Bab 22 apa yang terjadi

212 24 2
                                    

Matahari menukik turun perlahan, di padang ilalang sore ini, Jino sedang menyaksikannya bersama kedua sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Dika dan Aldri.

Meskipun baru pukul 17:10 wib. Namun matahari sudah tampak lelah berada di atas sana sehingga, dia mengundurkan diri dari bumi untuk tidur. Begitu juga dengan mood yang Jino rasakan, ingin rasanya ia menghilang dari atas bumi ini. Ia malu dengan perbuatannya yang telah melampaui batas.

"Apa kau yakin tidak mengingat semuanya?" Jino hanya menggeleng menjawab pertanyaan yang Aldri lontarkan. Yang ia ingat dia menyaksikan acara tiup lilin, dan menjawab pertanyaan Sera saat dia merasakan pusing yang amat sakit.

"Terus kenapa kamu dan gadis itu ada di kamar yang sama." Lanjut Dika, bukan hanya dia yang bingung dengan keadaan ini, Aldri pun merasakannya.

"Aku tidak tau. Aku juga tidak akan melakukan hal sekeji itu walaupun aku mencintai seseorang, aku tidak akan merusaknya. Apa lagi dia, dia temanku sejak kecil. Tidak mungkin aku melecehkannya."

Kedua lutut Jino jatuh ke rumput, ia merasa lemas dengan kejadian yang telah terjadi. Dia harus tanggung jawab dengan perbuatannya, meskipun rasa cinta tidak ada untuk Livia.

"Eh Jin," Dika menunduk, tidak dengan Aldri. Ia memikirkan sepupunya yang saat itu berlari meninggalkan apartement.

"Apa kamu merasakan sesuatu pada-" Dika menggantungkan ucapannya, berharap Jino mengerti.

"Aku tidak mendapatkan sesuatu yang aneh. Bahkan kalian lihat sendirikan aku dan Livia memakai pakaian yang lengkap.

"Kejadian ini memang aneh."

"Mungkin kamu di jebak Jin." Dika dan Jino menoleh ke Aldri yang menatapnya serius.

🎸🎸🎸

Di tempat lain, Rean sedang mendengarkan keluhan Sera. Ia gagal dalam rencananya, dan malah menguntungkan bagi orang lain. "Itu bukan salah aku Ser, itu karena keteledoran kamu. Aku hanya membawa semuanya saat lampunya sudah kamu matikan." Tukas Rean yang kesal karena Sera seperti menyalahkan dirinya.

"Ngapain juga kamu ke toilet dan mengurung diri di sana."

"Aku waktu itu mau buang air kecil, aku belum matiin lampunya. Dan gak mungkinlah Re, aku ngunci diri aku disana."

"Terserah, yang jadi korbannya siapa. Yang jelas Aya sudah kecewa besar kepada Jino. Misi aku berhasil dan kamu gagal bukan urusan aku lagi."

Sera menghentakan kakinya setelah Rean melinggalkannya.

🎸🎸🎸

"Lepasin, lepasin gak. Aku teriak nih." Bentak Livia saat Erwin memegang tangannya, ia menantap Livia penuh amarah. Ia memangku Livia masuk ke mobilnya, seharusnya tadi Livia di rumah saja. Biarkan bi Ratih yang berbelanja ke mall, "diamlah, aku hanya ingin bertanya." Erwin melarikam Livia dengan mobilnya. Membawa gadis itu ke rumahnya, kebetulan orangtuanya sedang keluar kota sehingga dia bisa leluasa di sini.

"Kamu mau ngapain?"

"Ceritakan, apa sebenarnya yang terjadi."

"Ceritakan apa, apa belum jelas dengan kejadian semalam. Bahkan semua anak 12 generasi melihatnya. Aku dan Ji-"

"Ceritakan," Hardik Erwin, ia memegang leher Livia yang mengakibatkan gadis malang ini sulit bernafas. Muka Erwin merah padam, ia sangat kesal kepada gadis yang ada di depannya.

"Le-pa-s." Erwin segera melepaskan tangannya.

"Maaf, aku tidak bermaksud-"

"Ini alasannya kenapa aku melakukannya. Kamu itu keras, bingal, tidak seperti Jino yang selalu lembut dan penurut. Aku tidak mau hidup dengan lelaki yang siap kapanpun akan membunuhku. Karena itu aku memilih Jino, yang jelas akan melindungiku." Ujarnya sembari memegang lehernya.

Erwin mendekati Livia dan mengelus pipi Livia yang terlihat tegang karena takut kalau Erwin akan mencekiknya lagi.

"Tenang sayang. Aku tidak akan menyakitimu. Terserah kalau kamu memilih Jino sebagai pendamping kamu. Aku rela. Tapi yang perlu kamu ingat dan pastinya akan kamu lakukan, jika kamu hamil. Dan anak itu seorang perempuan, maka kamu akan mencariku. Karena hanya aku yang bisa menikahkan anak itu kelak. Bukan Jino, dan saat itu. Bangkai yang kamu simpan akan tercium."

🎸🎸🎸

Aya sedang membolak balik jam pasir yang ada di meja belajarnya, kejadian semalam masih terlintas di pikirannya. Ia masih mengingat jelas apa yang Jino lakukan dengan Livia, Aya merasa jijik kepada Jino yang pernah singgah di hatinya. Seharusnya waktu itu dia hanya cukup mengagumi saja, tanpa meletakan perasaan lebih padanya. Mungkin dia tidak akan merasakan rasa sakit yang sesakit ini.

"Astaga, apa yang kalian lakukan. Kenapa berzina di apartementku!" Ujar Rean setelah menyalakan lampu kamar. Tanpa di sadari air mata Aya berjatuhan.

"Aya." Panggilan Jino tidak menghentikannya untuk pergi dari tempat itu.

"Ya Allah, kenapa aku harus mengingatnya lagi." Aya kembali menangis, ia tidak bisa menghilangkan kejadian itu. Rasa kecewa dan sakit hatinya terlalu mengguncang dirinya.

Ia tersentak saat sebuah tangan membelai rambutnya. "Aldri." Aya memeluk Aldri yang berdiri, sementara dia masih duduk dikursinya.

"Jangan menangis, jangan buang airmatamu Ay, semuanya belum jelas. Apa yang kita lihat belum tentu benar Ay." Aya melepaskan pelukannya, ia menatap Aldri tidak mengerti. Apa lagi yang tidak jelas, semuanya sudah jelas dan nyata.

"Kamu lihatkan, malam itu Jino dan Livia memakai pakaian mereka lengkap. Bahkan sabuk pinggang Jino tetap utuh, gak longgar."

"Bisa aja kan Al, mereka udah selesai dan tertidur karena kelelahan."

Aldri menggeleng, "aku yakin, Jino di jebak. Aku lebih mengenalnya di banding kamu, aku tahu Jino itu orangnya seperti apa."

Tbc.

.
.
Ayo tebak, Jino itu seperti apa?

Aku rasa Jino itu seperti Jinyoung deh mukanya.

Ya ampun thour kan elu yang milih si Jinyoung jadi cast halunya.

Hehehhe yuk share, vote, komen.

You're My Soul (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang