21

35.7K 4.4K 137
                                    

Tubuh Vlo seketika merasa lemas mendengarnya. Menyatakan perasaan? Pada Egha? sekarang? Di depan semua orang? Teman-teman lain sudah bersemangat memberikan dukungan padanya. Kecuali Lintang, Rubi, Alfin dan Putra yang memandangi Vlo sama bimbangnya.

Vlo rasakan jantungnya berdebar kencang. Ia sudah mencoba untuk bernafas teratur tapi tetap terasa berat.

"Ayo Vlo!!" teriak seseorang entah siapa. Vlo sudah buntu, tak bisa memikirkan apa pun lagi.

Sedikit gemetar akhirnya bangkit juga dari kursinya.

"Besok lagi jangan ada yang membuat dare seperti ini," gumam Egha pelan kedengaran jelas sedang dalam mood yang buruk.

Kelas senyap seketika, dan semuanya menatap Egha bingung dan jadi khawatir. Sangat jarang seorang Egha marah, jadi ini terasa tidak biasa.

"Ini tidak adil," kata Egha. "Ini bukan dare," lanjutnya.

"Benar kata Egha, itu bukan dare," kata Lintang menimpali.

Egha mengangguk
"Itu truth dan dare digabung menjadi satu," jelas Egha.

"Yah.. baiklah, kami mengerti," jawab Ari berusaha mencairkan suasana yang sudah berubah menjadi tegang karena tanggapan tak biasa Egha itu.

"Tapi kenapa kau harus marah? Lagi pula Vlo pacarmu, dia hanya akan menyatakan perasaannya padamu, memangnya pada siapa lagi?" lanjut Ari. "Oh, atau kau takut Vlo akan melakukannya pada laki-laki lain?" tanya Ari setengah tertawa.

Beberapa anak ikut tertawa mendengarnya.

Lintang menatap Vlo lagi.

"Kalau kau tidak keberatan, pura-pura saja kau nyatakan perasaanmu pada Egha, toh semua orang berpikir kalian pacaran," kata Lintang pelan. Cukup pelan hingga hanya Vlo dan Alfin saja yang bisa mendengarnya.

Vlo menatap Lintang sebentar, berpikir. Lalu pelan-pelan mengangguk. Yah sepertinya itu akan membuat ini lebih mudah. Ia hanya harus mengatakannya, dan bersikap seolah-olah itu hanya pura-pura.

Vlo berjalan menghampiri Egha di depan. Mereka saling pandang beberapa saat. Egha menarik pundak Vlo dan lalu berbisik di telinga Vlo pelan.

"Jangan pikirkan tentang aku dan Olivia! Nyatakan saja perasaanmu pada orang yang memang kau sukai," katanya.

Egha lalu menjauh, kembali pada posisinya semula. Menatap Vlo nampak merasa bersalah karena telah melibatkan Vlo dengannya perihal Olivia hingga situasi jadi sedikit rumit.

Vlo balas menatap Egha. Tentang Egha dan Olivia? Vlo sama sekali tak ingat. Dia tak berpikir sampai sana. Tapi bagaimana ini? Egha sudah menyuruhnya untuk mengatakan pada orang yang benar-benar disukainya saja, maka ini kembali terasa mendebarkan bagi Vlo. Egha jelas akan menangkap maksudnya dan tidak akan menganggap itu hanya pura-pura.

"Ah, apa yang kau khawatirkan Vlo? Sejak awal kau sudah tahu kan kalau ini bertepuk sebelah tangan. Kau sudah tahu pasti yang akan terjadi. Persiapkan saja hatimu!" batin Vlo menguatkan dirinya sendiri.

Mau bagaimanapun. Tanpa memikirkan Egha dan Olivia pun, tanpa harus berpura-pura seperti kata Lintang pun. Ia akan menyatakan perasaannya pada Egha juga. Semua itu bermuara pada pilihan yang sama. Jadi dia hanya harus melakukannya.

Vlo menarik nafas dalam berusaha keras untuk bisa berucap.

"E-egha.. aku..." kata Vlo terasa begitu berat, serasa ada tekanan di tenggorokannya. "Menyukaimu," kata Vlo akhirnya pasrah.

Ekspresi Egha sungguh tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dia kelihatan tetap tenang, dia bahkan tidak terbelalak mendengar Vlo mengatakan itu. Tapi sorot matanya lain, Vlo tak tahu apa itu rasa terkejut, kesal atau apa. Bibir Egha terkunci rapat, tanpa ada sedikit pun lengkung senyuman di sana. Ini sungguh terasa mengerikan melihat orang seramah Egha, orang yang murah senyum sepertinya tiba-tiba kehilangan senyuman.

Bel tanda istirahat kedua akhirnya berbunyi. Vlo tidak tahu harus bagaimana. Dia dan Egha hanya beradu pandang tanpa Vlo bisa menafsirkan apa yang tengah dipikirkan Egha sekarang.

Egha mengalihkan matanya, pelan-pelan menatap ke arah Alfin. Dia dan Alfin pun beradu pandang beberapa saat. Tatapannya pada Alfin pun tak bisa dimengerti Vlo. Sorot matanya antara kesal, takut, dan benci. Sungguh, apa sebenarnya yang dipikirkan Egha saat ini.

Sesaat kemudian Egha berjalan keluar dari kelas, melewati Vlo tanpa mengucapkan apa pun.

Vlo tersenyum masam. Sepertinya ia baru saja mendapatkan penolakan. Merutuki dirinya sendiri kenapa masih saja sakit hati padahal sudah benar-benar sadar kalau ini akan terjadi.
Vlo berjalan pelan, kembali ke kursinya.

"Kenapa Egha seperti itu?" tanya Lintang bingung.

Vlo menatap Lintang dan Alfin bergantian. Lalu tertunduk dan tersenyum masam.

"Karena dia tahu, aku tidak pura-pura saat mengatakannya," jawab Vlo pelan.

Mengejutkan Alfin dan Lintang tentu saja. Namun wajah terkejut Alfin cepat saja berubah kesal. Ia lalu bangkit dan keluar juga dari kelas. Vlo dan Lintang menatap kepergiannya.

"Ck.. kau pasti sudah sadar kan, kalau Alfin menyukaimu?" gumam Lintang pelan.

Vlo mengangguk mengerti. Jadi setelah ditolak oleh Egha, kini Alfin pun marah padanya. Bagus. Vlo masih berusaha tersenyum meski hatinya memaksanya untuk menangis saja.

Lintang menggenggam tangannya, berusaha membuat perasaan Vlo lebih baik. Rubi duduk di kursi Egha kelihatan bingung.

"Apa itu tadi pura-pura atau sungguhan?" tanya Rubi berusaha pelan agar tidak ada orang lain yang mendengarnya.

"Sungguhan, dan Egha pergi begitu saja," jawab Lintang kesal.

Rubi terkejut mengetahuinya, dan lalu bergeser agar lebih dekat pada Vlo dan lalu memeluknya.

"Ada apa denganya? Padahal kupikir dia menyukai Vlo," kata Rubi heran.

"Kupikir juga begitu, dia memperlakukan Vlo dengan lain," jawab Lintang menatap Vlo.

Rubi mengangguk.

"Dia juga beberapa kali menggandeng tangan Vlo. Itu benar-benar lain mengingat saat aku jadi pacarnya saja Egha tidak mengijinkanku melakukan itu," terang Rubi. "Ck, bocah itu... Jelas-jelas sudah membuat tidak hanya Vlo yang salah paham, tapi kita juga. Seenaknya pergi begitu saja," kesalnya lagi.

Vlo tersenyum melihat kekesalan Rubi dan Lintang. Vlo sendiri selalu mencoba untuk tidak sampai salah paham. Ia tak pernah berharap lebih dari ini.

"Tidak, aku tidak pernah salah paham," kata Vlo pelan, berusaha mengulas senyum agar kedua temannya tidak terlalu khawatir.

"Sejak awal aku sudah menduga kalau perasaanku bertepuk sebelah tangan. Aku tidak pernah berani untuk berharap lebih dari sekedar teman," jelasnya.

"Ya ampun Vlo," keluh Rubi memeluknya.

Lintang menatapnya dan tersenyum. Tengah berpikir dan membuat analisa seperti biasanya. Dugaannya jarang meleset, lalu ada apa dengan Egha sebenarnya? Dia kelihatan serius saat pergi keluar tadi. Apa karena Alfin? Ck kalaupun mereka menyukai orang yang sama, itu kan harusnya terserah Vlo mau memilih yang mana.

Tapi apa iya karena Alfin? Kalau benar, maka ada lagi yang aneh. Kenapa baru sekarang Egha menampik Vlo kalau itu demi menjaga perasaan Alfin? Kenapa tidak sejak awal saat rumor tentang hubungan mereka menyebar? Waktu itu Egha justru membiarkan rumor yang disebar Olivia mengembang lebih jauh.

Ck. Lintang berdecak kesal, tak bisa menemukan jawabannya. Sepertinya bukan karena menjaga perasaan Alfin. Lalu tentang apa sebenarnya ini?

_____

Bersambung...

Kelas A [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang