22/Bian Masuk kampung

6.8K 178 0
                                    

Hening mengiringi perjalanan mereka berdua.
Dara sendiri enggan membuka suara bahkan untuk sekedar bertanya kemana mereka pergi karna diyakini kalau mereka tidak menuju arah apartemen maupun rumah orang tua Bian. 

"Kau tidak mungkin lupa cara bicara kan ra?" Dara sengaja enggan menengok bahkan melirik saja tidak. 

Bian mengacuhkan kedua bahunya
"Oh ya..  Aku punya sesuatu untukmu" Bian menepihkan mobilnya lantas menengok kebelakang untuk mengambil sesuatu. 

Dara terkejut kala sebuket bunga Mawar terpampang didepan wajahnya. 
Dara menoleh kearah suaminya. 
"Maaf" sedetik selanjutnya Dara sedikit luluh karna menurut dirinya baru kali ini suaminya semanis ini. 

"Aku tidak begitu faham barang barang mewah yang kau suka" Bian menatap dalam bola mata istrinya sebelum melanjutkan kalimatnya "bunga Mawar ini memang tak semahal harga berlian tapi percayalah makna pemberian bunga Mawar ini menandakan kalau pemberinya mempunyai Cinta yang tulus nan Indah layaknya bunga Mawar merah ini" Bian menarik tangan Dara menaruhnya tepat didepan dadanya

"Aku sangat mencintaimu, percayalah kaulah yang pertama dan terakhir yang menjadi penjaga hati ini"

"Stella? " Bian tersenyum

"Dulu aku mengira itu rasa Cinta. Namun saat bersamamu rasanya berbeda. 
Bersama Stella aku hanya ingin menjaga dan melindunginya tapi saat bersamamu aku juga ingin memilikimu, maafkan aku."

"Aku tidak bisa berjanji memberikanmu kebahagiaan namun aku menjanjikan hanya akan ada senyum bahagia diharimu. Apa kau mau berjalan bersamaku meraih kebahagian bersama?"

Dara ternganga seakan tak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini. 
Bahkan ujung kelopak mata Dara sudah penuh dengan air mata yang akan segera jatuh membasahi pipinya. 

"Ra? " Dara menatap suaminya kemudian mengangguk pelan. 

Bian meraih tubuh istrinya membawanya dalam pelukan. 
"Terimakasih"

Dara menjauhkan tubuhnya lalu menatap heran kearah suaminya. 
"Siapa yang mengajari mas Bian, jangan bilang semua ini ide Aby?"

"Memang, Aby menyuruhku memberikan hadiah untukmu.  Kalau kata kata itu tadi entahlah tiba tiba keluar begitu saja"

"Oh ya?? Kenapa aku tidak percaya"
Bian mengacuhkan bahunya. 

Beberapa saat keduanya terdiam sampai Bian membuka suaranya lagi. 
"Maafkan aku ra, aku-" Bian tidak melanjutkan kalimatnya karna Dara sudah lebih dulu menabrak tubuh Bian memeluknya dengan erat. 

"Sudah. Cukup mas Bian sudah terlalu banyak bicara dan itu membuat kadar karisma dan Wibawa mas menurun 60 persen" Dara menjauhkan tubuhnya.

"Benarkah? "

"Iya mas karna setau aku mas Bian itu orang yang mempunyai karisma dan wibaba yang luar biasa. Bahkan setiap saat hanya aura dingin yang mas Bian tebarkan" Bian mengerutkan dahinya menatap datar istrinya. 

"Jadi saranku mas Bian lebih baik mas Bian kembali seperti sebelumnya. Tidak terlalu banyak bicara! " Dara sedikit menekan kalimat terakhirnya.

"Jadi kau tidak menyukai pria terlalu banyak bicara? "

"Sebenarnya aku suka karna dengan seperti itu aku mempunyai lawan untuk beradu agrumen, Tapi untuk mas Bian sepertinya mimik wajah mas Bian tidak pantas untuk terlalu banyak omong"

"Kau ini" Bian mengacak rambut istrinya gemas.

"Masss jangan menyentuh rambutku nanti rusak"

"Biar saja lagi pula kau tidak akan kembali kekantor"

Posesif HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang