Langkah Arland terhenti saat Seilla yang sedang jalan berlawanan arah dengannya kini berada di depan. Arland yang habis dari kantin untuk sarapan dan sekalian membeli obat, dan Seilla yang baru datang ke sekolah. Dengan jarak dua langkah, mereka sempat saling beradu pandang walau hanya beberapa detik.
Secepat kilat, Seilla langsung menatap ke bawah dan berjalan gesit. Gadis yang memakai kaca mata bulat frame hitam dan sangat cocok dengan wajahnya itu pergi. Meninggalkan Arland seorang diri.
Lihat. Seilla sama sekali tidak menghiraukan kehadiran Arland. Menganggap Arland ada pun kayaknya enggak. Seilla tampak jelas menjauhi Arland, entah sampai kapan. Padahal ini sudah yang ke tiga hari.
Arland menghela berat. Untuk ke sekian kalinya saat momen seperti ini, Arland pasti menengok ke belakang, memandang Seilla. Meski itu percuma, karena Seilla lagi-lagi tidak mungkin berbalik ataupun menoleh untuk menatapnya.
Ternyata menyakitkan ya? Saat orang yang kamu suka tidak menganggap kamu ada.
"Arland! Mana obatnya?!" Cayo menyambut kehadiran Arland di kelas XI IPA-7 ini dengan sebuah pertanyaan tak sabar.
"Noh!"
Bungkusan kantong kresek berisi sebuah obat dilemparkan Arland dengan asal. Kalau saja Cayo tidak sigap menangkap, benda itu pasti sudah mendarat mulus di wajah berjerawatnya. Cayo menatap Arland tak suka.
"Lo gak ikhlas banget kayaknya dititipin obat sama gue."
"Haish, udah mending gue mau beliin." Arland duduk di atas meja dan menyandarkan punggungnya ke tembok.
"Ini obat harganya pas? Apa ada kembaliannya?"
"Pas, Yo. Perhitungan banget lo kayak anak akuntansi."
Cayo terkekeh mendengar ucapan Arland.
"Obat apa, Yo?" nimbrung Joni yang sekarang duduk di samping Arland dan menaruh tas gendongnya.
"Obat sakit perut, Jon." Cayo membuka bungkus kresek berisi obat tersebut. Dia akan meminumnya. Sebotol air mineral pun sudah tersedia di meja Cayo.
"Kiranti, Yo?"
"Bukan lah! Itu 'kan obat buat nyeri haid. Emangnya gue cewek?! Ngaco!"
"Ya kirain." Joni terkikik. "Gak usah ngegas juga kali," tambahnya geli.
"Ya lagian lo bikin sewot gue aja pagi-pagi gini." Cayo ngedumel kayak cewek datang bulan. Detik berikutnya, cowok berkulit hitam itu menganga lebar saat melihat obat yang dibeli Arland. "Hah? Lo beli obat demam, Land?!"
"Iya," jawab Arland kalem.
"Kenapa lo beliin gue obat demam? Gue 'kan sakit perut, bukan sakit kepala!"
"Bukannya perut lo ada di kepala ya?" santai Arland menatap Cayo yang tampak kesal.
"Bukan! Tapi perut gue ada di otak!" Cayo jadi jengkel setengah mati.
Joni yang menyaksikan mereka tertawa kencang nan membahana. "Hahaha! Pantesan pikirannya makan mulu, Yo. Hahaha!"
"Ck. Ini sih, namanya lo mau ngeracunin gue, Land. Sekalian aja lo belinya sianida atau racun tikus, baygon juga biar gue beneran mampus," dumel Cayo tak berujung.
***
Suasana kelas X IPA-3 masih sepi meski waktu sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB. Baru ada segelintir siswa yang datang. Empat cowok lagi mabar dan dua cewek sudah mabeng ke rooftop yang memiliki background sangat bagus untuk berselfie.
Seilla terduduk lemas setelah menaruh tas sekolahnya di atas meja. Gadis itu menunduk. Merasakan jantungnya berdesir hangat; antara senang dan sesak usai bertemu Arland tadi. Kalau ditanya kenapa Seilla senang, jawabannya karena dia bisa bertemu dengan Arland, dan sesak sebab harus menjauhi cowok itu.
"Maafin Seilla, Kak ..." lirih Seilla menyendu.
"Seilla juga sebenernya gak mau jauhin Kak Arland, tapi Seilla takut."
Gadis manis itu meremas tangannya lalu membenamkan wajahnya pada tas. Matanya memanas, tenggorokannya pun sakit lama menahan tangis. Seilla lalu melirik ke sisi bangkunya.
"Nes, Agnes lama banget izinnya. Cepet pulang ya. Seilla pengin cerita," senandika Seilla yang tidak dihiraukan sama sekali oleh empat cowok yang asyik bermain Mobile Legend di pojok kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Myself (Complete)
Teen FictionComplete | Part masih lengkap | 📌Follow dulu sebelum baca Cantik, imut, dan manis: orang-orang selalu memujinya seperti itu. Namun, saat masa SMA, Seilla memutuskan untuk terlihat seperti gadis cupu karena kejadian menyakitkan di masa lalu. Seilla...