16_Hijrah

4.2K 523 124
                                    

((Play Mulmed))

..

Bandung, 2002

"Cita-citamu apa, Ka?"

Pertanyaan yang dilontarkan Alisa saat mereka berdua duduk menunggui belanjaan Mama Tia di parkiran pasar. Ini hari libur nasional, Raka belum memberi tahu Alisa kalau setelah lulus SD nanti ia akan pindah ikut Mama dan Papa.

"Gak tau." Ia mengedikkan bahu.

"Kok gak tau? Kamu gak pengen jadi apa gitu?"

Raka menggeleng lagi, dia memang belum punya keinginan menjadi apa sih. Selama ini apa yang ia inginkan selalu didapat, nanti saja minta sama Tuhan kalau sudah dekat yang dimau.

"Kalau aku pengen jadi guru."

Raka melirik ke sebelah. Alisa sedari tadi sama seperti dirinya, hanya memutar tas belanjaan dan duduk mengamati orang-orang yang datang silih berganti membawa sayur wortel, kentang, brokoli, dan teman-temannya. "Aku gak nanya."

Jawaban Raka langsung membuat Alisa cemberut. "Aku ngomong sendiri kok."

"Oh kirain ngomong sama aku."

Tuh kan. "Bisa gak sih sehari aja kamu gak ngeselin?" Alisa mendorong lengan Raka, tapi karena yang lebih tua lebih kuat, justru dirinya yang terdorong ke samping. Mental karena kekuatan Raka.

"Kenapa cewek cepet banget ngambek?"

"Aku gak ngambek."

"Itu tadi apa namanya kalau gak ngambek."

"Ih, aku sumpahin kamu jadi kodok!"

"Ya gak apa-apa, ntar aku datengin kamu tiap hari."

"Idih, ogah!"

"Ya salah siapa nyuruh aku jadi kodok."

Raka dengan gaya lugas selalu memaksa Alisa kecil untuk bersabar. Kata Bunda, Raka meski keliatan usil bin badung gitu baik anaknya, selalu ada bantuin Alisa kalau susah bikin pekerjaan rumah. Memang iya sih, Raka tidak pelit kalau dimintain contekan. Kalau Alisa lupa buat peer, Raka selalu sodorin tanpa diminta. Mungkin karena tidak tega lihat wajah panik Alisa makanya jadi begitu.

"Mama Tia!" Alisa langsung berteriak menyambut orang tua Raka yang sedari tadi sibuk beli ikan di lapak seberang.

"Udah yuk, pulang." Ajak Mama Tia.

"Mama kurang lama belanjanya." Sebenarnya Raka hanya sedang menyindir.

"Tuh kan bawelnya kumat, tahu gitu Mama gak ajakin kamu."

Raka bersungut, beranjak dari tempat duduk berbahan kayu panjang yang mulai lapuk, ia menyusul langkah Alisa dan Mama. Demi uang saku untuk beli tamagochi terbaru, Raka rela ikut Mama ke pasar. Kebetulan saja Alisa mampir ke rumah akhirnya diajak juga. Bikin sesak saja, pikir Raka.

"Pegangan ya, Ta."

"Iya." Alisa memajukan tubuh merapat ke punggung Mama Tia. Dia berada di tengah dihimpit Raka dan Mamanya di atas motor.

"Raka pegangan Mama juga."

"Udah." Suara Raka terdengar di telinga Alisa. Melihat tidak sengaja temannya itu tampak kegelian, Raka malah sengaja menghembuskan nafas hingga membuat Alisa merinding sampai menggerakkan bahu.

"Rakaaa!"

"Kenapa, Ta?" Mama sempat memelankan laju saat Alisa merengek.

"Apa sih ah teriak-teriak." Raka pasang muka tidak bersalah.

Cinta Untuk RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang