Semuanya lega saat Putra kembali membawa kabar gembira. Seolah mereka akhirnya mendapatkan ketenangan kelas yang dulu sempat terusik."Apa dia diskors?" tanya Egha memutar duduknya ke belakang.
Putra mengangguk.
"Juga surat peringatan juga surat panggilan untuk wali murid," jawab Putra.
Egha nampak melamun.
"Aku jadi sedikit kasihan padanya," gumamnya.
"Aku juga," tambah Vlo menatap Egha dengan sedih. Bagaimanapun juga ia cukup mengenal Galang, di kelasnya dulu dia tidak banyak berulah. Memang dia penguasa kelas, tapi...
"Pikirkan Alfin kalau kau merasa kasihan pada Galang," gumam Putra pelan.
Egha dan Vlo terdiam, keduanya menyadari nada tak senang dari ucapan Putra. Mungkin baru saja merasa kalau Vlo dan Egha menyetujui atau membenarkan tindakan Galang. Keduanya saling pandang, lalu kompak pelan-pelan menghadap ke depan. Egha menyenggol lengan Vlo pelan. Vlo menoleh, mendapati Egha tengah menahan tawa. Mereka seperti dua anak yang baru saja dimarahi ayahnya. Vlo menepuk lengannya pelan sambil tersenyum.
"Ketua, haruskah aku ke kantor guru dan memanggil Ms. Dhina?" seru Ari dari meja depan, menarik perhatian semua orang.
"Oh tidak perlu," jawab Putra baru ingat. "Ms. Dhina ada keperluan mendesak yang tidak bisa ditinggalkan. Dia tidak sempat meninggalkan tugas apa pun untuk kita," jelas Putra. "Belajar mandiri saja!" perintahnya kemudian.
Beberapa anak mengangguk saja menyetujuinya, dan lalu mulai membuka buku. Suasana hening beberapa waktu saat mereka fokus pada buku masing-masing. Lalu terdengar helaan nafas dari meja depan. Pelan sebenarnya, tapi di kelas yang tenang itu suaranya jadi terdengar cukup jelas.
"Bisakah kita main dare or dare saja?" tanya Ari kemudian.
Semua orang berhenti belajar dan lalu menatap Ari.
"Kau tahu, beberapa hal yang terjadi akhir-akhir ini membuat sekolah terasa kaku dan jadi sedikit menyebalkan. Kurasa kita butuh sedikit hiburan," keluhnya.
Beberapa mengangguk menyetujui keluhan itu. Lalu menoleh kepada Putra menanti tanggapannya.
Putra berpikir sebentar, lalu menghela nafas pelan. Kemudian menutup bukunya.
"Ya, kurasa boleh juga," jawabnya.
Segera setelahnya anak-anak jadi bersemangat. Mulai menyobek lembaran kertas untuk dijadikan wadah menulis darenya. Vlo juga antusias, mengingat permainan terakhir terasa menyenangkan baginya.
Alfin memutar duduknya menghadap Egha.
"Berani taruhan, pengecut sepertimu tidak akan berani melakukan ini," kata Alfin memamerkan isi darenya pada Egha.
Egha menyipitkan mata untuk bisa membacanya, sebentar kemudian matanya membulat. Vlo jadi penasaran, apa yang ditunjukan Alfin padanya hingga Egha terbelalak begitu. Dia baru mau ikut melihat saat Alfin sudah cepat-cepat menggulungnya. Sengaja tidak ingin Vlo ikut melihat. Vlo cemberut menatapnya dan Alfin terkekeh pelan.
"Berani," jawab Egha kemudian.
"Aku akan buat dare yang sama, kalau begitu" lanjutnya.Alfin nyinyir saja menanggapinya.
"Berdoa saja kalau kau yang akan mendapatkannya," cibirnya.
Egha tersenyum sengit dengan mata masih menatap lembaran kertasnya. Vlo jadi khawatir, mereka berdua kelihatan serius juga kelihatan sedang tidak akur. Semoga hanya perasaannya saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas A [End]
Teen FictionVlo mendapat kejutan luar biasa di tahun ajaran baru. Ia dipindahkan ke kelas unggulan yang misterius yang bahkan tempatnya di sendirikan dari kelas lain. Kelas yang penghuninya saja tidak diketahui bagaimana bentuk dan rupanya. Dan sekolah tak pern...