[23] Take my hand. Will you share this with me?

10.5K 1.3K 811
                                    

Suatu saat nanti, Anarki akan mengerti kenapa hubungan seperti kita harus segera diakhiri. Mungkin menyakitkan pada awalnya, tapi untuk Shaka inilah jalan terbaiknya.

========

Saat Mingyu terbangun, Wonwoo tidak ada di sisinya.

Tanpa ada perasaan curiga, Mingyu sambut pagi hari dengan senyum secerah mentari yang merambat melalui jendela. Barangkali Wonwoo memang harus pulang lebih dulu karena panggilan Nabda atau Mama. Meskipun di hari sebelumnya sang kekasih selalu pamit dan berakhir diantar hingga depan gerbang rumahnya, namun untuk saat itu pikiran positif menaungi kepala Mingyu.

Rasa lelah akibat menghabiskan semalam suntuk bercinta dengan Wonwoo membuat tidur Mingyu begitu nyenyak. Bahkan untuk mendengar bebunyian berupa langkah dan kapan Wonwoo meninggalkan rumahnya pun tak disadari Mingyu.

Dalam posisi bertelanjang dada dengan selimut yang menutup hingga pinggang, Mingyu kirim sebuah pesan Whatsapp. Menanyakan apakah Wonwoo sudah sampai di rumah namun hanya ceklis satu.

Lagi-lagi Mingyu berpikir positif seraya membersihkan diri beserta kamar yang cukup berantakan. Menyambut hari-harinya tanpa kejanggalan karena memang disibukkan oleh jadwal UAS yang semakin padat. Tanpa sadar jika dari waktu ke waktu, jam ke jam, bahkan hari ke hari tidak ada kabar dari Wonwoo.

Mingyu semakin khawatir saat melihat pesan yang sempat ceklis dua namun belum dibalas. Malah kontaknya sampai diblokir dan panggilan seringkali ditolak. Parahnya selama di kampus masa UAS yang nyaris menghabiskan waktu dua minggu, Wonwoo tak kunjung menunjukkan tanda-tanda keberadaan. Jejaknya seolah menghilang secara perlahan.

Bukankah wajar jika Mingyu berpikir, ada apa gerangan dengan Wonwoo?

Dia larut dalam pikiran tersebut yang disertai kekhawatiran jika ada sesuatu buruk terjadi. Karena sebelumnya, bahkan dari waktu yang mereka habiskan akhir-akhir ini, Wonwoo tidak pernah absen menemani hari.

Selalu ada presensinya yang entah tersenyum, merajuk, bahkan mengatakan kalimat cinta untuk membuat hari-hari Mingyu menjadi berwarna. Kini, setelah dua minggu berlalu, hari Mingyu justru menjadi kelabu. Seperti kehilangan arah. Yang jika diibaratkan, dirinya adalah bumi di malam hari dan sosok Wonwoo sebagai bintang di musim panas lenyap tanpa cahaya.

Mingyu frustrasi, usahanya untuk bertemu dengan menunggu seharian di kampus selalu berakhir sia-sia. Ingin hati menghampiri ke rumah, namun Mingyu ragu jika Wonwoo akan keberatan dengan tindakannya.

Maka, sekali lagi, dalam perasaan rindu dan gundah gulana, Mingyu duduk di tempat yang sama setiap harinya. Di manapun itu asalkan tempat yang sering mereka habiskan bersama entah perpustakaan, lobi gedung fakultas, dan kelas-kelas di lantai tempat anak Ilmu Komunikasi bersemayam. Sayangnya, masih dengan jawaban sama jika Arshaka Wonwoo menghilang dari pandangan.

“Woi bro, gimane UAS lo?”

Daniel, kebetulan menemukan sosok Mingyu sedang melamun di gazebo taman yang berada tak jauh dari fakultasnya, datang menghampiri. Cukup terkejut saat melihat gurat lelah di wajah Mingyu. Tidak seperti biasanya, sebab sang mantan ketua KKN menunjukkan kelemahan seperti baru saja dilanda bencana.

“Lancar, Niel. Lo gimana?”

Mingyu membalas seadanya, bahkan dengan suara parau yang terlihat lemah tanpa daya. Fisiknya memang terlihat baik-baik saja, tapi hatinya tidak.

“Gue dari dua hari lalu udah kelar. Tumben sendirian, Shaka mana?”

Jangankan Daniel, Mingyu pun tak tahu di mana keberadaan Wonwoo sekarang.

[✔] KKNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang