Bab 25 Nikah

193 16 3
                                    

"Lepasin," teriak Livia.

Erwin melepaskan tangannya dari Livia. "Ayo pulang, nanti anak kita kenapa-napa." Erwin kembali memegang tangan Livia, namun di tepisnya.

"Ini anak aku bukan anak kamu."

"Kamu sadar dong, aku yang melakukan itu sama kamu. Bukan Jino,"

Erwin membiarkan Livia kembali ke tempat semula bersamaan penampilan duse usai. Acara demi acara terus berlangsung. Sampailah pada saatnya pengumuman pemenang festival.

"Oke para hadirin semuanya, saya akan bacakan sekolah mana saja yang berhasil mendapat juara."

Semua yang hadir menajamkan pendengaran mereka, saling berharap mereka yang berada di nomer satu.

"Juara ketiga jatuh ke pada..

Sma Swasta Darma..." tepuk tangan yang meriah mengiringi anggota band menuju pentas.

"Juara kedua jatuh kepada... Smk Berjaya.."

"Aku harap sekolah kita yang terpanggil sekarang." Frita mengangguki ucapan Zoni yang pokus ke pentas.

"Juara pertama ternyata berhasil di raih..

oleh..

Sma

Ge

Ne

Ra

Si

Ce-mer-laaaang.."

Aldri menarik tangannya ke samping sembari mengatakan yess. Sementara Jino menempelkan kedua telapak tangannya ke wajahnya sembari berucap.

"Alhamdulillah."

Keesokan harinya, Jino tidak kesekolah. Ia menemani Livia ke mall mencari pakaian untuk pernikahan, dan juga cincin yang akan di jadikan sebagai tanda ikatan kalau Livia tidak bisa lagi di ganggu karena sudah ada yang punya.

Baju pernikahan sedang di coba Livia di ruang ganti, ia tersenyum melihat dirinya yang semakin cantik memakai gaun ini. "Kamu kok gak cobain?" Ujar Livia saat keluar dari ruang ganti.

"Bagaimana yang ini, bagus gak?" Jino mengacungkan jempolnya, Livia mendekati Jino yang terlihat lemas. Ia tahu, kalau Jino kecewa, tapi bagaimana lagi. Jika dia tidak melakukan ini, dia akan kehilangan Jino seumur hidupnya.

Jino pasti tidak lagi ada untuk memperhatikannya jika dia sudah menikah dengan Erwin. "Cobain dong." Desak Livia membuat Jino bangkit menuju ruang ganti. Beberapa menit Jino keluar dar ruang ganti, ia terlihat tampan memakai pakaiannya meskipun senyuman Jino tidak hadir. Namun bagi Livia, itu tidak mengapa, asalkan mereka bisa bersatu.

🎸🎸🎸

Aldri baru keluar dari ruang guru. Ia mengurus kepindahannya yang akan pergi tiga hari lagi dari generasi menuju sekolah barunya. Aya mendekat dan bertanya apa yang Jino lakukan setelah ini.

Aldri memberi tahu kalau Jino akan tetap melanjutkan sekolahnya ke Jakarta, dan hari ini Jino menemani Livia ke mall untuk mencari keperluan yang harus di gunakan pada acara pernikahannya.

Aya menghela nafasnya, ia kembali mengingat Jino sewaktu dia memberikan cincin dari tutup kaleng minuman soda. "Sepertinya aku harus melupakan Jino ya Al, untuk apa lagi aku memikirkan dia. Sementara dia sudah ada yang memiliki."

🎸🎸🎸

"Jin," Jino mengalihkan pandangannya ke Livia yang sedang menatapnya.

"Kamu kenapa si, aku nanya. Cincin yang bagus untuk kita yang modelnya biasa atau gimana?" Jino mencoba melihat beberapa cincin yang terpajang di dalam etalase. Mulai dari perak sampai emas tersedia disana, begitupun dengan modelnya.

"Coba yang itu." Tunjuk Jino pada penjaga tokoh, ia menerimanya dan memberikan ke Livia. Cincin yang berbentuk sederhana namun terlihat istimewa karena sebuah permata bertengger di tengah cincin itu.

"Pake-in dong." Rengek Livia, Jino menyarungkan benda bulat itu ke jari manis Livia.

Seharusnya aku melakukan ini ke tanganmu Ay, tapi ternyata takdirku berkata lain. Aku harus menikahi dan menghabiskan hidupku bersama wanita yang tidak aku cintai.

"Kami ambil ini ya," Livia memberikan cincin itu kepada penjaga toko dan menerimanya kembali setelah di bungkus.

🎸🎸🎸

Jino memberikan undangan pernikahannya kepada guru dan beberapa teman-temannya. Satu lagi undangan yang belum ia berikan atas nama Adira Kayana. Ia ragu akan melakukan hal ini.

"Cukuplah Aya kecewa, jangan lagi ia terluka. Aku tidak mau menyakitinya lebih dalam lagi."

Jino membuang undangan itu ke tong sampah yang ada di dekatnya. Tanpa dia sadari Aya sedang berdiri di belakangnya, ia mendekati tong sampah setelah Jino berlalu. Di lihatnya surat undangan atas nama Jino & Livia.

"Kenapa dia tidak memberikannya padaku." Gumam Aya seraya menyimpan undangan ke dalam tasnya.

"Kita datang ya. Nanti aku jemput."

Itu Rean, ia juga menerima undangan Jino.

"Aku belum tau, soalnya nanti malam di rumahku ada acara arisan. Minggu lalu mama yang dapat. Kamu sama Erwin aja perginya." Balas Aya dan berlalu dari Rean yang menarik bibirnya ke samping kanan.

Sementara Erwin tidak lagi berada di sekolah, ia langsung cabut setelah mendapatkan undangan dari Jino. "Aku harus gagalkan pernikahan ini. Ini tidak boleh terjadi." Kesalnya melarikan motornya secepat mungkin.

🎸🎸🎸

Kediaman Livia terlihat ramai, rumahnya di penuhi cahaya lampu yang berkedip di gerbang rumah. Tamu undangan sudah ada yang datang, seperti Dika, Aldri, Zoni, Rean dan Frita. Mereka sedang duduk di kursi sembari menikmati makanan yang di berikan oleh pelayan.

Livia sedang di dandani oleh penata rias yang terbaik di kotanya. Sedari tadi Livia tidak pernah lepas dari senyumannya, kecuali saat ini. Ia tidak sengaja melihat raut wajah Jino dari cermin, lelaki itu terlihat murung. Namun tetap menuruti apa yang dikatakan perias kepadanya. Saat disuruh menunduk, ia langsung menunduk.
.
.
Semua orang sedang duduk di tempat yang telah disediakan, Rean sudah tidak sabar. Ia ingin pernikahan ini segera selesai, penghulu menyuruh Lukman mengulurkan tangannya diatas mas kawin, di sambut Jino dari seberang. Mereka sedang bersalaman, Lukman segera membacakan hafalan yang sudah ia hafal beberapa waktu yang lalu.

Erwin yang berada di jalan memencet klakson mobilnya beberapa kali. Di saat genting seperti ini, ia malah terjebak macet.

"Oi bung, sabar kenapa sih. Brisik lu."

Erwin mendapat teguran dari pengemudi yang ada di sebelahnya. "Hah," Erwin menghela napasnya. Ia mematikan mesin mobilnya dan keluar dari sana. Berlari secepatnya, menerobos satu persatu mobil yang sedang berhenti menanti lampu hijau.

"Saudara Jino Resvano bin Juna Resvano, saya nikah dan kawinkan engkau. Dengan putri saya, Livia Pristiani binti Lukman Hanafi dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang lima puluh juta rupiah di bayar tunai."

Lukman memberikan gerakan pada tangannya saat mengatakan tunai.

"Saya terima nik-"

"Tunggu.."


Tbc.

Ayo tebak siapa yang bersuara barusan?

Authour sengaja mengulur waktu ni, biar reader penasaran dan terpaksa lanjut membaca chapter berikutnya.

Jangan lupa di share ke teman-temannya yang hobi baca ya. Makasih.. muah, muah, muah..

You're My Soul (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang