Aku boleh pinjam bahu kamu sebentar gak? Mataku berat, rasanya udah gak kuat.
===========
Sudah lama gerimis terhenti dan meninggalkan noda keemasan berupa lembayung di langit senja. Jejaknya yang tertinggal membasahi dedaunan dan jalanan. Lantas separuhnya lagi membasahi hati dua insan yang beberapa waktu tadi terjebak dalam sapaan hujan.
Vernon dan Seungkwan—dua insan itu memilih duduk di salah satu kedai fast food. Menyingkat waktu yang terbuang lantaran menunggu mendung berganti terang. Mengganjal perut mereka yang menyenandungkan jerit kelaparan. Namun bagi Seungkwan, rasa itu telah lesap yang mengakibatkan burger pesanannya dingin di atas nampan.
Melihatnya, Vernon merasa prihatin. Apalagi perubahan terjadi sangat drastis setelah mereka pulang dari kediaman Mingyu. Seungkwan diam membisu. Pandangan matanya kosong, seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
Tapi Vernon hanya bisa menunggu, termasuk menunggu Seungkwan berbicara mengenai alasan mengajaknya pergi ke manapun secara tiba-tiba. Vernon kabulkan semua yang diingkan Seungkwan. Dengan harapan dapat menemukan kesempatan untuk mengulik penyebab suasana hati yang menjadi muram.
Tapi sayang, si cowok manis gak menunjukkan tanda apapun untuk berbagi cerita. Seungkwan sibuk mengaduk colanya yang mengembun, menatap nampan dengan tatapan tak minat, hingga detik selanjutnya suara parau mengudara.
"Kamu masih punya uang gak?"
Tentu saja, Vernon terperanjat saat cowok manis itu mau menyapa lebih dulu. "Kenapa? Ada sesuatu yang mau dibeli?"
Seungkwan menggeleng, mengusap ujung matanya yang basah.
"Aku mau nonton."
"Hm?"
"Film horor," balasnya dengan getar di ujung kalimat. "Gimana? Ada gak?"
Tanpa alasan, tiba-tiba saja Vernon terkekeh melihat Seungkwan yang selalu penuh kejutan. Bahkan dalam keadaan galau pun, cowok manis itu terlihat semakin menggemaskan di matanya.
Sinting memang, rasa suka telah membuat Vernon menjadi manusia tanpa kesesuaian. Liat saja sekarang, dengan tanpa beban dia mengangguk. Menyanggupi untuk membeli tiket bioskop.
Elah, jangankan tiket nonton, bayarin tiket Dufan aja Vernon jabanin kok.
Tapi sayangnya Seungkwan masih milik orang, yang mana dari fakta itu ada batasan untuk menjaga jarak dan perasaan. Sudah semestinya Vernon berhati-hati dan tau diri untuk lebih dewasa lagi dalam menghadapi situasi yang rumit ini.
Meski dia gak menampik jika niatan untuk menghibur Seungkwan berlandaskan asas sayang. Tapi, Vernon kekeuh menyebut ini sebagai empati belaka.
Ya, iyalah, gimanapun juga dalam pelajaran tikung-menikung itu harus tau situasi ya.
"Mau nonton semua jenis film yang lagi ditayangin juga hayuk, babe. Gue beliin tiket apapun itu yang lo mau asal jangan melamun kayak gini. Gue khawatir tau."
"Makasih ya Vernon. Aku berhutang banyak sama kamu."
"Ya, dan lo berhutang penjelasan kenapa jadi berubah diam pada gue."
Astaga, apakah perlu?
Seungkwan menatap nanar netra cokelat cowok bule di depannya. Menyalurkan rasa sakit yang kian membesar begitu kenangan yang ingin dia lupakan kembali terputar di benaknya. Susah payah, air mata yang menyeruak ditahan dengan kucekan tangan. Vernon yang tak sengaja menemukannya mengerutkan alis. Semakin bertanya-tanya, sebenarnya ada apa gerangan dengan Seungkwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] KKN
Fanfiction[𝘾𝙤𝙢𝙥𝙡𝙚𝙩𝙚𝙙] 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯. 𝘐𝘯𝘪 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘒𝘰𝘳𝘶𝘱𝘴𝘪 𝘒𝘰𝘭𝘶𝘴𝘪 𝘕𝘦𝘱𝘰𝘵𝘪𝘴𝘮𝘦. 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘶𝘭𝘢 𝘒𝘶𝘭𝘪𝘢𝘩 𝘒𝘦𝘳𝘫𝘢 𝘕𝘺𝘢𝘵𝘢. 𝘛𝘢𝘱𝘪, 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘒𝘢𝘭𝘪-𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘕𝘺𝘢𝘯𝘨𝘬𝘶𝘵. 𝘈𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪𝘢�...