Galang benar-benar tak kembali ke kelas saat jam pelajaran telah dimulai. Hingga kini sudah waktunya jam istirahat pertama, batang hidungnya pun tak nampak.
Putra mengajak Ari keluar dari kelas. Mereka akan mengunjungi kakak tertua yang ada di kelas sebelah alias kelas XII MIPA 1 alias Leon.
Mereka segera sampai dan Ari melongok ke dalam kelas, mengedarkan pandangan mencari sosok berkacamata yang menurutnya menakutkan itu. Segera ia temukan, tengah duduk di pojokan.
"Kak Leon," panggil Ari sumringah.
Leon menoleh lalu tersenyum melihatnya. Ia kemudian bangkit dan lalu berjalan menghampiri. Ari menarik diri hingga berada di luar kelas, kembali pada Putra. Leon menjumpai keduanya, lalu tersenyum juga menyapa Putra.
"Ada apa?" tanyanya begitu ramah.
"Sore nanti, kami akan tawuran dengan Galang dan teman-temannya," jawab Putra langsung saja.
Mata Leon langsung membulat. Cepat ia cabut kacamata dari wajahnya lalu menatap Putra geram.
"Kau sudah gila?" tanyanya nampak gusar. Wajah ramah yang penuh senyuman itu berubah kejam hanya dalam satu hentakan. "Bukannya sudah kubilang, jangan buat masalah semakin rumit! Mengawasi satu berandalan saja kau tidak bisa hah?" cerca Leon merenggut seragam yang melekat di dada Putra dengan kasar di akhir kalimatnya.
Ari diam saja, sudah ketakutan. Tidak berani menyela, ia melirik Putra saja dengan khawatir. Putra menghela nafas pendek, tahu Leon akan segera meradang begini saat mendengarnya.
"Aku sudah sangat sabar kalau kau mau tahu," jawab Putra membuang tangan Leon dari dadanya. "Aku bahkan tidak membalas saat dia meninju wajahku," lanjutnya menatap Leon kesal.
"Apa?" tanya Leon tak percaya dengan apa yang baru di dengarnya sendiri.
"Percayalah. Kalau kau yang ada di posisiku aku yakin kau sudah menghajarnya habis-habisan," kata Putra meyakinkan.
Leon mereda, telah mengerti masalah tidak se-remeh yang ia duga.
"Apa yang terjadi?" tanya Leon kemudian.
"Dia membully salah satu anak di kelasku," jawab Putra.
"Berandalan itu," umpat Leon geram.
Putra tahu pastilah Leon bisa mengerti situasinya, sebagai ketua kelas dia pun pasti tak akan membiarkan ada perundungan di kelasnya. Dan ia tahu betul Leon lebih keras darinya. Dia bahkan pernah membuat salah satu anak pindah sekolah karenanya. Entah apa yang sudah Leon lakukan padanya, yang jelas selain tegas, Leon juga kejam.
"Belakangan baru ku ketahui ternyata keduanya satu SMP dan Galang dulu memang terbiasa merundungnya," lanjut Putra. "Bukankah itu lebih buruk?" tambahnya.
Leon mengangguk membenarkan.
"Yang lebih buruk lagi, sedikitpun dia tak merasa ada yang salah dengan apa yang ia lakukan itu. Menurutnya perundungan yang ia lakukan itu adalah hal yang wajar dan pantas diterima oleh korban."
"Aku jadi benar-benar ingin menghajarnya sekarang," gumam Leon.
Putra tersenyum sengit dan mengangguk bisa mengerti.
"Aku coba memperingatinya tapi dia tak terima," lanjut Putra. "Dia terlalu sombong. Merasa sudah benar dan tak ingin disalahkan oleh siapa pun."
Putra menghela nafas sesaat.
"Jadi begitulah... Dia kesal dan lalu mengajak kami berkelahi sekalian saja," kata Putra mengakhiri cerita singkat garis besar masalahnya.
Leon manggut-manggut kini mulai paham dengan situasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas A [End]
Teen FictionVlo mendapat kejutan luar biasa di tahun ajaran baru. Ia dipindahkan ke kelas unggulan yang misterius yang bahkan tempatnya di sendirikan dari kelas lain. Kelas yang penghuninya saja tidak diketahui bagaimana bentuk dan rupanya. Dan sekolah tak pern...