Bab 11 Kencan

224 28 0
                                    

Aya sedang menggoyang-goyangkan kakinya yang di baluti dengan sepatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aya sedang menggoyang-goyangkan kakinya yang di baluti dengan sepatu. Ia sedang duduk di tangga rumahnya menanti pujaan hati yang hendak menjemputnya. Ia tidak menyangka pindah ke Riau akan menemukan cinta pertamanya. Ya, Jino memang cinta pertama Aya, ini pertama kalinya ia menerima perasaan seseorang yang bersedia memberikan hati kepadanya.

Sebelum pindah ke sini, Aya juga sempat di dekati pria Jakarta. Namun ia selalu menolaknya, mungkin dia memang tidak tertarik pada mereka. Beda halnya dengan Jino, yang baru beberapa minggu ia kenali malah mengundang rasa cemburu saat ia melihatnya dengan yang lain.

"Selamat pagi honey." Sapa Jino di depan pagar rumah Aya, "selamat pagi beb." Aya segera bangkit, tidak lupa membuat bulan sabit di bibirnya. "Ma, aku pergi dulu. Assalamualaikum,"
Pamit Aya setengah berteriak, karena ibunya sedang berada di belakang.

Jino yang melihat hal ini menggeleng. "Gitu cara pamitnya orang Jakarta?" Ujarnya sembari menyerahkan helmet ke Aya. Aya hanya tersenyum, lalu bertengger di belakang Jino. "Lain kali pamit yang benar."

"Iya bawel, ah. Buruan, ntar telat." Aya mengingatkan.

"Asal jangan telat ke hati kamu aja yank." Aya tersenyum seraya memeluk Jino dari belakang.

🎸🎸🎸

Aldri sudah nongkrong di parkir bersama Dika, mereka selalu ada disini setiap pagi. Layaknya tukang parkir yang menanti pelanggan. Dari kejauhan ia melihat Zoni menghentikan motornya, ada seorang wanita yang ia boncengi. Setelah itu barulah Zoni menuju parkir para guru, yang tidak jauh dari tempat Aldri duduk.

"Wah, sepertinya bapak banyak kemajuan ya pak. Bu Frita lengket terus kayaknya."

"Kayak noda bandel pada pakaian ya Al." Sambung Dika yang menyikut Aldri.

"Sini kalian. Kalian barusan bilang Frita noda? Lari 10 putaran." Ujar Zoni tidak lupa menakuti muridnya dengan pandangan melotot.

"Sekarang pak?"

"Ya iyalah, masa abis lulus."

"Aku gak mau pak, soalnya yang bilang noda itu bukan aku, cuma Dika."

"Kalau gitu kamu bersihin toilet." Mendengar itu Aldri segera menyusul Dika yang sudah lima meter darinya.

"Kenapa tuh mereka. Baru pagi udah cari keringat." Jino langsung menangkap keberadaan dua sahabatnya yang sedang berlari.

"Pasti bikin ulah. Sayang aku kelas dulu ya, piket soalnya." Jino dan Aya bubar, mereka melakukan aktivitas  masing-masing.

"Gila tuh, pak Zo..ni, bel..um masuk u...dah di ka...sih sara...pan ka..yak gi..ni." Aldri mulai ngos-ngosan, ia memang tidak menyukai olahraga apalagi berlari yang membuat perutnya sakit sebelah.

Beda halnya dengan Dika, dia masih semangat 45 melarikan dirinya yang terlihat biasa saja, tidak ada napas yang tersengal. Sepertinya di tambah 10 putaran lagi itu anak masih mampu. Secara dia setiap hari melakukan hal ini sebelum latihan basketnya.

"Udah ketangkap malingnya?" Itu Jino, ia menghampiri kedua sahabatnya dengan membawakan dua botol mineral.

"Ngeledek," Aldri segera menangkap satu botol yang baru saja di lempar Jino ke arahnya. Ia segera meneguknya sampai separoh.

Jino merangkul keduanya, mereka berjalan perlahan menuju barisan, karena bel baru saja berbunyi.

Sorenya Jino mengajak Aya ketaman, berbagai bunga ada di dalamnya. Aromanya menyemerbak saat di terpa angin yang lewat. Dahan, ranting serta bunganya bergoyang-goyang mengikuti arah angin yang mempermainkannya.

Bukan hanya Jino dan Aya mengisi taman ini, beberapa keluarga juga hadir menikmati ciptaan tuhan yang tidak pernah membuat hambanya berhenti untuk bersyukur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukan hanya Jino dan Aya mengisi taman ini, beberapa keluarga juga hadir menikmati ciptaan tuhan yang tidak pernah membuat hambanya berhenti untuk bersyukur.

"Indah sekali taman ini Jin," Aya mulai duduk di bangku taman yang sengaja di sediakan oleh  walikota. Jino hanya tersenyum sembari memperhatikan air yang berjatuhan di parit taman yang juga menambah sejuknya suasana. "Ada tempat yang lebih bagus dari ini Ay."

Aya menghentikan aksinya yang tengah menikmati ice cream, ia menoleh ke Jino yang sekarang meletakkan kedua tangannya ke belakang. "Dimana? Ayo kesana!" Aya berseru ingin melihat karya seni Allah lainnya.

"Boleh Ay, tapi malam hari. Kalau gak malam, kamu tidak akan mengetahui rahasianya." Kini Jino ikut duduk di samping Aya.

"Kenapa malam, jangan-jangan kamu mau ngajak aku ke kamar ya." Jino menggeleng, ia mengatakan Aya terlalu negatif. Jino tidak akan melakukan hal yang tidak wajar kepada pacarnya, karena dia ingin melindungi bukan merusaknya.

Jino menarik kedua tangan Aya, sang empu tersipu menerima tatapannya. "Aku gak nyangka, kalau aku memiliki bidadari secantik ini di dunia."

Tanpa di undang senyuman Aya merekah, "aku ingin kamu menjadi bidadariku di dunia dan di akhirat Ay."

"Aku juga Jin, kamu jangan berubah ya."

"Iya sayang." Jino menunduk sembari mengangkat tangan Aya yang masih memegang ice cream, Aya mengira Jino akan mencium tangannya lagi, ternyata malah memakan ice creamnya yang sudah mulai meleleh.

Sejak Jino duduk dikursi yang namanya seorang kekasih. Ia melakukan pekerjaannya dengan baik, setiap hari ia mengantar jemput  wanitanya. Menemaninya di sekolah dan luar sekolah, membantu mengerjakan tugas sekolah baik itu tentang kebersihan maupun belajar. Dimalam hari Jino juga selalu menemani Aya tidur, dengan cara menelfonnya sampai tertidur.

"Good night  baby. Have a nice dream." Ujar Jino setelah mendengar dengkuran Aya di seberang sana.

TBC.

You're My Soul (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang