21.b

145 5 0
                                    

Papan mading Smabanus pagi ini kelihatan sangat ramai, dikerubungi oleh para siswa yang kelewat penasaran. Bukan karena ada brosur siomay Bu Koni yang lagi diskon 50 persen ataupun ada bule kesasar. Tapi karena dalam mading tersebut terpajang sebuah foto di mana seorang Netta Aliska mencium pipi Arland Nuraga!

"Gila … si Netta nekat banget jadi cewek," komentar salah seorang siswi.

"Tapi si Arlandnya juga fine-fine aja dicium, malah bahagia ekspresinya. Lihat deh, dia senyum gitu." Gadis di sebelahnya menunjuk foto yang sedang mereka lihat.

"Duh! Manisnyaaa," celetuk yang lain, disusul argumen-argumen beruntun.

"Kalo gini, gue jadi kasihan sama si Seilla, anak kelas sepuluh itu. Dia polos banget sampe gak sadar kalo Arland ternyata cuma jadiin dia sebagai pelarian."

"Bodo amat sih, sama tuh, bocah. Dari dulu gue setujunya Arland sama Netta. Mereka serasi banget, romantis-romantis gitu. Inget gak waktu kelas sepuluh yang Arland nembak Netta di rooftop?"

"Iya, inget! Tapi sayang si Netta nolak Arland. Ya Arlandnya juga sih, yang salah. Eh, tapi ya, meski udah ditolak, Arland tetep aja ngejar-ngejar Netta. Sumpah, Arland perhatian dan care banget sama Netta pas waktu itu, meski Netta cuma anggep Arland sebagai temen."

"Gue juga pernah dititipin cokelat sama Arland buat Netta tahu! Gila kalo inget mah, Arland sebegitu cintanya sama si Netta."

"Ya iya lah. Siapa sih, cowok yang gak cinta sama Netta? Udah cantik, tajir, terkenal, jago akting, baik lagi."

"Nah, itu! Arland sama Netta klop banget. Ganteng sama cantik, terkenal sama terkenal, baik sama baik. Terus inisialnya gemesin lagi: AN-NA. Ya 'kan?"

"Iya! Daripada si Seilla yang digadang-gadang lagi dideketi Arland, cupu! Terlalu polos yang kesannya malah kayak bego."

"Apa hak lo menilai orang lain seenak bacot?"

Pertanyaan tajam Arland mampu membius mulut segerombolan gadis yang sejak tadi berkomentar pedas. Arland beralih menatap papan mading—banyak foto itu, entah siapa yang membidik dan memajangnya di sini. Arland lantas menatap cewek itu satu per satu.

"Siapa yang ngelakuin ini?"

Tidak ada yang berani menjawab. Mereka mundur perlahan. Tanpa pikir panjang langsung meninggalkan Arland dengan langkah cepat. Tidak ingin mencari masalah dan lebih baik melarikan diri.

"Pengecut!" geram Arland mengambil foto-foto tersebut dan meremasnya kuat seolah rasa kesal dan sakit hatinya bisa terluapkan. Cowok itu berbalik, berniat mencari si pelaku. Dan sepertinya dia tahu siapa yang sudah melakukan hal memalukan dan kurang kerjaan ini.

Namun baru saja Arland berbalik badan, dia melihat Seilla di depannya dengan jarak dua meter. Arland dapat melihat mata Seilla berkaca dan ekspresinya kentara sedih. Tatapan marah Arland berubah melembut. Ia menghampiri Seilla perlahan.

Seilla merasakan jantungnya seperti diremas-remas. Dadanya terhimpit sesak. Seilla sudah merasa sakit hati sejak tadi di ruang makan, lalu barusan, dan sekarang saat berhadapan dengan Arland.

"Seilla …."

"Seilla baik-baik aja kok," kata Seilla sebelum Arland berada tepat di hadapannya. Lidahnya yang mendadak kelu terasa begitu pahit. Tenggorokannya bahkan sangat sakit.

Meski begitu, Seilla mencoba tersenyum semanis mungkin. Dia berbalik, berjalan cepat dengan bahu naik turun menahan isakan. Seilla mengingat kembali kecaman mama yang berusaha ia lupakan. Dan sekarang, setelah mendengar komentar-komentar mereka, apa Seilla memang harus menuruti perintah mama? Menjauhi Arland dan tidak dekat-dekat lagi dengan cowok itu?

Sementara Arland, tubuhnya mematung. Ia hanya bisa menatap nanar punggung Seilla yang semakin jauh dan hilang dari pandangan. Cowok itu menghela berat, kenapa orang yang dia sayangi satu per satu pergi?

Be Myself (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang