Bab 27 Balikkan

191 15 0
                                    

Dengan terpaksa Aya meninggalkan sekolah, ia tidak menemukan Dika. Karena orang yang bersangkutan sedang lomba di sekolah lain.

Aya menghentikan ojek yang lewat dan memintanya di antar ke rumah Aldri. Sebenarnya dia bisa saja menelpon Jino langsung, untuk menanyakan rumah ataupun menyampaikan maksudnya. Tapi ia tidak tahu memulainya dengan apa.

Sesampainya di kediaman Aldri, ia memberikan ongkos kepada tukang ojek. Dan mendekati pintu pagar bibinya, namun sepertinya rumah ini sedang sendirian, tanpa penghuni.

Tok, tok, tok..

Aya mulai mengetuk pintu sembari mengucapkan salam, namun tidak ada sahutan dari dalam. Ia kembali mengetuk pintu berwarna putih itu, kali ini lebih keras dari sebelumnya. Bisa di bilang ia sedang menggedor pintu rumah Aldri.

"Aduh kemana sih semuanya. Kok gak ada yang keluar." Aya semakin kesal dan menempelkan kedua tangannya di depan kaca, seraya memperhatikan isi rumah di balik kaca jendela.

"Gak ada yang istimewa disana. Ngapain kamu disini, bukannya sekolah malah kesini." Teguran Aldri membuat Aya berbalik dari jendela ke belakang, di mana Aldri sedang mengambil kunci di bawah salah satu pas bunga yang berjajar di teras rumahnya.

"Kamu darimana aja, aku telpon gak di angkat. Coba aja tadi kamu angkat pasti aku gak akan bolos dan berada disini." Aya mengikuti Aldri ke atas dan keluar dari kamar Aldri.

Aya memperhatikan jalan yang terlihat jelas dari lobi kamar Aldri. "Handpone aku lagi di charger. Karena bosan di rumah, aku pergi keliling sebelum pergi dari sini. Memangnya ada perlu apa?"

"Aku mau ketemu Jino, tapi aku tidak tau rumahnya dimana.

Dia gak jadi nikah kan semalam?

Kamu maukan nemanin aku ke rumahnya."

"Kenapa gak kamu aja yang pergi, aku capek nih. Mau tidur. Lagian aku cuma punya waktu dua hari untuk molor."

Aya meneteskan airmatanya, ingin rasanya ia menahan Jino untuk tidak pergi. Namun, apa pantas dia menahannya. Sedangkan dia bukanlah siapa-siapanya.

"Iya, iya aku temanin jangan nangis dong." Ujar Aldri yang merasa simpati kepada sepupunya.

Aya mengalihkan pandangannya ke Aldri yang memperhatikannya penuh rasa iba, meskipun sebenarnya dia menangis bukan karena Aldri tidak mau menemaninya kerumah Jino, namun ia memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin.

"Benarkah?" Aldri mengangguk.

🎸🎸🎸

Jino sedang tiduran di kamarnya, ia menggeleng saat mengingat Aya mendorongnya tadi pagi. Dalam pikirannya, mungkin ia harus menjauhi Aya agar wanita itu tidak lagi ia sakiti. Apa lagi sekarang dirinya akan meninggalkan kota kelahirannya demi mencapai cita-citanya.

"Sebaiknya aku tidur, agar otakku bisa beristirahat." Ujarnya sembari meletakan sebuah buku yang tadi dibacanya ke atas wajahnya.

"Ayo ketuk!" Pintah Aldri saat dirinya dan Aya sudah berada di depan pintu rumah Jino.

"Kamu aja." Tolak Aya.

"Siapa yang berkepentingan. Kalo gak mau ya sudah, aku cabut." Ancam Aldri yang suka membuat Aya kesal.

Entah kutukan apa yang diberikan tuhan kepada Aya, sehingga dia harus memiliki kakak sepupu seperti Aldri yang sangat membuatnya kesal dan suka mengutuknya di dalam hati.

Deritan pintu terdengar saat ditarik, seorang wanita sedang tersenyum menyapa Aya dan Aldri. "Siang tante. Jinonya ada gak, tan." Sapa Aldri kepada Amel.

"Ada, tadi di kamar. Masuk dulu yuk, tante panggilin Jino dulu."

"Ibu Jino tuh." Bisik Aldri ke Aya sembari berjalan menuju ruang tamu. Sementara Amel sudah menginjak anak tangga menuju kamar Jino.

Amel menggeleng saat melihat Jino tertidur pulas di balik buku. Kebiasaan ini sepertinya tidak bisa hilang oleh anaknya. Dia selalu tidur menggunakan benda untuk menutupi wajahnya.

"Jino, bangun.

Jino,

hei, bangun."

Jino perlahan membuka matanya, ia mengucek matanya pelan. Setelah itu ia menyipitkan matanya karena masih ngantuk.

"Ada apa bu?" Jino mulai duduk sembari merenggangkan kedua tangannya.

"Ada Aldri di bawah. Dia bawa pacarnya kesini."

Jino membuat gelombang pada dahinya, setahunya Aldri masih jomblo akut, belum pernah melepaskan statusnya dari jomblo menjadi pacaran.

Karena penasaran Jino turun dan tentunya setelah mencuci mukanya di kamar mandi. Ia menghampiri ruang tamu dimana Aldri dan ibunya sedang mengobrol.

Raut wajah Jino berubah, setelah melihat Aya di samping Aldri.

"Duduk dong." Jino duduk di samping ibunya, setelah mendapat aba-aba dari wanita yang selama ini selalu menyayanginya.

"Cantik ya pacarnya Aldri." Refleks Aldri tersedak karena minuman yang baru saja ingin ia teguk.

"Buk-bukan tante. Uhuk, uhuk." Sela Aldri masih dengan sisa batuknya.

"Dia ini sepupu aku tan, maksud kedatangan kami kemari. Ingin melamar Jino anak tante menjadi pacarnya Aya, adik sepupu aku."

Amel tertawa lepas mendengar apa yang Aldri katakan barusan, anak ini selalu membuatnya tertawa kalau sudah berkunjung ke rumahnya. Sedangkan Jino hanya tersenyum simpul, sembari memperhatikan Aya yang mendorong bahu Aldri karena malu.

Setelah berbasa-basi Amel undur diri dari mereka. Ia harus kebutik lagi untuk menyapa pelanggannya agar tidak kecewa.

"Aku ke toilet dulu ya." Pamit Aldri setelah Amel melaju dengan motor maticnya.

Kini di ruang tamu hanya ada Jino dan Aya, mereka saling terdiam dan tidak tahu mau mengatakan apa. Aya menyambar gelasnya dan meneguknya untuk menghilangkan rasa canggung yang ia rasakan.

"Kamu kok gak di sekolah." Jino melirik jam tangannya yang menunjukan angka 13:00 wib.

"Aku gak nyaman disana. Aku kesini ingin minta maaf sama kamu, atas sikapku tadi pagi. Aku udah kasar sama kamu, soalnya aku tidak mau. Di bilang pelakor." Jino tersenyum mendengar penjelasan gadis yang ada di depannya.

"Aku gak jadi nikah kok Ay, aku hanya di jebak. O ya, kamu sama Rean sepertinya lengket sekarang ya. Udah jadian?"

"Aku hanya temanan sama dia, gak ada hubungan apa-apa. Sama seperti dulu waktu kamu salah paham. Dan masalah poto itu, aku tidak tau siapa yang mengambilnya. Tapi yang jelas waktu itu aku sedang syok."

"Iya aku tau. Aldri juga menjelaskannya sebelum aku di jebak. Tapi setelah aku mau mendekatimu aku malah masuk perangkap."

Aldri menghentikan langkahnya yang sudah berada beberapa meter dari ruang tamu. Ia melihat Jino sedang mendekati Aya, sembari bersimpuh di lantai.

"Apa boleh mengulangi lagi? Memperbaiki yang rusak, menyambung yang terputus, menulis lagi yang terlanjur terhapus?"

Aya mengangguk, ia menerima Jino kembali sebagai pacarnya. Namun Jino kembali murung di bawah sana. Ia ingat kalau dirinya hanya dua hari lagi disini, itu terlalu singkat untuk menemani Aya. Dia ingin selalu bersama wanita ini sepanjang hari.

"Sudahlah, aku bisa kok nungguin kamu kembali." Aya paham betul apa yang ada di pikiran Jino saat ini.

Sepertinya hal-hal yang baik pasti datang terlambat ya reader.

Jangan lupa di save and share ya. Trims.

Tbc.

You're My Soul (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang