16.b

153 13 0
                                    

"Cieee, sejak dari atap gedung sekolah lo jadi senyum-senyum terus, Seill."

Pipi Seilla kembali bersemu merah. "Agnes kenapa ninggalin Seilla gitu aja tadi?" tanya Seilla antara kesal dan bahagia.

"Tapi lo seneng 'kan ditinggal berdua bareng Kak Arland di rooftop?" Agnes balik bertanya, menggoda Seilla sambil menaik-turunkan alisnya.

"Apa sih, Agnes!"

Melihat Seilla kesal sekaligus melting, Agnes jadi tertawa renyah. "Wah! Lo ngapain aja di sana?"

Jantung Seilla tiba-tiba berdegup kencang.

"Pelukan?"

Iya.

Eh! Tapi nggak juga. Kak Arland yang peluk Seilla. Itu juga gak meluk. Apa gimana sih?

"Ciuman?"

Bola mata Seilla sontak saja melotot mendengarnya.

"Nggak! Seilla nggak ciuman!"

Untung sekarang tidak ada guru, alias jam kosong. Jadi mereka bebas melakukan apa pun. Emang ya, jam kosong adalah surganya anak sekolah!

"Kak Arland yang cium lo?"

"Nggak! Agneees!" kesal Seilla menyungut.

Agnes semakin senang dan tersenyum bahagia saat berhasil mengerjai Seilla. Gadis itu mengerlingkan matanya. Mencondongkan tubuhnya ke depan agar lebih dekat lagi dengan Seilla.

"Wah! Dicium di mana aja nih?"

Bola mata Seilla kembali melebar. "Agnes!"

"Di sini?" tangan Agnes menyentuh kening Seilla. Dia menahan tawa gelinya sekuat tenaga saat mendapati ekspresi menggemaskan Seilla.

"Nggak!"

"Di sini?" Agnes beralih menangkup kedua pipi Seilla yang mendingin gugup.

"Nggak!" seru Seilla lagi sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Apa ... di sini?" yang terakhir, Agnes menunjuk bibir merah alami Seilla.

"Nggak, Agnes!"

"Masaaa?"

"Iya! Kening Seilla, pipi Seilla, bibir Seilla, semuanya masih suci!"

"BHAHAHAHA!" Agnes menyemburkan tawa renyahnya yang sejak tadi ditahan-tahan.

"Masa sih, Seill? Udah gak suci mungkin. Ternodai. Hahaha!"

"AGNEEEEEEES!"

Teriakan menggelegar mahadasyat Seilla membuat siswa yang sedang tidur jadi terlonjak bangun. Yang ngerumpi jadi diam. Yang sedang bermain Mobile Legend di HP jadi melemparkan benda pipih itu kaget. Bahkan yang lagi makan siomay jadi tersedak hingga batuk-batuk!

"He he, maafin sahabat gue ya ... peace!" cengir Agnes saat seisi kelas X IPA-3 menatapnya dan Seilla dengan tatapan penuh keabstrakan.

Sedangkan Seilla hanya bersidekap dengan napas berusut kesal. "Agnes jahat!"

***

Cowok tampan berkarisma itu menyampirkan tas di bahunya. Dia akan menemui Seilla sebelum pulang. Ada hal penting yang ingin Arland ketahui.

"Land, lo mau datang gak di acara pensi tahunan nanti?"

"Kapan, Jon?"

"Dua hari lagi."

"Pokoknya wajib dateng ini mah, pasti banyak cewek cantik seksi nan bahenol!" seru Cayo terkekeh sambil membayangkan.

"Cewek mulu otak lo!" Joni menggeplak kepala Cayo dengan pulpen.

"Kayak lo nggak aja, Jon!"

"Gue mah, setia dong! Cukup Neng Agnes seorang," bangga Joni membusungkan dada. "Emangnya lo? Jomblo Abadi."

"Cih, emang udah taken? Lo juga masih jomblo kaleee."

Perdebatan dua orang di depannya ini membuat Arland menghela napas.

"Berapa?"

"Berapa apanya?" bingung Cayo. Cowok berkulit hitam itu menggaruk tengkuknya.

"Cewek yang udah nolak Cayo?" Joni menebak. "Banyak dan tak terhitung, Land."

"Sat lo emang!"

"Sat, Sat! Nama gue Joni Anderson, bukan Sat!"

"Bangsat maksud gue."

"APA?!"

"Bangsat," ulang Cayo dengan wajah tak berdosanya.

"Anjay, lo!"

Umpatan Joni tak Cayo hiraukan. Ia melirik Arland.

"Eh. Lo tadi nanya berapa apanya, Land?"

"Harga tiketnya." Arland kembali menghela pelan.

"HTM seratus ribu per orang. Kemarin udah beli," info Joni.

Ya, cowok blasteran Jawa-Amerika itu sudah membeli tiket kemarin. Harganya seperti yang ia bilang, seratus ribu per orang. Tiket sudah dijual sejak tiga hari yang lalu. Dan katanya sudah terjual banyak meski harganya sedikit mahal bagi Arland.

"Siapa?" tanya Cayo.

Joni tersenyum miring. "Yang nanya? Aelah, basi lo, Yo!"

"Hehe. Lo belum beli tiketnya, Land?"

"Belum."

"Nah! Berhubung gue baik, nih, buat lo." Joni menyodorkan dua tiket pada Arland.

"Bayar gak nih?"

"Gak usah. Ini gratis-tis-tiiis."

Sambil tersenyum, Arland menerimanya. Lumayan, dia tidak perlu meminta uang untuk membeli tiket acara pensi tahunan sekolah ke Kak Siska. Uang tabungannya juga aman. Tumben banget sahabatnya jadi baik begini.

"Thanks, Jon."

"Sama-sama. Tapi lo bantuin gue buat dapetin Agnes ya," kata Joni selanjutnya.

Arland menghela berat. Ada udang di balik batu ternyata.

"Gue jadi mak comblang gitu?"

"Yap!"

"Cerdik banget ide lo," cibir Arland.

"Hehe. Ini tuh, sebagian dari usaha namanya, Land."

"Gue gak janji. Lihat aja nanti."

Sambil menyimpan dua tiket itu ke saku celana, Arland bangkit dan berjalan keluar kelas. Meninggalkan Joni dan Cayo yang sedang piket. Arland ingin cepat-cepat menemui Seilla.

Berdiri tak jauh dari Joni, Cayo mengangkat bangku terakhir agar siswi yang piket gampang menyapunya. Dia kemudian berjalan ke belakang untuk mengambil kemoceng. Cayo akan membersihkan meja guru dan jendela kelas yang dipenuhi butiran debu.

"Jon, lo baik sama orang kalo ada maunya doang ya!"

"Terserah gue dong! Hidup-hidup gue! Kok, lo yang repot?"

"Woahhh ngegas!" sorak Cayo heboh. "Ah, gue rasa Agnes bakal bilang gini nih."

Ia mengarahkan gagang kemoceng yang baru diambilnya pada mulut. Cowok yang memiliki kulit gelap itu kemudian bernyanyi keras. Memecah keheningan seisi kelas.

"Ada gajah di balik batu, batunya hilang gajahnya datang .... Aku tahu maksud dirimu, diam-diam suka padaku."

"Tariiikkk, Mang!" seru Putri yang baru saja masuk ke kelas setelah mengambil air untuk mengepel-ia sedang piket.

Sedangkan Joni hanya mengumpat dalam hati. Wajah cowok ini memerah sebab kesal. Bagaimana tidak? Cayo bernyanyi sekaligus menyindirnya.

"Jangan diam-diam begitu, ketiban gajah kamu baru tahu! Ho'a ho'eh!"

"Berisik lo, Jombi!"

Be Myself (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang