Bab 5 Cemburu

261 34 13
                                    

Rean meremas kerupuk yang belum ia buka, matanya tertuju kepada Jino. Erwin yang sudah menikmati makanannya memperhatikan Rean yang sedang mengatupkan kedua rahangnya.

Masih dalam keadaan sibuk mengunyah, Erwin mengalihkan pandangan ke arah Jino yang sedang tersenyum bersama dengan teman-temannya. Walaupun sesekali sejo mengganggu, namun Jino cs kembali membuat lelucon yang membuat Aya tertawa.

"Kamu naksir, sama cewek Jakarta itu?" Pertanyaan Erwin menyadarkan Rean, ia mengalihkan pandangannya ke Erwin, sambil menggeleng.

Erwin menarik satu bibir atasnya yang bagian kanan, membuat senyum sinis. "Kamu gak usah bohong, tuh, kerupuk jadi korban kecemburuan mu. Kalau pasir katakan pasir. Jangan pula dikatakan elang, kalau naksir katakan naksir. Sebelum di ambil orang."

Rean mengangkat kedua alisnya, sembari berpikir. Apa yang Erwin bilang ada benarnya, aku harus curi hati Aya. Secepatnya. batin Rean, sembari menyeruput minumannya.

Jino melarang Aya untuk membayar tagihan mereka, karena menurut Jino

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jino melarang Aya untuk membayar tagihan mereka, karena menurut Jino. Laki-laki sejati itu, adalah laki-laki yang membayar jajanan saat dia bersama seorang wanita. Aya sempat menolak dengan alasan tanda terima kasihnya karena Jino menyelamatkan gadget nya, jadi dia yang harus bayar. Namun itu tidak berhasil, karena Jino ngotot untuk membayarnya. Jino menghampiri pemilik kantin, ia membuka dompet yang ternyata uangnya tidak cukup untuk membayarnya. Ia mengirim satu pesan ke Aldri, agar segera mendekat.

"Ada apa?"

"Uang ku gak cukup, kurang lima ribu." kekeh Jino.

"Ya, kau ini, omongannya lelaki sejati, tapi malah minta simpati. Nih," Aldri menyodorkan uang lima ribunya.

Sembari menuju kelas Jino memberitahu Aya, kalau minggu depan dia akan tampil bersama Aldri dalam perlombaan band antar sekolah. Di perlombaan ini akan bersaing dua puluh sekolah, untuk merebutkan juara. Yang diterima hanya tiga besar. "Mohon doakan, sekolah kita masuk tiga besar ya."

"Aamiin. Oke, aku akan melihat kalian tampil, tapi yang keren ya. Biar sekolah kita benar-benar cemerlang."

🎸🎸🎸

Jino dan Aldri sedang berada di ruang BK. Mereka di sini bukan di panggil karena membuat kesalahan, tetapi karena Zoni membicarakan hal yang penting untuk lomba minggu depan. Ia menyarankan agar dua sejoli lebih giat lagi latihan, dan perintah lainnya.

Aldri yang tidak sengaja melihat Frita melewati ruang BK, segera minta izin. Dengan alasan kebelet, hal ini membuat Zoni menggeleng dan menyuruh Aldri segera keluar. Namun setelah keluar dari ruang BK, Aldri berlari kecil ke Frita. Ia meminta agar Frita meminjamkan nya handphone, karena dia harus memberitahu keluarganya agar ke sekolah.

"Ini perintah buk, aku gak ada pulsa." tanpa curiga Frita memberikan handphone nya. Aldri menulis pesan, lalu memberikannya ke Frita setelah menghapusnya.

"Terimakasih buk." ia kembali ke ruang BK, dimana Jino masih duduk berseberangan dengan Zoni, yang sedang membuka ponselnya.

Ketemuan yuk Zon😊

Zoni meneguk salivanya, ia tidak yakin kalau akan menerima pesan seperti ini dari Frita, yang selama ini membuat dadanya berdebar.
Ia pun segera membalas chat Frita, setelah beberapa kali mengusap matanya.

"Pak, bapak mau memberi kami nasehat, atau main handphone sih?" tanya Aldri, yang sudah duduk di samping Jino. Zoni menghentikan aktivitasnya, ia melihat Jino dan Aldri, "sudah, kalian boleh pergi sekarang. Nanti latihan ya." pintah Zoni dengan nada suara melembut.

Jino dan Aldri bangkit, mereka keluar dari ruang yang pengap itu. Sementara Zoni membalas chat nya Frita.

Tling.

Frita yang mendapat notifikasi pada gadgetnya, segera membuka. Ia mengerutkan dahi saat melihat chat yang masuk.

Ketemu!

"Zoni mau ketemu? Kok tumben?" pertanyaan itu hadir di benak Frita. Karena biasanya Zoni tidaklah peduli jika dia sedang berdua di kantor ataupun tempat lain. Jangan kan untuk bicara, melihat saja dia enggan.
Frita membalas chat Zoni.

Dimana?

🎸🎸🎸

Jino tertawa, saat Aldri mengatakan apa yang barusan ia lakukan. "Kita ke poin yuk!" usul Jino, yang langsung di angguki Aldri.

Ditempat lain, Rean sedang duduk bersama Aya. Sembari membaca buku yang tersedia di perpustakaan. Aya terlihat asik dengan buku yang ia baca, sementara Rean hanya menggunakan buku untuk mengalihkan pandangannya, ketika Aya sedang melihatnya.

Sebenarnya Rean selalu mengamati wajah Aya sejak duduk di bangku perpustakaan. Sesekali ia tersenyum, mengagumi ciptaan tuhan yang sedang berada di sampingnya. Tanpa di sadari buku yang Aya baca terjatuh. Karena disenggol Erwin yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua.

Rean dan Aya bersamaan menunduk dan mengambil buku tersebut. Rean kembali memperhatikan Aya yang juga memperhatikannya, karena saat ini Rean memegang tangannya. Erwin tersenyum memperhatikan mereka, sebelum kembali melangkah.

"Aku rasa kita gak bisa jadi mak comblang Jin." tutur Aldri yang kecewa, karena Frita dan Zoni sama-sama bungkam saat mereka bertemu. Bahkan berakhir dengan keributan, karena mereka saling menuduh. Yang chat duluan itu bukan dia.

"Kita memang gak bisa jadi mak comblang, karena kita cowok. Kalo cowok bagusnya jadi pak comblang. Ayo, kit-" ucapan Jino terhenti saat melihat Aya dan Rean yang saling menjongkok, sembari tangan mereka bersentuhan.

"Oh, maaf." ujar Rean yang memang sengaja memegang tangannya Aya. Aya hanya tersenyum dan kembali duduk, membuka buku yang tadi dibacanya.

Aldri mengamati Jino yang berjalan lemas, sepertinya tenaganya di sedot habis oleh pemandangan barusan.
"Apa yang setan itu lakukan. Apa dia menyukai Aya juga, hem. Itu gak akan terjadi setan." ujar Aldri, sembari menuju perpustakaan.

Tbc.

Zoni

Zoni

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
You're My Soul (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang