Bab 23 aku akan tanggung jawab

210 26 0
                                    

Bel pertanda masuk telah berbunyi, semua murid berbaris seperti biasa, di halaman kantor guru. Mereka mendengarkan pengumuman dari kepala sekolah dan berakhir dengan seruan agar minggu depan semua anak 12 harus ikut mensupport duse di acara finalnya festival band.

Semua murid bersorak dan menyetujuinya, ada yang aneh dengan mereka. Jino takut pagi ini dia akan menjadi bahan sorotan karena insiden kemarin itu. Untungnya anak-anak bersikap biasa, seolah tidak terjadi apa-apa.

Setelah di cari alasannya, ternyata mereka tidak ingin Duse mengundurkan diri dari festival yang tinggal selangkah lagi. Tapi tidak dengan Rean, ia tetap akan menggagalkan duse di final ini. Dia tidak ingin Jino mengharumkan generasi cemerlang.

Tiga hari berlanjut, semua keadaan semakin membaik. Jino dan Livia tidak di pedulikan anak-anak, dan sejak kejadian itu Jino dan Livia selalu dekat. Kemanapun dan dimanapun, Livia selalu ada di samping Jino.

"Jin aku ketoilet sebentar ya." Livia berlari menuju toilet. Ia merasa mual dan tidak enak badan. Aya yang juga berada di toilet segera mendekati Livia yang sedang muntah. Aya memberikan minyak angin, Livia berterima kasih dan mengembalikannya setelah mengoleskan di seluruh perutnya.

"Kamu yakin cuma masuk angin?" Tanya Aya, ia merasa Livia tidak baik-baik saja dia juga menawarkan agar Livia ke UKS.

Di UKS Livia membaringkan tubuhnya, semoga saja rasa mualnya hilang jika di bawa tidur. "Ini, coba diminum." Mata Livia terbelalak saat Erwin menyuguhkan teh hangat ke arahnya.

"Kaget ya kenapa aku disini. Aku mendengarkan pembicaraan Aya sama Jino cs, kalau kamu sedang ada disini. Minumlah."

Livia meneguk teh itu, namun ekspresi wajahnya terihat asam setelah mereguknya. Karena teh yang Erwin berikan bukan teh manis, melainkan teh pahit. Yang katanya bisa menghilangkan rasa mual.

Sedetik, dua detik sampai ke empat detik, Erwin kembali bersuara "kau harus menggunakannya." Pintahnya sembari menyodorkan testpack.

"Aku rasa kamu mual bukan karena masuk angin, aku tau. Beberapa hari yang lalu kamu sudah seperti ini. Sebaiknya kita segera menikah, sebelum perutmu jelas."

Erwin dan Livia menoleh ke tenda yang terbuka. Jino, Aldri dan Dika datang menjenguk. Livia takut jika Jino mendengar semua obrolan Erwin dengannya.

"Sebelum perutmu jelas? Maksudnya?" Tanya Jino pada Erwin. Erwin hendak menjawab tapi keduluan Livia.

"Aku hamil Jin, jadi Erwin bilang kita harus segera menikah. Sebelum perutku terlihat jelas." Jino mundur dari brangkar pasien, kakinya menjadi kaku. Masa depannya pasti hancur kalau sudah seperti ini. Ibunya yang selalu membanggakannya pasti sangat marah dan malu oleh perbuatannya.

"Jino," panggil Livia membuat Erwin kesal dan meninggalkannya. Dia kecewa, kenapa Livia ingin sekali Jino yang bertanggung jawab. Ia berlari ke belakang sekolah, di tempat ini hampir tidak ada orang. Jadi dia melepaskan amarahnya disini.

Dika mencari Erwin, dia merasa ada yang Erwin sembunyikan dengan Livia. "Kemana dia. Sepertinya dia tadi kesini. Kok hilang."

Dika berdecih dan kembali melangkah menuju depan,
"Apa aku memang harus korbankan Jino, sementara anak itu tidak bersalah. Aish, sial. Kenapa aku begitu buruk, sehingga wanita yang aku cintai takut mendekatiku."

🎸🎸🎸

Aya kembali ke UKS, ia ingin tahu keadaan Livia.

"Aku akan tanggung jawab, karena aku yang merusakmu. Aku minta maaf."

Aldri mengangkat kedua alisnya, ia segera mengejar Aya yang pastinya mendengar ucapan Jino barusan.

Jino sempat menoleh, tapi tidak mempedulikan kenapa Aldri pergi. "Kamu maukan aku nikahi setelah festival itu selesai." Jino memegang kedua tangan Livia, ia menggangguk dan memeluk Jino. Maafkan aku Jino, aku mendapatkanmu dengan cara licik. Maafkan aku.

"Sudahlah jangan menangis, aku tidak akan lari dari tanggung jawabku. Kamu percayakan sama aku?"

"Iya, aku percaya."

"Gitu dong senyum." Jino kembali mendapatkan pelukan dari Livia.

Dalam hati, Jino merasa dirinya sangat buruk. Karena telah menghancurkan masa depan wanita. Dia juga berpikir bagaimana caranya untuk berkata kepada ibunya. Apa lagi sekarang dia masih sekolah, pasti dia akan di keluarkan jika menikah.

"Nanti malam kita bicara kepada orangtua kita. Kita harus bicara baik-baik agar mereka tidak syok. Papamu tidak sakit jantungkan?" Livia menggeleng.

Malamnya Jino mengajak Amel, ibunya ke rumah Livia. Di ruang tamu sudah ada Livia dan Lukman, setelah berbasa-basi Lukman bertanya apa sebenarnya yang ingin Jino dan Livia katakan. Dengan membaca Basmallah, Jino mengutarakan niatnya yang ingin menikahi Livia dua minggu yang akan datang.

Lukman mengerutkan dahi, sementara Amel tertawa dengan ucapan anaknya. "Jino, becanda kamu kelewatan deh. Kalian boleh nikah, tapi setelah kamu bekerja dan sudah bisa menafkahi Livia. Ibu gak melarang. Iya kan pak?"

Lukman mengangguk dan mendukung apa yang Amel katakan, "tapi kami gak bisa nunggu bu."

Amel memperhatikan anaknya yang sekarang terlihat serius, air matanya berlinang di bola matanya. Jino memeluk kedua kaki ibunya, sembari meminta maaf. "Maafin Jino bu, aku tidak bisa menjadi anak yang ibu banggakan. Aku khilaf, aku melakukan perbuatan yang tidak seharusnya aku lakukan bu."

"Jino, maksud kamu apa. Kamu-"

"Iya bu, aku melakukannya. Tapi di luar kesadaran aku."

Lukman segera bangkit dari duduknya, ia menarik Jino dari hadapan Amel.

"Kurang ajar." Lukman memukul Jino, Livia mencoba melerainya namun dia juga mendapat tamparan dari Lukman. Membuat Livia hilang kesadaran.

Tbc

.
.
.
Ada yang nyuruh Livia modar gak nih, dia keterlaluannya. Tega dia jadiin Jino tumbal.

You're My Soul (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang