Tengil

6.3K 660 51
                                        

🐾

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐾

Bandung, Juli 2000

"Namanya siapa?"

"Alisandria Cinta, Tante."

"Oh, Cinta. Namanya cantik kayak yang punya."

"Makasih," Alisa kecil merona pipinya. Siapa sih yang tidak senang kalau dipuji?

"Cinta panggil Tante, Mama Tia aja."

"Mama Tia? Kenapa?"

"Ya gak apa-apa, biar akrab seperti temen-temennya Raka."

"Iya," Alisa mengangguk saat Bunda tersenyum mengusap kepalanya.

"Cinta kelas berapa?"

"Empat, Tan.., eh Mama Tia."

"Loh kelas empat, sama dong kayak Raka."

"Raka? Putranya Bu Sasongko?" Bunda Alisa melihat ke arah teras rumah.

"Iya, yang itu tuh anaknya lagi cemberut di atas motor. Ngambek gak diijinin ke kebun teh sama Papanya."

Alisa kecil ikut mengamati. Dia belum hapal satu per satu teman barunya sih, tapi kalau diamati lagi, seperti tidak asing.

"Cinta kelas empat apa? A, B, atau C?"

"Empat B."

"Eh satu kelas dong sama Raka."

Alisa mengangguk, kini ia berganti melihat Bu Sasongko. "Cinta tau Raka, Bunda." Ia mendongak pada sang ibu.

"Udah kenal?"

Alisa menggeleng. "Belum kenalan. Tapi Raka kemarin disuruh berdiri di depan sama Pak Guru."

"Berdiri gimana?" Bunda bertanya, rasanya kok tidak enak hati.

"Berdiri di dekat meja Pak Guru, terus kakinya diangkat satu."

"Disetrap maksudnya?" Nada Bu Sasongko terdengar kalem sekali.

"Iya...."

Dan kisah mereka dimulai dari hari itu. Hari di mana Raka ketahuan Mamanya sering bikin ulah di sekolah.


--- Cinta Untuk Raka ---







Cinta Untuk RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang