2. Temu Yang Tak Disengaja
🌸🌸🌸
Setelah membaca doa sebelum belajar, Seilla mengeluarkan alat tulisnya dari dalam tas. Gadis berkuncir kuda itu membuka halaman buku paket bahasa Inggrisnya. Lembar demi lembar ia baca perlahan.
Bukan. Seilla bukanlah gadis pandai yang rajin membaca buku, dia hanya sekadar suka. Seilla juga bukan gadis genius yang mampu menyelesaikan ratusan soal fisika hanya dalam waktu sekejap. Kemampuan akademiknya biasa saja, tidak pintar dan tidak bodoh, alias standar.
Di tengah asyiknya membaca buku, Seilla tiba-tiba merasakan perutnya melilit sakit. Ia meringis pelan. Mencoba menahan gejolak hebat di dalam sana.
"Seill, hari ini ada PR gak?" Agnes yang sedang mengecat kukunya dengan warna bening bertanya tanpa menatap Seilla.
"Um .... Kayaknya gak ada deh, Nesss."
Mendengar jawaban Seilla yang terdengar seperti merintih, Agnes langsung menoleh. "Astaga, Seilla! Wajah lo pucet banget!"
Diperhatikannya wajah Seilla yang sekarang pucat pasi, padahal sesaat lalu dia baik-baik saja dengan senyum manisnya.
"Lo kenapa, Seill? Sakit?"
"Gak tahu, Nes. Perut Seilla sakit banget. Aduuuh."
Rasa nyeri itu semakin melonjak-lonjak. Bahkan pinggangnya juga terasa sangat pegal. Seilla menggigit bibir bagian bawahnya, memejamkan mata sejenak, dan semakin meremas perutnya lebih keras berharap rasa itu sirna.
"Kita ke UKS, yuk!" cemas Agnes bangkit dari duduk.
Seilla menggeleng pelan. "Gak, Nes. Seilla mau di sini aja."
Salah satu hal yang paling Seilla tidak suka adalah pergi keluar kelas saat jam belajar berlangsung. Ayolah, Seilla bukan termasuk siswa yang suka meninggalkan pelajaran. Seilla tidak mau ketinggalan materi yang menyebabkan dia tidak paham nantinya.
"Tapi kalo lo kenapa-napa gimana? Nanti Denada marah-marah ke gue karena gue gak bisa jagain lo."
"Agnes tenang aja, yah. Seilla baik-baik aja kok," kata Seilla dengan wajah pias.
"Tenang gimana? Gue gak bisa tenang kalo sahabat gue kesiksa gini."
Memangnya siapa yang tega melihat sahabatnya kesakitan? Begitupun Agnes. Agnes tak tega dan sangat khawatir dengan keadaan Seilla. Ia tidak bisa tenang sebelum sahabatnya beneran baik-baik saja.
Beberapa saat kemudian, sakit perut dan pegal pinggang Seilla sudah mendingan. Seilla menatap Agnes damai. Menampilkan senyum manis di bibir merah alaminya.
"Ayo kita ke UKS, Seill," ajak Agnes lagi.
"Gak perlu, Nes. Seilla udah baikan sekarang."
"Beneran?" Agnes tidak yakin.
"Iya. Seilla beneran udah baikan kok."
"Jadi gak mau pergi ke UKS, nih?"
Kepala Seilla mengangguk. "Iya, Nes. Agnes duduk lagi ya," pintanya sambil meraih tangan sahabatnya.
Bibir Agnes malah merengut tipis. Dengan terpaksa Agnes duduk lagi di bangkunya. Yah, dia tidak bisa keluar kelas. Padahal gadis itu ingin refreshing dan tidak melulu belajar dari pagi sampai bel tanda istirahat berbunyi nanti.
"Eh, Agnes ngajakin Seilla ke UKS biar Agnes bisa ninggalin pelajaran Bu Rindu ya?" tebak Seilla geli.
Selain cemas pada keadaannya, Seilla juga tahu kalau Agnes sebenarnya ingin meninggalkan pelajaran bahasa Inggris. Agnes memang paling tidak suka dengan pelajaran bahasa asing. Sebisa mungkin dia menghindari pelajaran itu, namun sayangnya tidak bisa.
Sambil tersipu malu, Agnes mengibaskan tangannya di depan. "Ah, nggak lah, Seill! Gue beneran takut lo kenapa-napa tahu!" elaknya.
"Ah, Agnes bohong. Hayooo ngaku aja deh, sama Seilla."
Agnes menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Iya, deh, iya. Lo bener, Seill." Ia menyerah kali ini.
Seilla tertawa pelan, terdengar renyah meski rasa sakit dan pegal masih tersisa.
"Eh! Bu Rindu udah masuk tuh, Nes." Seilla menunjuk kedatangan guru bahasa Inggris mereka dengan dagu manisnya.
Bu Rindu sekarang sudah berada di depan tengah barisan meja. Beliau menyapa anak didiknya."Good morning, Students!"
"Good morning, Miss!" Semua murid kelas X IPA-3 menjawab semangat, kecuali Agnes.
"How are you today?"
"I am fine, thank you. And you?"
"I am fine too," jawab Bu Rindu lalu duduk.
Ia membawa buku paket dan tas kecil berisi pulpen, spidol, penghapus, serta tip-x. Beliau pun mengecek perlengkapan mengajar tersebut.
"Eh, buku presensi Ibu ketinggalan," katanya baru sadar. Mata belo Bu Rindu kemudian mengarah pada seorang siswi.
"Seilla, bisa kamu ambilkan buku presensi Ibu di ruang guru?"
"Bisa banget, Bu!"
Yang menjawab semangat bukan Seilla, tapi Agnes. Yap! Ini kesempatan emas dia untuk menghirup udara bebas.
Meski sempat mengernyit, Bu Rindu akhirnya berucap, "Oke, Ibu minta tolong ya. Presensinya ada di atas tumpukan tugas."
Seilla tahu kalau dia yang disuruh Bu Rindu tadi. Ia pun ikut berdiri di samping Agnes. Seilla tersenyum kecil saat melihat wajah Agnes yang sekarang tampak berseri.
"Baik, Bu. Seilla sama Agnes mau ambil buku presensinya."
Sambil berjalan keluar kelas, Agnes bertanya pada Seilla, "Seill, lo kuat 'kan jalannya?"
Gadis manis kelas sepuluh itu mengangguk. "Seilla kuat kok, Nes."
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Myself (Complete)
Teen FictionComplete | Part masih lengkap | 📌Follow dulu sebelum baca Cantik, imut, dan manis: orang-orang selalu memujinya seperti itu. Namun, saat masa SMA, Seilla memutuskan untuk terlihat seperti gadis cupu karena kejadian menyakitkan di masa lalu. Seilla...