Bab 28 Berpisah

178 15 0
                                    

Jino sedang menanti bakso yang sedang di bakar oleh penjualnya. Sementara Aya memainkan gadget di dekat motor Jino. Malam ini mereka kembali berkencan, mereka ingin melakukan hal-hal yang indah sebelum berpisah dan melakukan hubungan jarak jauh, yang belum pasti bisa mereka pertahankan.

Setelah menerima beberapa bakso bakar Jino menghampiri Aya dan motornya, ia melaju menuju sebuah tempat yang belum sempat Jino datangi. Meskipun dari dulu ia berniat ingin membawa Aya ke tempat tersebut. Tempat yang menurut Jino paling indah di daerahnya, Jino menghentikan motornya di sebuah pagar tembok yang luas.

Ia turun dan membuka gembok pintu, lalu kembali naik ke CBRnya memasuki pagar tembok.
Setelah melarikan motornya Jino kembali menutup pintu pagar.

Suasana di dalam begitu gelap, membuat Aya bergidik. Jino menyalakan senter gadgetnya dan menuntun Aya ke sebuah bangku panjang yang ada di taman.

"Gelap banget Jin, apa ini kamu bilang indah. Kalau cari pemandangan gelap seperti ini. Gak usah jauh-jauh, di gudang aku juga bisa." Tanpa sepengetahuan Aya, Jino tersenyum lebar.

"Tunggu ya, aku akan perlihatkan ke indahan taman ini." Pinta Jino, seraya meninggalkan Aya dari bangku, dan mulai menyentu bunga yang ada di sekitarnya.

Aya membuka mulutnya melihat cahaya berterbangan. Bukan hanya dua, dan tiga. Semakin Jino menyentuh tumbuhan taman, maka semakin banyak cahaya yang berterbangan.

"Amazing, ya Allah indahnya." Teriak Aya antusias dari bangku taman. Jino segera membawanya ke tempat yang menghasilkan cahaya. "Coba lah." Ujarnya, ia mengarahkan tangan Aya ke bunga dimana kunang-kunang sedang bertengger dan akan terbang jika tersentuh.

Suasana taman yang semulanya gelap gulita, kini menjelma jadi taman yang memiliki cahaya dimana-mana.

Aya masih asik dengan kunang-kunang yang berterbangan. Ia tidak tahu kalau Jino menghampirinya. "Ini, buat kamu Ay."

Aya melihat dua kunang-kunang di dalam telapak tangan Jino. "Ini, di dalam tas aku ada botol kaca, tolong ambilin." Aya segera merogoh tas selempang yang Jino gunakan. Ia membuka tutup botol kaca dan kembali menutupnya setelah kunang-kunang berada di dalam botol.

"Kamu simpan ya, itu kamu dan ini aku." Tunjuk Jino ke kunang-kunang yang sudah terperangkap di botol.

"Mereka tidak bisa terpisah meskipun dalam kurungan."

🎸🎸🎸

"Ini sebenarnya taman apaan? Kok di gembok." Tanya Aya saat keluar dari taman.

"Ini taman keluarga ku Ay. Ayahku yang menemukan tempat ini, lalu ia membelinya dan memagarnya agar orang lain tidak melihat dan memusnahkannya."

"Apa ini?"

Tanya Aya, setelah menerima kunci dari Jino.

"Pegang, itu kunci buat kamu. Kamu bisa kesini jika aku belum kembali dan kapanpun kamu mau. Kamu bisa kesini. Sekarang taman ini jadi tamanmu juga. Tapi, jangan bawa lelaki lain kemari."

Jino sampai di depan rumah Aya, ia menahan Aya sebelum masuk. Aya memperhatikan Jino yang juga memperhatikannya.
Wajah mereka perlahan mendekat, dan

cup..

Sentuhan lembut dibibir Aya dapat ia rasakan. Ia meresponnya dan membiarkan ciuman ini berdurasi kurang lebih lima menit.

"Mulai malam ini, sepertinya aku tidur pakai kacamata deh Yank." Ujar Jino setelah melepaskan bibirnya dari bibir Aya.

"Kenapa?" Tanya Aya heran.

"Biar gak buram mimpiin kamu nya," Aya tersipu mendengar jawaban Jino.

"Udah pulang sana, hati-hati ya."

🎸🎸🎸

Hari demi hari berganti, kini saatnya Aya dan Jino harus berpisah. Ia sedang berada di bandara Sultan Syarif Kasim XII, melepas kepergian duse. Disini ada Amel, Aya, Zoni dan Dika. Jino melepaskan pelukan ibunya dan mendengar nasehat Amel, ia mengangguk dan mencium dahi ibunya.

Sekarang saatnya Aya yang memeluk Jino, ia mendengar bisikan Jino agar sabar menunggunya kembali.

"Iya, aku akan  jaga hati aku buat kamu. Aku minta kamu jaga hati kamu juga untuk aku, ya. Meskipun disana banyak wanita yang lebih cantik dari aku"

Jino tersenyum dan kembali memeluk Aya.

Jino berjalan meninggalkan Aya di luar bandara. Perlahan tubuh Aya menghilang dari pandangannya. Sekarang rasa sedih karena berpisah dari ibu dan pacarnya berubah menjadi takut saat melihat pesawat yang hendak ia naiki. Seumur hidup, Jino belum pernah masuk ke burung raksasa ini. Bukan hanya dia yang takut, Aldri juga merasakan gemetar pada kakinya saat menginjak tangga pesawat.

Mereka menuju kursi yang sesuai dengan petunjuk. Syukurnya mereka sebangku, pesawat mulai lepas landas. Jino dan Aldri saling menutup mata mereka, tidak lupa berpegangan pada kursi. Setelah pesawat di atas, mereka masih berdoa di dalam hati dengan mata terpejam.

"Minumannya bang."

Jino membuka matanya bersama Aldri saat suara pramugari menyapanya, menawarkan minuman.

"Gratis?" Tanya Aldri, ia langsung menyambar satu gelas di atas nampan setelah di angguki pramugari.

Setelah sampai di bandara Soekarno Hatta, Jino dan Aldri saling mendongak mencari Daniel, orang yang di utus dari pihak star'school untuk menjemput mereka.

"Mana ini si Daniel. Gak ada yang wajahnya seperti di poto." Tukas Jino sembari memperhatikan beberapa lelaki yang sedang berdiri di luar bandara.

.
.

"Apa kalian duse?"

Jino dan Aldri berbalik, mereka memperhatikan seorang lelaki sedang berdiri tersenyum lebar ke mereka. Kacamata hitam yang ia pakai sedikit melorot di hidungnya yang pesek.

"Bapak siapa ya?" Tanya Aldri sembari memegang dagunya, seraya menilai penampilan lelaki yang ada di depannya.

"Aku Daniel. Orang yang bertugas menjemput kalian."

"Daniel." Jawab Aldri, sementara Jino kembali membuka pola gadgetnya dan memperhatikan poto yang ada di dalam sana.

"Be-da." Ujar Jino, seraya menunjukan poto yang ada di smartphone nya.

Daniel terkekeh, "beda apanya, sentuhnya itu dua kali." Ia menyentuh poto yang ada di gadget Jino, dan muncullah wajahnya. Hal ini membuat Aldri dan Jino kaget.

"Tuh kan sama." Ujarnya seraya memperbaiki kacamatanya yang selalu melorot.

Aldri dan Jino mengikuti Daniel yang berjalan menuju mobil yang ia parkir. Sebelum masuk Aldri berbisik.

"Laki-laki ini manusia gagal sinkron, nama sama wajahnya tidak serasi. Mungkin saat di sinkron jaringannya jelek ataupun paketnya habis, jadinya kayak gitu." Jino tersenyum dan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, menyuruh Aldri untuk diam.

Tbc.

Simak terus ya kisahnya duse di Jakarta.

You're My Soul (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang