22. Keputusan Terbaik

163 15 0
                                    

Seilla menyeka air mata yang kembali berlinang membasahi pipi. Gadis yang sedang duduk di balkon kamar itu terisak sedih saat mengingat kejadian beberapa hari ini. Di mana orang yang dicintainya berduaan dengan gadis lain dan memasang ekspresi bahagia saat dia dicium oleh gadis itu.

"Kak Arland katanya cinta sama Seilla, Kak Arland katanya sayang banget sama Seilla, tapi kenapa kakak malah bahagia waktu Kak Netta cium kakak?"

"Kak Arland jahat. Seilla cinta sama Kak Arland, tapi kenapa kakak giniin Seilla?" tangis Seilla sesak.

"Sudah tahu dia jahat, kenapa kamu masih cinta?"

Seilla terperanjat saat mendapati mamanya sudah berada di belakang. Ia mengubah posisi duduknya jadi menghadap ke mama. Seilla menghapus jejak air mata di pipinya. "Mama …."

"Untuk yang pertama kalinya Mama lihat kamu nangis gara-gara cinta, Seill."

"Seilla lebay ya, Ma?"

Mama berpikir. "Hm … sedikit. Anak Mama udah gede ternyata."

"Ya masa Seilla kecil terus, Ma," ucap Seilla cemberut yang membuat mama terkekeh dan ikut duduk di sampingnya.

"Kalo udah gede, harusnya gak nangis cuma karena cinta. Malu dong, masa cuma gara-gara cowok nangis."

"Ih, Mama. Seilla lagi sedih tahu!"

Mama tersenyum lalu mengelus surau anaknya yang dikuncir tinggi. "Seilla tahu gak?"

"Apa, Ma?"

"Mencintai manusia itu punya resiko dan konsekuensi, harus siap sama apa pun yang terjadi. Karena selain bahagia, pasti ada kecewanya. Selain senang, pasti ada sedihnya. Selain manis, pasti ada pahitnya."

Seilla terdiam.

"Seilla udah ngerasain yang bahagianya 'kan?"

Gadis manis yang memakai piyama warna biru tosca itu mengagguk. "Tadinya iya bahagia, tapi akhirnya sakit, Ma. Seilla ngerasa terbang sampai melambung ke awan, bahkan langit ke tujuh, tapi tiba-tiba dijatuhin sampe nyusruk ke dasar jurang."

Mama tertawa pelan mendengar ucapan polos nan hiperbola Seilla. Beliau lalu menghela pelan. "Seilla, yang harus kamu lakukan saat jatuh adalah bangkit. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan, gak baik. Air mata kamu diciptakan bukan cuma untuk menangisi laki-laki, Nak."

"Mama bener," kata Seilla lalu memeluk mamanya erat. "Maafin Seilla ya, Ma. Mama ngelarang Seilla pacaran, tapi Seilla sama Kak Arland gak jauh beda kayak pacaran. Kita sering teleponan, chatting-an, jalan, antar-jemput, main ke rumah. Tapi ini salah Seilla kok, Ma. Mama jangan benci Kak Arland yah?"

Mama melepaskan pelukan mereka. Menatap putri bungsunya lekat. Wanita beranak dua itu tersenyum menenangkan.

"Mama yang minta maaf, untuk kejadian pas sarapan waktu itu. Sekarang, Mama gak ngelarang Seilla untuk deket sama Arland lagi. Terserah Seilla aja. Mau kamu dekat sama siapa pun, Mama gak akan larang, asal kamu tahu batasan dan aturan."

"Seilla, Mama gak benci Arland kok. Gak seharusnya juga Mama benci dia cuma karena ngelihat foto itu dan dengerin omongan yang belum tentu fakta. Mama rasa Arland anak yang baik. Tapi soal Arland yang dicium gadis lain, Mama gak bisa menyimpulkan apa-apa."

"Um … Mama dapat foto itu dari mana?" tanya Seilla penasaran.

"Dari temen kamu."

"Temen Seilla?"

"Iya. Siapa ya, namanya?" Mama berpikir sejenak. "Duh, Mama lupa."

Seilla tertunduk sedih.

"Apa kamu benci mereka yang bikin kamu sedih gini?"

"Mereka siapa, Ma?"

"Arland, ataupun yang lain?"

"Nggak, Ma. Seilla sama sekali gak benci mereka. Seilla sedih kayak gini juga karena salah Seilla sendiri."

"Kalo mereka yang salah, kamu akan benci mereka?"

Kepala Seilla menggeleng. "Kalaupun mereka punya salah sama Seilla, Seilla maafin kok. Seilla gak akan benci sama mereka. Seilla gak mau punya musuh, Ma. Meski kadang mereka yang menganggap Seilla musuh padahal Seilla gak tahu salah Seilla apa."

Mendengar penjelasan anaknya, Mama Seilla berdecak kagum. "Mama bangga sama kamu, Sayang."

Senyum manis Seilla terbit. "Sekarang Seilla mau fokus sekolah aja. Seperti kata Mama, Seilla harus belajar yang bener biar Seilla bisa gapai cita-cita Seilla. Seilla juga gak mau terus-terusan mikirin cowok."

"Bagus." Mama memamerkan dua jempolnya sambil tersenyum."Ternyata luka bisa membuat orang jadi lebih dewasa ya?"

Seilla tertawa pelan, "Haha, apaan sih, Ma."

"Oh, ya. Seilla masih inget cita-cita Seilla sejak kecil? Atau sempet lupa gara-gara terlena sama cinta?" tanya beliau menggoda.

Gadis itu menyengir lucu. "Hihi. Sekarang Seilla inget lagi kok, Ma." Seilla menatap ke atas langit malam sambil melengkungkan senyum lugu. "Dari kecil Seilla pengen jadi …."

Be Myself (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang