01_Alisa

10.6K 736 118
                                    

Perempuan itu masih duduk di depan cermin, riasannya telah lengkap, busana kebaya putih dengan ekor menjuntai telah dikenakan. Ditatapnya lekat-lekat wajah yang terpantul lewat cermin, kepalanya ingin berpikir, namun gagal. Di luar sana, Ayah dan Bunda tidak tahu apa yang tengah Alisa rasakan.

Firman adalah pria yang baik. Selama menjalin kasih dengannya selama tiga tahun -dengan dua tahun jarak jauh, Alisa tidak pernah mengalami hal tidak wajar. Laki-laki itu terbilang cukup saleh, itu yang sempat keluar dari bibir Bunda dan Ayah.

Kalau orang tuanya yang mengatakan itu, berarti Alisa tidak salah pilih. Iya kan..?

"Raka?" Alisa mengerjap saat pintu kamar telah terbuka. Dia ambang sana, berdiri laki-laki yang hanya bisa ia pandang dadanya -karena Alisa hanya setinggi bahu Bungsunya Sasongko, menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.

"Hai, Ta." Raka mengenakan setelan jas hitam pagi ini, terlihat sangat resmi. Baru satu kali ini Alisa melihatnya seperti itu.

"Kamu sama siapa ke sini?" Alisa memutar tubuh, dilihatnya Raka berjalan mendekati, lalu laki-laki itu menarik satu bangku yang tadinya dipakai perias.

"Udah siap?"

Alisa mengangguk seraya tersenyum malu. "Mama Tia mana? Mas Barga?"

Raka menoleh ke belakang, "di luar."

"Oh." Alisa hanya bisa berkata satu kata itu, berdua dengan Raka di saat seperti ini kenapa jadi salting? Padahal akhir-akhir ini dia sudah berhasil mengembalikan vibe persahabatan seperti masa kecil mereka. "Aku cantik gak, Ka?" Alisa bertanya, mengalihkan rasa canggung yang menghampiri.

Raka tidak menjawab, ia justru mengedarkan pandangan ke sudut-sudut kamar Alisa. "Wallpapernya kenapa diganti?"

"Ha?"

"Udah rusak ya?"

Alisa mengangguk -lagi, dia sendiri lupa kapan wallpaper kamarnya telah berganti menjadi bunga daisy kecil berwarna pastel. Alisa merasa vibe kamarnya masih seperti dulu, identik dengan perempuan. Hanya saja, ia meninggalkan warna pink. Kata Raka tidak bagus, makanya diganti. Maunya biru seperti apa pinta Raka sebelum kepindahan yang Alisa anggap mendadak kala itu, tapi Ayah tidak menemukan gambar yang cocok. Akhirnya Alisa mengalah dengan warna pastel, yang penting tidak pink kan?

"Kamu yang bilang gak mau liat kamarku serba pinki-pinki."

Raka manggut-manggut, masih tidak juga melihat wajah Alisa yang siap untuk dinikahi Firman.

Setelah lima belas tahun tidak bertemu, Alisa melihat sahabat masa kecilnya itu berubah. Memang sih satu tahun setelah itu bukan waktu yang lama untuk ia bisa mengenal lagi Bungsunya Keluarga Sasongko tersebut. Tapi Alisa ingin Raka cerita banyak pada Firman tentang masa kecilnya dulu. Bahkan Alisa korban waktu mengapeli Mama Tia hanya untuk mencari foto masa kecilnya dulu demi slide yang ingin ia tayangkan di resepsi pernikahan nanti, dua minggu setelah akad. Kata Bunda, yang cetak banyak foto dulu itu Papanya Raka. Apalagi Mas Barga hobinya fotografi, sudah pasti foto-foto cetakan itu tersimpan dengan baik.

Misi Alisa berhasil, dia mendapatkan beberapa foto yang bagus. Sebagian di antaranya bersama Raka yang selalu tidak terlihat bagus kalau dijepret. Kadang pasang wajah usil, sering buang muka, kadang pasang tampang jutek minta ampun. Beda dengan Alisa yang selalu tersenyum, meski dua matanya jadi tertutup pipi yang lumayan tembem.

"Kamu udah liat slide yang mau diputer besok?"

Raka menggeleng.

"Padahal Mas Barga yang bikin, kamu kok gak liat?" Alisa protes. Ini Raka yang kebangetan gak punya waktu apa gimana? Harusnya Raka juga ikut taruh ide, minimal intip hasil karya Mas Barga yang kebut dikerjakan dua hari. Inginnya Alisa memang dadakan, untung Mama Tia pengertian, jadi Mas Barganya oke. Meskipun Alisa mungkin tidak tahu di balik itu ada Raka yang sedang berbohong.

Cinta Untuk RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang