Anak-anak kelas MIPA 1 tengah berada di lapangan basket saat jam ke empat yakni jam pelajaran olahraga berlangsung. Jam pelajaran memang sudah hampir selesai saat terdengar suara bel. Anehnya yang terdengar bukanlah bel tanda istirahat melainkan bel tanda pulang sekolah.
"Apa itu tadi bel pulang atau pendengaranku yang salah?" tanya Alfin melihat teman-temannya yang lain.
Namun mereka tak menjawab, kini dengan kompak melontarkan pandangan pada guru mereka.
"Kami ada rapat evaluasi tengah semester," jawab Pak Zaki.
"Ck.. memangnya harus mengambil jam pelajaran?" tanya Lintang kesal.
"Tidak bisa dilakukan setelah jam pelajaran kami selesai?" tanya Juni sama kesalnya.
Dilanjutkan keluhan-keluhan dari anak lainnya. Tapi mereka membubarkan diri juga.
Pak Zaki tersenyum menanggapi murid-murid istimewanya itu.
"Kalian itu ya, murid lain akan senang bisa pulang lebih awal, kalian malah menggerutu," kata pak Zaki menggeleng tak habis pikir.
"Ini hal wajar kalau kami marah. Kalian merampas hak kami," jawab Juni melipat tangan dan lalu berjalan pergi.
"Lain kali tolong lebih hargai hak kami," kata Rubi tersenyum ramah pada pak Zaki sebelum pergi.
Pak Zaki hanya bisa tersenyum dan mengangguk, bagaimanapun memang benar apa yang mereka katakan itu. Jam ini memang harusnya jadi hak mereka untuk belajar. Jadi dia pun tak bisa menjawab apa-apa. Pak Zaki akhirnya pergi dari sana.
"Vlo, Egha, kalian piket, kan? Kumpulkan bolanya lalu kembalikan ke gudang," perintah Putra menyadari tanggung jawabnya.
Vlo menatap Putra tak percaya. Sepertinya Putra memang sengaja membuat keduanya dalam situasi begitu. Pelan-pelan Vlo melirik Egha, ingin tahu bagaimana tanggapannya.
Egha tengah menatap Putra sama tercengangnya. Vlo menghela nafas pelan, mulai berjalan mau mengambil keranjang di pinggir lapangan saat Egha menjawab.
"Tidak mau. Suruh yang lain saja."
Langkah Vlo sampai terhenti mendengar ucapan dingin Egha itu. Hatinya terasa begitu sakit. Tak menyangka begitu muaknya Egha sampai tak sudi menghabiskan waktu singkat berdua saja dengannya.
"Biar Vlo lakukan sendiri kalau begitu," balas Putra tak kalah dingin. Nampak jelas kalau ia kesal mendengar jawaban Egha itu.
Putra lalu pergi begitu saja. Masih sempat menarik Alfin yang baru saja berniat mengajukan diri untuk membantu Vlo.
Vlo kembali menghela nafas pelan. Yah, kalau memang Egha tak mau membantu, ia sudi melakukan ini sendiri. Vlo mulai memunguti bola-bola basket itu satu persatu sambil menahan tangis. Rasanya benar-benar kesal juga jengkel. Tak hanya itu, ini juga benar-benar menyakitkan.
Namun sesaat kemudian akhirnya Egha ikut memunguti bola-bola itu.
"Kembalilah duluan, aku tidak apa," kata Vlo pelan.
Egha terpaku mendengarnya. Menatap Vlo yang tak mau balas menatapnya. Setelah itu kembali melanjutkan tugasnya. Memang sudah memutuskan untuk membantu Vlo menyelesaikannya.
Keduanya menyelesaikan tugas mereka dalam diam. Setelah semua bola masuk dalam keranjang. Mereka mengangkatnya bersama menuju gudang peralatan. Hal itu membuat Vlo teringat masa-masa saat ia belum menyatakan perasaannya dan mereka masih berteman. Sering ngobrol, bercanda dan tertawa bersama.
Vlo tak menyangka perasaannya akan begitu mengganggu bagi Egha. Kini ia bertanya-tanya, apakah tak ada yang bisa ia lakukan untuk memperbaiki semuanya? Vlo hanya menyayangkan pertemanan mereka. Vlo tidak ingin kehilangan teman sebaik Egha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas A [End]
Teen FictionVlo mendapat kejutan luar biasa di tahun ajaran baru. Ia dipindahkan ke kelas unggulan yang misterius yang bahkan tempatnya di sendirikan dari kelas lain. Kelas yang penghuninya saja tidak diketahui bagaimana bentuk dan rupanya. Dan sekolah tak pern...