12.b

204 14 0
                                    

"Maaf ya, Mamang jadi nunggu lama."

"Iya, Non Denada. Gak pa-pa kok, memang sudah tugas saya."

"Makasih, Mang. Yuk, pulang."

Meski terkenal cuek dan tidak peduli pada orang di sekitar, Denada tidak sepenuhnya seperti itu. Buktinya dia masih bisa bersikap sopan dengan meminta maaf pada sopirnya karena sudah membuat beliau menunggu lama.

Dua gadis itu pun sekarang masuk ke dalam mobil.

"Denada ..." panggil Seilla kala mereka sudah duduk di jok belakang serta memakai sabuk pengaman. Mobil yang mereka tumpangi sekarang jalan.

"Ya?"

"Kok, Denada tahu kalo tadi Seilla ada di toilet?" Seilla bertanya sambil membenarkan letak kacamata minusnya.

"Gue cariin lo, dan ternyata lo ada di sana."

"Maafin Seilla yah, Denada. Seilla lagi-lagi udah ngerepotin Denada. Maaf," kata Seilla menunduk sedih.

"Harusnya gue yang minta maaf."

"Kok, Denada yang harus minta maaf?"

"Gue datang terlambat, harusnya lebih cepat."

"Denada gak salah kok, Seilla yang salah. Kalau aja Seilla gak nemuin mereka, kejadiannya mungkin gak bakal kayak gini."

"Hah ..." hela napas Denada panjang. "Terus lo bakal ceritain masalah ini ke mama?"

Seilla berpikir sejenak. Bagaimana baiknya. Lalu, Seilla menggelengkan kepala.

"Nggak, Denada. Seilla takut kalau mama bakal panik dan khawatir berlebihan nanti."

Denada sedikit tidak menyangka karena Seilla tidak mau menceritakan kejadian buruk di toilet tadi pada mama. Jika dulu, Seilla pasti akan cerita masalah apapun pada mama, lalu mama langsung khawatir dan bertindak demi putri tercintanya. Tapi sekarang, sepertinya Seilla tahu mana yang harus ia ceritakan dan mana yang sebaiknya ia simpan.

"Denada juga jangan ceritain masalah ini ke mama yah, Seilla mohon. Nanti Seilla tlaktir belis es krim deh."

Seilla pun tersenyum lega saat Denada mengangguk.

🌿🌿🌿

"Seilla, udah jam sepuluh malam. Kok, belum tidur, Sayang?"

"Eh! Mama." Seilla terjengit lalu memasang senyum pada mama.

"Kenapa belum tidur?" Mama mengelus lembut puncak kepala Seilla. Mama tadi sudah mengantarkan segelas susu untuk Seilla, namun Seilla tidak tidur setelahnya dan masih terus membaca buku sampai sekarang.

"Besok Seilla ada ulangan Bahasa Indonesia, Ma. Jadi Seilla masih belajar," jawab Seilla tidak berbohong, meski tidak sepenuhnya jujur.

Ya, Seilla tidak tidur bukan hanya karena belajar untuk menghadapi ulangan besok, tapi juga karena Seilla tidak bisa tidur. Dia terus kepikiran masalah tadi. Tentang Kak Netta yang menyuruhnya untuk menjauhi Kak Arland, bahkan Denada juga pernah menyuruhnya begitu.

Kenapa orang-orang menyuruh dia untuk menjauhi orang yang ia sayang?

"Tapi kalo tidurnya malem banget nanti kamu bangunnya kesiangan lho."

"Iya, Ma. Seilla tidur sekarang."

Mama tersenyum hangat. Beliau mengikuti Seilla yang beranjak ke kasur.

"Istirahat yah, belajarnya besok lagi," katanya. Ia sangat senang saat mendapati Seilla belajar dan tidak teleponan seperti malam-malam sebelumnya.

Seilla berbaring di kasur empuknya, kemudian mama menyelimutinya sampai dada. Seilla menatap mama dengan senyum damai. Syukurlah, luka di wajahnya sudah memudar dan hilang, jadi mama tidak akan curiga dan khawatir kalau sudah terjadi sesuatu yang buruk pada anak gadisnya.

"Selamat tidur, Sayang. Jangan lupa baca doa ya." Mama mengecup kening Seilla dan mengusap kepalanya, bikin Seilla tersenyum hangat.

Seilla selalu senang saat mama mengucapkan selamat tidur, menyuruhnya membaca doa, dan mencium keningnya sebelum ia menjelajahi dunia mimpi. Seilla tidak malu atau merasa keberatan saat mama masih melakukan hal itu di usianya yang sudah remaja. Mungkin bagi sebagian orang, perlakuan ibu terhadap gadis remajanya yang sudah besar seperti itu sangatlah kekanakan dan lebay. Tapi tidak bagi Seilla, Seilla malah senang dan bahagia.

Ia sangat beruntung memiliki mama yang sangat sayang dan perhatian padanya. Tak ada bosannya gadis itu bersyukur pada Allah dan mendoakan mama. Mendoakan papa, Denada, keluarga, dan semua orang yang ia sayang.

Baru saja Seilla memejamkan mata, ponselnya bergetar. Seilla terpaksa membuka matanya dan melirik ponselnya di nakas. Ia mengambil benda pipih itu.

Mama sudah pergi dan menutup pintu kamar Seilla dua menit yang lalu. Lampu kamar Seilla tidak dimatikan-Seilla tidak bisa tidur dalam keadaan gelap. Jadi ia bisa leluasa mengoperasikan ponselnya yang sejak pulang sekolah diabaikan.

Ada 102 pesan dan 69 panggilan tak terjawab. Semua itu dari Kak Arland. Dari cowok yang katanya harus Seilla jauhi.

Seilla menghela sesak, membuka pesan dan hanya ingin melihat pesan terakhir. Seilla tidak akan membaca semua pesan Kak Arland, karena kebanyakan pasti pesan yang akan membuatnya mengingat tentang masalah itu dan bikin Seilla tambah sedih.

Kak Arland:

Selamat tidur, mimpi indah Seillaku.

Seilla tidak tahu apakah dia harus tersenyum lebar dan senang; ataukah melemparkan ponselnya asal lalu bergegas tidur melewati malam yang terasa panjang.

Be Myself (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang