipisnya. "Enggak ada apa-apa, cuma pengin aja."

Seilla terdengar hanya ber-oh panjang dari seberang sana.

"Gue ganggu lo ya?" tanya Arland kemudian.

"Gak, Kak."

"Beneran?"

"Iya. Kak Arland gak ganggu Seilla kok."

"Mending kalo gitu. Lo lagi ngapain, Seill?"

"Seilla lagi belajar, Kak."

"Wih, rajin banget ya."

"Ha ha, gak sih, Kak. Ini juga belajar karena besok mau ulangan."

"Ah, gue ada ulangan aja gak pernah belajar," kekeh Arland mengubah posisinya menjadi duduk. "Ulangan apa besok?"

"Ulangan matematika, Kak."

"Ck. Pelajaran yang paling gue benci," gerutu Arland samar namun masih bisa didengar oleh Seilla.

"Kenapa benci, Kak? Matematika itu ilmu pasti lho."

"Iya. Pasti bikin pusing, ha ha. Gak percaya? Ih, beneran tahu, Seill. Kadang udah panjang-panjang nulis jawaban matematika sampe pusing tujuh keliling, eh hasilnya malah nol."

Dari seberang sana Seilla kembali terkekeh, terdengar pelan tapi renyah dan mampu membuat Arland mengulum senyum.

"Tapi sepusing apapun ngerjain soal matematika, kalo rumus dan ngitungnya bener, pasti bakal ketemu jawabannya, Kak."

"Nah, itu. Gue udah susah-susah ngapalin rumusnya, pas lihat soal malah ngeblank. Terus suka salah ngitung lagi."

"Ha ha. Iya sih, Kak. Seilla juga kadang suka gitu."

🌸🌸🌸

Sejak seseorang menelponnya, Seilla jadi mengabaikan buku catatan matematika yang sebelumnya dibaca dan dipahami per kata. Sekarang Seilla hanya memandangi buku itu tanpa berniat membacanya lagi. Dia terus menggenggam ponsel dan menempelkannya di telinga. Sudah beberapa menit Seilla sibuk mengobrol dengan cowok itu, siapa lagi kalo bukan seorang Arland Nuraga.

"Daripada suka gitu mending suka gue, Seill."

"Hah? Suka Kak Arland?" tanya Seilla polos yng benar-benar tak ngeh.

Terdengar Arland hanya terkekeh. Lalu mengalihkan arah pembicaraan. "Lo jago di matematika ya, Seill?"

Kepala Seilla menggeleng, padahal Arland mana lihat.

"Gak. Biasa aja, Kak. Seilla bisa ngerjain soal matematika. Tapi butuh waktu sedikit lebih lama dan harus pelan-pelan ngerjainnya."

"Ooh. Kalau gue," ada jeda beberapa detik. "Suka kalah sebelum perang. Belum nyoba ngerjain soalnya tapi udah nyerah duluan."

Seilla tertawa pelan.

"Oh, ya. Besok malam lo ada acara gak?"

Deg!

Jantung Seilla mendadak berdegup kencang. Besok malam adalah malam Minggu. Kenapa Kak Arland bertanya seperti itu? Apa Kak Arland ingin mengajak Seilla ... jalan?

Gadis itu langsung mengerjap. Apa yang tadi ia pikirkan? Berharap?

"Um ... kayaknya gak ada deh, Kak. Emang kenapa?" tanya Seilla di akhir kalimat. Seilla menggigit bibir bagian bawahnya, dia jadi gugup sendiri.

"Seilla? Kamu belum tidur, Sayang?"

Bola mata Seilla membulat sedetik dan refleks menoleh ke belakang, melihat mamanya berjalan mendekat dengan membawa penampan berisi segelas susu. Seilla buru-buru menutup panggilannya dengan Kak Arland tanpa penjelasan. Dia berdiri tegap dan tersenyum manis pada mamanya.

"Iya, Seilla belum tidur. Seilla lagi belajar, Ma."

"Belajar apa teleponan?" goda mama Seilla.

"Hah? Um ... Seilla ...."

Be Myself (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang