14.b

162 9 2
                                    

"Seill! Ada Kak Arland tuh!" dagu Agnes menunjuk ke depan, di mana seorang cowok ganteng sedang berjalan ke arah mereka.

Menyadari hal itu, Seilla langsung merubah haluan kakinya. Seilla berbelok ke koridor sebelah kiri yang menghubungkan langsung dengan taman sekolah. Seilla lalu duduk di salah satu kursi taman tanpa menjawab pertanyaan berbondong dari Agnes. Seilla tidak berbicara sepatah kata pun.

"Lo kenapa sih, Seill? Kok, kayak jauhi Kak Arland?" Agnes benar-benar heran. Gadis berambut sebahu itu duduk di samping Seilla setelah mengekorinya dari belakang.

"Seilla gak pa-pa kok, Nes."

"Bohong. Lo kelihatan banget menghindar dari Kak Arland."

"Um ...." Seilla malah mengguman tak jelas.

Agnes menatap Seilla. "Selama empat hari gue gak berangkat sekolah, lo ada masalah apa Seill? Cerita ke gue."

Seilla meremas jemarinya. Ia menunduk sedih. Seilla akhirnya membuka suara dan menceritakan semuanya pada Agnes tanpa ada yang terlewat.

"Astaga! Mereka gila banget ya! berani-beraninya ngelabrak lo yang gak salah apa-apa!" Agnes uring-uringan sendiri setelah mendengar cerita pilu Seilla.

Gadis itu bersungut kesal dan langsung marah saat tahu sahabatnya diperlakukan seenak jidat dan semena-mena oleh dua kakak kelasnya. Demi apapun! Agnes jadi ingin mencakar wajah Netta dan Gea!

"Dasar dua nenek lampir biadab! ternyata aslinya jahat banget!"

"Agnes jangan kenceng-kenceng ngomongnya ..." cicit Seilla pelan saat Agnes kayak orang kesetanan.

Seilla melihat sekitar taman. Ia menghela lega. Syukurlah hanya ada beberapa siswa yang menikmati jam istirahat ke dua di sini.

"Biarin aja, Seill! Biar mereka tahu si Netta dan Gea itu aslinya kayak gimana! Sumpah ya! Gue gak terima banget kalau sahabat gue digituin. Awas aja mereka, bakal gue bales!" kata Agnes tajam. Tangannya mengepal-ngepal, urat lehernya bahkan sampai menonjol.

"Udah, Nes. Gak usah. Biarin mereka, gak usah dibales yah." Seilla berusaha menenangkan sahabatnya.

"Hell! Terus lo bakal diem aja gitu?!" tanya Agnes tak percaya dengan mata membulat.

Tatapan Seilla menunduk. "Seilla gak mau memperpanjang masalah ini, Nes. Yang lalu biarin berlalu."

"Astaga, mending laporin aja ke BK! Yuk, sama gue! Kita laporin mereka! Eh, itu ada Bu Dugi! Bu-hmphhh!"

Mata Seilla melotot dan langsung membekap mulut sahabatnya yang seperti keran bocor. "Jangan, Nes. Seilla mohon," kata Seilla melepaskan bekapannya setelah Agnes meronta-ronta.

Akhirnya Agnes bisa bernapas lega sekarang. "Parah! Gue hampir kehabisan napas, Seill!"

"Maaf."

"Oke, balik lagi ke masalah lo. Lo beneran gak mau laporin mereka?"

"Beneran, Nes." Seilla menghela berat.

Dia sudah melarang siapapun-termasuk Denada-untuk melaporkan Netta dan Gea ke guru BK, atau menuntut balas dendam pada mereka. Bukan itu yang Seilla inginkan. Seilla tidak mau bermasalah dengan Netta, biarkan saja Netta yang membuat masalah pada Seilla, asal Seilla jangan.

"Lagian itu udah beberapa hari yang lalu."

Lidah Agnes berdecak pelan. "Lo takut sama mereka?"

"Ah! Um ...."

"Seilla. Lo gak salah, jadi gak perlu takut sama orang yang udah ngejahatin lo. Takut mah, sama Tuhan, bukan manusia, Seill," gemas Agnes.

Betul yang dikatakan Agnes. Selagi Seilla benar, harusnya Seilla tidak perlu takut pada Netta dan Gea. Tapi, Seilla tidak bisa.

"Iya sih, Nes. Seilla cuma bingung."

"Bingung?"

"Iya, Seilla bingung kenapa Kak Netta suruh Seilla jauhi Kak Arland."

"Terus lo bingung alasannya apa tapi tetep aja jauhi Kak Arland?" Agnes bertanya frustrasi. Benar-benar tidak menyangka, kenapa Seilla bisa sepolos ini?

"Agnes kok, ditanya malah nanya balik?"

"Yaaa gue juga bingung sama lo, Seill."

"Kok, jadi bingung sama Seilla sih?"

"Abisnya lo polos banget," cetus Agnes menatap Seilla geli.

"Agnes, yang seriuuus!" Seilla merengek kesal.

"Iya, Seill! Iya!"

Bibir Seilla mengerut lucu.

"Menurut informasi yang gue dapet sih, Netta katanya cinta sama Kak Arland."

"Terus?"

"Tapi Kak Arlandnya malah deketin lo. Jadi Netta ngebenci lo gitu. Dia suruh lo untuk jauhin Kak Arland."

Arland milik gue, jadi lo harus jauhi dia. Paham?

Tiba-tiba Seilla ingat ucapan Kak Netta. Sorot mata Seilla kini tampak menyendu. Seilla merasakan jantungnya seperti diremas-remas hingga rasanya sangat sakit.

"Dan karena Kak Arland itu milik Kak Netta jadi Seilla harus jauhi Kak Arland?"

Agnes menepuk jidat. "Astaga, Seilla!"

"Bener ya, Nes?" sedih Seilla.

"Ya enggak lah! Netta itu bukan siapa-siapanya Kak Arland. Pacar bukan, sodaranya juga bukan, Netta cuma ngaku-ngaku. Lo percaya aja sama nenek lampir berwajah papan kerambol itu."

Seilla mengangguk paham sekarang. Seulas senyum kini terukir di bibir merah alami Seilla. Satu masalah sudah terpecahkan! Seilla merasa sedikit lega.

"Kalau gitu Seilla gak perlu jauhi Kak Arland yah?"

"Yap! Dan lo gak usah dengerin omongan Netta. Ancaman orang sirik mah, jangan ditanggepin, anggep aja kentut lewat."

"Um, tapi ..." gumam Seilla menggigit bibirnya. Ada sesuatu yang mengganjal di hati Seilla. Terlebih saat mengingat kejadian di toilet. Tapi Seilla juga tidak tahu apa yang mengganjal di hatinya.

"Ah, Seilla. Lo masih mau jauhi Kak Arland?"

Yang Seilla lakukan hanya menggumam tak jelas lagi untuk menjawab pertanyaan Agnes.

"Lo gimana sih, Seill? Kasihan tahu Kak Arland, dia gak tahu salahnya apa tapi malah lo jauhin," omelan Agnes yang terakhir membuat Seilla terdiam berpikir.

Be Myself (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang