PART 8b

272 17 0
                                    

"Hah? Um ... Seilla ...."

Melihat tingkah putrinya yang gugup dan berbicara terbata seperti itu,beliaul terkekeh pelan.

"Kamu teleponan sama siapa?"

"Seilla teleponan sama temen, Ma. Beneran deh!"

Wanita itu menyodorkan segelas susu pada Seilla. "Iya, Mama percaya sama kamu. Ini diminum susunya, biar kamu tumbuh sehat."

Tersenyum, Seilla pun menerimanya dan langsung meminumnya sampai tandas. Kemudian Seilla menaruh gelas itu pada penampan di atas meja belajarnya. "Makasih, Mama."

"Sama-sama, Sayang. Hari ini gimana sekolahnya?"

"Seru banget, Ma! Tadi di sekolah-"

"Seill, lo punya penggaris gak? Eh! Mama." Denada bertanya pada Seilla saat masuk ke kamar gadis itu. Dia sedikit terkejut saat mendapati mamanya ada di sana. Denada melempar senyum pada mereka dan berjalan mendekat.

"Penggaris? Ada. Denada mau pinjem?"

"Iya."

"Nada, gimana dengan ekskul tari kamu? Kata Seilla sebulan lagi mau ada pementasan ya?"

Mengangguk, Denada menerima penggaris dari Seilla. "Mama mau dateng?"

"Pasti, Mama mau lihat kamu pentas nanti," kata mama lalu tersenyum.

"Seilla juga pasti dateng, Denada! Mau lihat ketua ekskul tari yang cantik!"

Denada tersenyum tipis saat adiknya baru saja memuji dirinya.

"Oke, kedatangan kalian ditunggu."

🌸🌸🌸

"Kakak mau aku buatin teh?" tawar Arland pada kakaknya yang sedang duduk bersandar di sofa dan memejamkan mata lelah.

"Gak usah, Land." Siska menjawab, mulai membuka matanya perlahan. "Kakak mau mandi aja."

Cowok itu menghela berat. Dia ikut duduk di samping perempuan hebat yang sudah bersamanya selama 17 tahun lebih. Arland memandangnya dengan perasaan khawatir.

"Kalau capek jangan dipaksain kerja terus, Kak. Gak usah lembur-lemburan gini. Kesehatan Kakak juga harus diperhatiin."

"Kakak baik-baik aja, Arland. Alhamdulillah sehat, kalo kamu ngira Kakak sakit."

"Aku percaya kalo Kakak itu perempuan kuat. Tapi aku takut Kakak kenapa-napa. Kakak cuma libur pas hari Minggu doang. Terus akhir-akhir ini sering ngelembur. Istirahat Kakak juga gak maksimal. Kalau sakit gimana?"

"Jangan berpikiran negatif, mending kamu doain Kakak biar selalu sehat."

"Maaf." Arland merasakan dadanya sesak. "Gara-gara aku Kakak harus kerja keras gini."

Sebenarnya, Arland tidak tega kalau Kak Siska harus bekerja keras untuk menghidupi mereka, terutama dirinya. Semua biaya hidup dan sekolah Arland ditanggung oleh Kak Siska. Sedangkan cowok itu sendiri hanya berpangku tangan dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Kadang Arland mencaci maki dan mengumpat kasar pada keadaan. Kenapa mereka harus hidup nestapa seperti ini. Lalu, Arland juga akan menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa dia tidak bisa mengubah hidup nestapa ini jadi bahagia, atau paling tidak jadi sedikit lebih baik.

"Gimana sekolah kamu?" Siska lebih memilih mengalihkan topik pembicaraan.

Ia paling tidak suka dengan suasana mellow. Apalagi mengeluh hingga berpikir ingin menyerah dalam menjalani hidup yang sudah digariskan Tuhan. Dan Arland, sisi laki-lakinya hilang entah ke mana jika sudah membahas masalah ini.

"Seperti biasa."

"Gak ngerjain tugas? Apa dihukum?"

"Haish! Itu mah dari dulu juga udah nggak, Kak."

"Terus seperti biasa apa yang kamu maksud?"

Arland menggaruk belakang kepalanya yang gak gatal sama sekali. Alis cowok itu mengerut. Dia bingung harus menjawab apa.

"Kayak gimana Arland?" tanya Siska mencecar.

"Ya ... kayak gitu. Masuk, pelajaran, istirahat, masuk, istirahat, masuk, terus pulang."

"Haish, cerita macam apa itu?"

"Ya lagian bingung harus jawab kayak gimana."

"Pelajarannya gimana, tentang guru yang ngajarnya gimana, terus temen-temen kamu, atau cewek yang kamu sukai. Ah, kamu emang tipe orang yang susah buat cerita tentang keseharian."

"Nah, itu Kakak tahu."

"Kamu ini!" dengus Siska yang membuat Arland terkekeh ringan.

"Eh, Kak!" Arland memanggil semangat.

"Iya, ada apa?"

"Gak jadi deh." Arland menyengir lebar. Ia lalu melirik jam dinding yang menggantung di tembok. "Udah jam sepuluh, Kakak tidur sana."

Siska menyikut lengan Arland. "Nyebelin emang ya! Kamu juga tidur, besok sekolah. Jangan sampe besok bangun kesiangan."

"Siap, Bossque!" hormat Arland.

Gadis itu hanya tersenyum sekilas. Dia baru saja akan bangkit saat Arland kembali memanggilnya. Siska melirik Arland sedikit kesal, awas saja kalau pemuda itu bilang gak jadi lagi.

"Apa?"

"Aku ..." suara Arland bergetar.

"Kamu kenapa?"

"Aku kangen mama, boleh peluk Kakak?"

Dunia rasanya runtuh di atas kepala Siska. Siska menahan air matanya agar tidak jatuh dan membuatnya terlihat lemah. Dia mengangguk pelan, tersenyum penuh luka. Seketika, Arland langsung memeluk tubuhnya.

"Jangan ngeluh kalo bau ya," kekeh Siska tersenyum sesak sambil memejamkan mata sesaat.

Be Myself (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang