21. Lagi

140 10 0
                                    

"Mulai hari ini jauhi laki-laki itu, Aland atau siapalah namanya. Mama gak mau kamu deket-deket sama dia lagi."

"Uhuk!" Seilla nyaris tersedak roti selai yang sedang dikunyah. Seilla langsung meraih gelas berisi air dan meminumnya cepat untuk melonggarkan tenggorokan yang sempat tercekat. Demi apapun, Seilla jadi bingung setengah mati!

"Mama kenapa tiba-tiba ngomong gitu?" tanya Seilla bingung. "Waktu Seilla ngenalin Kak Arland ke Mama sama papa juga baik-baik aja," ungkapnya sambil memandang mama dengan ekspresi tak terbaca.

"Seilla, dia itu bukan cowok baik-baik. Asal-usul keluarganya juga gak jelas. Mama gak mau kamu berhubungan sama dia."

Mulut Seilla terperangah. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa mama menyuruhnya untuk menjauhi Arland, mengatakan kalau Arland bukan cowok baik-baik, asal-usul keluarganya tidak jelas pula. Padahal seminggu lalu, mama tampak oke-oke saja saat Seilla mengenalkan Arland padanya. Bahkan sampai kemarin pun tidak ada masalah.

"Ada apa, Ma?" Papa yang baru datang ke ruang makan bertanya. Disusul Denada yang menjingjing tas sekolahnya. Mereka kemudian duduk di kursi.

"Ini, Pa, Seilla. Mama gak mau dia deket-deket sama Aland, cowok yang bikin Seilla kebawa gak bener."

"Gak bener gimana?"

"Papa tahu? Pas malem pentas seni di sekolah waktu itu?"

"Iya, lalu?"

"Seilla ikut joget-joget di depan panggung, Pa! Bayangin! Itu pasti gara-gara diajak sama dia," kata mama pada papa lalu beralih menatap Seilla sambil geleng-geleng kepala. "Aduh, Seilla. Sejak kapan kamu jadi gadis kayak gitu?"

Seilla terdiam sebentar, yang mama ucapkan memang benar. "Ah, um ... iya sih, Ma. Seilla diajak sama Kak Arland." Ia menggaruk kepalanya kikuk.

"Tuh, kan. Apa Mama bilang.'"

"Tapi itu bukan sepenuhnya salah Kak Arland kok, Ma. Seilla yang pengin sendiri. Dan baru malem itu Seilla joget. Untuk yang pertama kalinya. Beneran."

Denada yang sedang mengoles selai strowberi pada rotinya menimpali, "Banyakan ini, Ma. Gak cuma Seilla doang yang joget. Lagian joget-joget kayak gitu udah biasa kalo ada band tampil di sekolah."

"Denada! Mama gak suka kalo anak Mama ikut pergaulan yang kayak gitu!"

Ketua ekskul tari itu menghela napas. Sudah biasa saat mama menggertaknya seperti barusan. Daripada dimasukin ke hati, Denada mending memakan sarapannya santai. "Terserah Mama."

"Ma, udahlah. Gak usah bahas hal sepele." Papa akhirnya angkat bicara.

"Ini bukan hal sepele, Papa," sanggah wanita berumur 40 tahun itu. "Emang ya! Si Aland, Aland itu emang sialan. Dia bawa pengaruh buruk untuk Seilla. Seilla bahkan jarang belajar sekarang."

"Arland, Ma. Pake 'R', bukan Aland," ralat Denada.

"Bodo amat. Mau namanya Arland kek, Erland kek, apa Tahiland, mama gak peduli." Mama mengibaskan tangannya ke belakang. Ia lalu menunjuk Seilla tajam. "Yang penting kamu, Seilla, jangan deket-deket sama dia lagi."

Jantung Seilla bergemuruh hebat. Bibirnya bergetar pelan. Mama benar-benar seenaknya menyuruh dia. Sungguh, untuk kedua kalinya ia tidak ingin melakukan hal yang membuat dirinya tersiska sendiri. Seilla tidak mau. Ayolah, Seilla bahkan belum sebulan berbaikan dengan Arland setelah menjauhi dia gara-gara kecaman Netta dan Gea.

"Mama apa-apaan sih, Ma? Kenapa Seilla harus jauhi Kak Arland?" sesak Seilla menahan tangis.

"Karena dia gak baik buat kamu, Sayang."

Rasanya Seilla ingin meledak sekarang! Seilla mengepalkan tangannya kuat. Memukul meja makan pelan tanpa suara. Seilla menatap kesal mama yang duduk di depannya.

"Apa buktinya kalo Kak Arland gak baik buat Seilla?"

"Kamu lihat, ini." Mama mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan sebuah foto pada Seilla.

Mata Seilla membola. Hatinya mematut perih saat melihat foto itu. Seilla menggigit bibir bagian bawahnya. Mencoba menguatkan diri. "Gak! Itu gak mungkin, Ma."

Dari keterangan tanggal di bawah pojok, foto tersebut diambil kemarin. Tampak Arland sedang bersandar pada tembok lalu ada Netta yang mencium pipinya dari samping depan. Dan yang semakin membuat hati Seilla remuk adalah Arland justru tersenyum bahagia saat Netta mencium pipinya.

"Itu beneran Arland, Ma?" tanya Denada tak percaya lewat lipatan keningnya.

"Editan mungkin, Ma." Papa ikut melihat.

"Editan? Ini bukan editan, Papa."

Papa hanya menghela pelan.

"Sekarang terbukti 'kan kalo cowok ini tuh, gak bener? Dia sering jalan sama anak kita tapi malah bahagia pas dicium gadis lain. Pemuda macam apa dia?"

Mata Seilla menyendu. Ia tahu kalau foto itu bukanlah editan. Tapi ... "Mama dapet foto ini dari mana?"

"Kamu gak perlu tahu Mama dapet foto ini dari mana, tapi yang harus kamu tahu, Arland ini bukan cowok baik-baik, jadi jauhi dia mulai sekarang. Titik." Mama berucap penuh penekanan, tidak main-main.

"Seilla gak mau, Ma!" bantah Seilla bangkit dari duduknya, menyeret tas sekolah, dan berlari keluar secepat yang ia bisa tanpa memedulikan panggilan dari mama.

"Lihat! Seilla jadi ngelawan kayak gitu gara-gara deket sama pemuda gak bener!"

Be Myself (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang