Komen inline seandainya ada typo ya gaes.
Thankyou._____________
Lintang baru saja melewati gerbang sekolah saat seseorang muncul merangkulnya dengan semangat.
"Lintang," serunya keras sengaja agar Lintang terkejut.
Lintang memang terkejut, tapi tak nampak sedikit pun raut itu diwajahnya. Yang ada kini ia nampak kesal. Ia buang rangkulan itu dari bahunya lalu menampar lengan Alfin sekerasnya.
"Aawh," keluh Alfin mengelus lengannya yang kini terasa pedas.
Lintang menatapnya saja, kini merasa sedikit lebih baik setelah melampiaskan kekesalannya. Lalu kembali berjalan. Alfin tertawa kemudian menyusulnya.
"Ini," katanya menyodorkan botol minum berwarna abu-abu padanya.
Lintang meliriknya, mengernyit tak mengerti.
"Dari ibuku," jelas Alfin tersenyum.
Bukannya mengerti, Lintang justru semakin heran. Kenapa ibunya Alfin memberikan itu padanya? Sedangkan mereka saja belum pernah bertemu. Lagi pula ia dan Alfin tidak dekat.
"Begini...," kata Alfin tahu kalau itu membuat Lintang bingung. "Ibuku penasaran seperti apa teman-temanku, jadi dia buatkan minuman ini dan menyuruhku memberikannya pada teman semejaku," jelasnya.
Lintang menghela nafas dan akhirnya menerima botol itu.
"Itu jus sirsak," kata Alfin lagi.
Lintang mengangguk.
"Thanks," katanya.Alfin juga mengangguk dan lalu tersenyum.
"Kau harusnya bilang pada ibumu kalau di kelas kita, duduk satu meja tidak berarti berteman dekat," gumam Lintang.
Alfin manggut-manggut saja tak begitu peduli.
"Kalau begini, sepertinya ibumu jadi salah sasaran. Kurasa ia berniat memberikan ini pada teman dekatmu," kata Lintang.
Lalu sesaat kemudian menyodorkan kembali botol itu pada Alfin.
"Kau mau memberikannya pada Andi atau Egha saja?" tawar Lintang.Alfin menatapnya sebentar lalu menggeleng.
"Dia bilang itu untuk teman semejaku," kata Alfin mendorong botol itu lagi pada Lintang."Tch," Lintang berdecak agak kesal. Ia hanya merasa pemberian ini tidak seharusnya untuk dirinya. Rasanya seperti menerima sesuatu yang bukan haknya.
"Lagi pula... Cepat atau lambat kita juga akan jadi akrab," kata Alfin tersenyum menatap Lintang penuh arti.
Lintang meliriknya dingin. Seolah matanya meneriakkan kata "jangan mimpi" pada Alfin dengan tegas.
"Hey! Yang benar saja," protes Alfin. "Kita akan duduk semeja selama satu tahun. Aku bisa mati membeku kalau kau terus sedingin itu padaku," keluh Alfin. "Bisakah kau melunak sedikiiit saja?" tanya Alfin mengisyaratkan kata sedikit itu dengan picingan jarinya.
Lintang mengalihkan matanya, mengerti apa kegundahan Alfin. Nampaknya Alfin pun merasakan tekanan yang tak jauh beda dengan yang ia rasakan saat pertama kali tahu Pak Irwan menjadikan mereka duduk satu meja. Watak mereka terlalu kontras untuk disandingkan. Rasanya seperti mendapat siksaan saja.
"Bisa, kalau kau tidak banyak bicara dan sedikit lebih tenang," jawab Lintang kemudian.
Alfin sedikit terkejut. Tak mengira kalau Lintang akan mengatakan "bisa". Manggut-manggut mengerti, juga menyetujui persyaratan itu.
Namun tak lama kemudian mengeluh penuh frustasi.
"Aaargh... Aku benar-benar tak habis pikir, kenapa Pak Irwan menjadikan kita satu meja," katanya mengacak-acak rambutnya sendiri dengan gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas A [End]
Teen FictionVlo mendapat kejutan luar biasa di tahun ajaran baru. Ia dipindahkan ke kelas unggulan yang misterius yang bahkan tempatnya di sendirikan dari kelas lain. Kelas yang penghuninya saja tidak diketahui bagaimana bentuk dan rupanya. Dan sekolah tak pern...