Stay With Me -- 🌸

6.7K 764 22
                                    

Written by chococaramelllo

❇️

❇️

Kutatap murung jiwa yang tengah berduka di sudut bilik itu. Dengan susah payah aku menahan isak tangis seolah takut suara sekecil apapun akan mengejutkan orang itu. Aku, Na Jaemin, berada disini, berada diruangan yang sama dengannya. Terasa dekat, tapi tak dekat. Selalu begitu.

Aku menyaksikan bagaimana kepingan kekuatannya hancur dan perlahan menyebar ke udara dengan sangat lamban. Lee Jeno, ia seseorang yang memiliki banyak teman, pandai bersosialisai, namun kini tak ada seorang pun disampingnya, kecuali diriku.

Jeno meskipun terkesan angkuh, ia bukanlah seorang pemurung dan suka menyendiri. Ia mecintai keramaian yang katanya 'keramaian membuatku merasa hangat'. Kegemarannya menebar lelucon payah dan membuat orang disekelilingnya menggelengkan kepala karena leluconnya. Matanya, mata yang selalu ku sukai. Mata yang ikut tersenyum ketika bibirnya tersenyum.

Tapi ia tak pernah berusaha membuat ku tersenyum.

***

Saat itu seperti biasa aku selalu menunggunya pulang, duduk di sofa di depan TV yang menyala. Tepat pukul 11 malam, ia pulang. Seperti biasa ia hanya mendengus dan melangkah begitu saja ketika ia melihat diriku mendekatinya. Seperti biasa pula aku berusaha tersenyum yang entah kenapa senyum itu tak pernah sampai ke mata ku.

Pagiku selalu ditemani teriakan dan makian darinya. Kata-kata kasar selalu terlontar dari bibirnya seolah itu hal lumrah dilakukan di pagi hari. Tapi hari ini berbeda. Tak ada makian. Tak ada kata kasar yang terucap darinya. Tapi itu tak lama, karna sedetik kemudian ia mengeluarkan kertas dari map yang dibawanya dan menyerahkan kertas itu padaku. Ah kini aku mengerti apa maksudnya.

Mencoba tersenyum dan bersikap seperti biasa, aku menaruh makanan di hadapannya yang sudah duduk manis di ruang makan. Satu hal yang selalu ku syukuri darinya, ia tak pernah menolak masakanku.

***

Malam itu ia pulang dengan seorang wanita yang tak kukenal. "Sudah pulang?" sapaku seperti biasa. Ia dan wanita itu hanya melirik ku dan melangkah masuk kedalam satu-satunya kamar yang ada dirumah ini.

Ah baiklah, sepertinya aku akan tidur di sofa saja. Aku menatap pintu kamar itu lama, dan tak lama terdengar suara suara yang kutahu pasti itu apa. Lagi-lagi aku tersenyum miris meratapi nasibku.

***

"Hei bangun kau!" samar-samar aku mendengar sesorang berbicara –ah tidak, membentak kearahku. Perlahan kubuka mata dan terkejut mendapati dirinya berada tak jauh dariku yang terlelap di sofa hanya mengenakan celana pendek.

Ia melihat ku dan tersenyum remeh "Cepat tanda tangani ini dan kemasi barang mu sekarang juga. Mulai sekarang aku dan Renjun akan tinggal disini" ia melemparkan map keatas meja yang ada didepanku. Aku yang masih belum terlalu sadar akan perkataannya hanya mengerjap bingung. Ia berdecak kesal dan berlalu begitu saja kembali ke kamar.

Ku baca kertas yang ada di dalam map itu. Rupanya kertas yang waktu itu pernah ia pelihatkan. Aku tertawa lirih dan mengambil pena yang ada di dalam maap kemudian menandatangani kertas tersebut. Kertas yang bertulisakan Surat pernyataan cerai dengan pihak I Lee Jeno. Pihak II namaku, Na Jaemin.

Sudah satu tahun aku tinggal dengannya dengan ikatan yang bernama Suami Istri, atau hanya aku yang menganggapnya begitu. Karena pernikahan ini sama sekali tak pernah ia inginkan.

Pernikahan ini terjadi karena ia yang saat itu sedang mabuk berat mendatangi ku yang bekerja sebagai pelayan di bar yang sialnya sering ia kunjungi. Dengan mudahnya ia menarikku kedalam ruangan VIP yang kutahu perbuatan apa yang akan dilakukannya kepadaku. Bukannya aku tak melawan, tapi tenaganya berkali kali lipat lebih kuat dariku.

Ayahnya tak sengaja mengetahui perbuatannya, dan memaksa Jeno untuk menikahiku, karena pada malam itu Jeno tak memakai pengaman, yang untungnya tak terjadi apa-apa denganku. Yang kutahu, Jeno berasal dari keluarga terpandang, tak seperti diriku yang bahkan orang tua kandung saja tak tahu siapa, dan sudah pasti ayahnya tak mau nama baik keluarganya tercoreng karena masalah ini.

Aku sendiri tak tahu dari mana ayah Jeno tahu kelakuan anaknya pada malam itu. Sejak hari itu sampai hari ini Jeno selalu menuduh aku sengaja mendekatinya dan membuatnya tidur denganku dan melaporkannya pada ayahnya.

Pada awalnya aku berusaha untuk mendapatkan hatinya, tapi kutahu itu mustahil. Berbeda denganku yang pada akhirnya mencintainya dengan tulus meskipun ia selalu bersikap kasar padaku.

***

Berbulan bulan setelah perceraian kami selesai, aku benar-benar menghilang dari kehidupan Jeno. Berusaha tak peduli padanya, meski kutahu ia berusaha mencariku. Aku menderita penyakit kanker payudara stadium 4. Yang tahu hanya ibu panti asuhanku. Ia yang selama ini menemaniku di rumah sakit setelah aku bercerai dengan Jeno. Aku memang tak ingin dirawat karena kutahu itu tak akan berhasil. Sampai akhirnya Jeno tahu kondisiku dari ibu panti. Tapi terlambat. Jeno datang ketika mesin itu berbunyi nyaring. Untuk pertama kalinya ia membuat ku tersenyum hanya karena ia datang disaat terakhirku.

Disinilah aku sekarang, di dalam kamar yang dulu pernah ku tempati dengannya, menatap punggungnya yang entah kenapa terlihat rapuh. Ingin rasanya aku memeluk dirinya yang kini berurai air mata. Tapi aku tak bisa menggapainya. Sekeras apapun usahaku, tetap tak bisa.

Air mata ku makin deras mengalir ketika ia menyebut namaku dan terisak memeluk fotoku "Na Jaemin maafkan aku. Maafkan aku yang dengan bodohnya melepasmu pergi. Maafkan aku yang membuat mu selalu menderita. Maafkan aku yang tak pernah melihat cinta tulusmu untukku. Maafkan aku tak pernah peduli akan kondisimu."

Perlahan tubuhku mulai menghilang. Sepertinya ini saatnya. Tuhan, untuk yang terakhir kali biarkan aku memeluknya. Sekuat tenaga aku menggapai bahunya, dan berhasil. Aku memeluk Jenoku untuk pertama dan terakhir kalinya. Relakan aku Jeno. Selamat tinggal cinta pertamaku. 





Fin.




20 Desember 2018

Withnomin team

✔️Together With NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang