31

39.5K 4.6K 196
                                    

Kelas MIPA 1 sudah sepi, tinggal 4 orang yang ada di sana dengan gelisah.

Putra duduk dengan tenang melipat tangan di kursinya. Rubi mondar-mandir di belakangnya sambil menggigit jari.

Dekat dari sana. Lintang duduk dengan tenang menatap Alfin yang duduk di atas mejanya dengan kaki tak mau berhenti bergerak seperti tukang jahit.

Lama-lama Lintang jadi kesal sendiri karena kaki itu membuat suara berdecit juga membuat mejanya jadi ikut bergetar. Dan akhirnya Lintang pukul lengan Alfin dengan kesal.

"Kenapa?" tanya Alfin menoleh.

"Berhenti menggerakkan kakimu! Itu membuatku sakit kepala," jawab Lintang menggerutu.

Alfin menghela nafas, lalu melompat turun. Setelah itu duduk di kursinya menghadap Lintang.

"Menurutmu ini akan berhasil?" tanya Alfin.

"Tidak tahu," jawab Lintang dingin, tak mau balas menatap Alfin.

Alfin kembali menghela nafas lalu melihat ke belakang.

"Menurut kalian ini akan berhasil?" tanyanya pada Putra dan Rubi.

Putra menatapnya saja tak mengatakan apa pun. Sedangkan Rubi menghentikan langkahnya, melotot menatap Alfin. Alfin berjenggit ketakutan melihat itu.

"KAU KIRA KENAPA DARI TADI AKU MONDAR-MANDIR BEGINI?" seru Rubi kesal.

Alfin sudah memegangi dadanya, terkejut juga ketakutan. Putra dan Lintang tertawa sengit melihat Alfin. Tidak terkejut dengan sikap Rubi, sudah tahu kalau Rubi memang mudah meledak gusar kalau diusik saat dia sedang gelisah.

Alfin menunjukan dua jari pada Rubi, lalu pelan-pelan memutar duduknya kembali ke depan. Melirik Lintang yang masih menertawakannya.

___

"Aku memperhatikanmu setiap hari," kata Egha memulai lagi ceritanya. "Teman-temanmu memanggilmu Vlo, aku tidak pernah tahu siapa namamu yang sebenarnya. Hari itu saat peringkat paralel keluar, aku coba mencari namamu dalam daftar... Kau tahu kan Vlo, ada 9 lembar daftar nama untuk angkatan kita, dan aku membacanya dengan teliti satu persatu."

Vlo kembali tertegun, sejauh itu Egha melakukannya?

"Aku benar-benar melakukan itu. Percayalah!" kata Egha menertawakan apa yang pernah dia lakukan itu. "Dan tapi tidak kutemukan nama 'Vlo' di sana, barulah waktu itu aku sadar kalau ternyata 'Vlo' itu nama panggilan," tambahnya.

Vlo mengangguk pelan.

"Sedikit putus asa, aku lalu ke kantin. Aku melihatmu makan sendirian. Kupikir aku akan duduk di depanmu dan siapa tahu aku bisa melihat name tagmu. Karena sebelumnya aku selalu menjaga jarak, memperhatikanmu dari jauh."

Vlo ingat juga dengan kejadian hari itu. Waktu itu Vlo sendiri terkejut melihat Egha duduk di depannya. Sekarang ia tahu kalau rupanya bukan kebetulan, Egha melakukannya dengan sengaja.

"Tapi sialnya, kau tidak memasang name tag di seragammu hari itu," lanjut Egha tertawa mengingat betapa kecewanya dia waktu itu.
Vlo jadi ikut tertawa.

"Jadi kuputuskan, sebaiknya mengajakmu berkenalan saja."

Vlo ingin kembali tertawa mengingat waktu itu ia pun berniat melakukan hal yang sama.

"Tapi setelah itu Dian dan Nita datang, menarikmu pergi dari sana," lanjut Egha.

Vlo mengangguk membenarkan, memang hal itulah yang membuat dia tak jadi mengajak Egha berkenalan hari itu. Eh tapi...

"K-kau tahu nama Dian dan Nita?" tanya Vlo tercengang.

Egha tertawa pelan lalu mengangguk.

"Aku juga tahu nama Nathan sebelum kau mengenalkannya padaku," katanya.

Kelas A [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang