27

37.8K 4.1K 119
                                    

"Kau mau ke kantin?" tanya Lintang saat melihat Vlo bangkit dari kursinya.

Vlo tersenyum dan mengangguk.

"Mau kubawakan sesuatu?" tawar Vlo.

Lintang menggeleng. "Pergilah!" katanya.

Vlo tersenyum dan mengangguk lalu pergi.

Lintang mencuri pandang untuk melihat Egha sebelum kembali menghadap depan. Laki-laki itu tengah makan dalam diam. Sejak hari itu dia lebih diam. Lintang benar-benar tak menyangka, baik Alfin ataupun Egha keduanya berisik tapi lebih mengganggu pikirannya saat mereka diam.

Lintang memutar duduk, sekilas bisa melihat Alfin tengah menatap Egha juga. Kelihatan kesal, Lintang menghela nafas lalu memukul lengannya pelan. Membuat Alfin terkejut dan lalu menatapnya.

"Ada apa dengan kalian? Kalian marahan?" tanya Lintang pelan, membuka bekalnya dan lalu mulai makan.

"Tidak," jawab Alfin. "Aku hanya sedikit kesal dengan sikapnya," jelas Alfin menghadap ke depan juga, bicara agak pelan tidak ingin Egha bisa mendengarnya.

"Bukan karena  Vlo menyukainya?" tanya Lintang memasukkan satu suapan.

Alfin menggeleng.
"Aku tidak seegois itu," jawab Alfin.

Lintang tersenyum sengit. "Lalu kenapa?" tanya Lintang selanjutnya.

Entah kenapa Alfin tak langsung menjawabnya. Menatap Lintang dengan aneh. Lintang menyadarinya dan lalu balas menatap Alfin dengan bingung.

"Sekarang kau banyak tanya ya," komentar Alfin.

Lintang menatapnya dingin. Dipikir-pikir benar juga yang dikatakan Alfin. Dan sekarang ia jadi muak pada dirinya sendiri. Wah sepertinya tujuan Pak Irwan mulai terwujud.

"Terima kasih sudah mengingatkan," kata Lintang kini kembali pada bekalnya.

Alfin tertawa cukup senang bahkan terpingkal hingga sulit untuk berhenti.

"Diamlah!" kata Lintang jadi kesal.

Alfin mencoba sebisanya untuk berhenti, memegangi perutnya yang mulai terasa pegal. Setelah beberapa saat akhirnya berhasil juga. Dia pun kembali pada bekalnya.

"Kau nanti jadi ke rumahku, kan?" tanya Alfin kemudian.

Lintang seketika terpaku, berhenti dari aktifitasnya. Lalu mengernyit menatap Alfin.

"Memangnya siapa bilang aku akan datang?" tanya Lintang menatapnya sinis.

"A-apa? Lalu bagaimana dengan ibuku?" tanya Alfin bingung.

Lintang kembali makan. "Lakukan saja seperti biasanya!" jawabnya.

"Melakukan apa maksudmu?"

"-Diam-. Biasanya juga kau lebih banyak diam kalau sedang di rumah. Iya kan?" jawab Lintang.

Alfin tertegun menatap Lintang. Ia menelan makanan di mulutnya dengan susah payah. Tengah heran dari mana Lintang tahu. Ia lalu mengerutkan dahi menatap Lintang lebih serius, lalu mendekat lagi pada gadis itu.

"B-bagaimana kau bisa tahu soal itu?" tanya Alfin.

Lintang meliriknya agak kesal. Lalu mendorong Alfin supaya menjauh karena ia menatap terlalu dekat dan itu membuatnya ingat kejadian tadi pagi.

"Darimu dan dari ibumu," jawab Lintang.

"Dariku? Sepertinya aku tidak pernah bilang," gumam Alfin heran.

"Waktu aku ke rumahmu dulu, ibumu banyak cerita..."
Lintang berhenti. Ia baru sadar telah salah bicara. Yang benar bukan bercerita, melainkan terus-menerus bertanya. Yah.. mungkin sedikit bercerita juga. Ah entahlah.. pokoknya dari ucapan Tante Rita lah Lintang jadi tahu.

Kelas A [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang