Gak bisa kah Kak Shaka mengalah? Aku tau cinta kalian sedang membara, tapi ini gak adil buatku. Gak akan pernah adil untuk seseorang yang kalah seperti aku.
========
Kamis siang yang tenang.
Begitu sabda derit kursi yang bergeser saat memecah suasana perpustakaan. Wonwoo baru saja menaruh skripsi di rak dan kembali memilih beberapa judul yang bisa menginspirasi untuk tugas mata kuliah Metodelogi Penelitian Komunikasi Kualitatif. Berharap dari judul itu bisa diajukan untuk seminar proposal di semester yang akan datang.
Ya, setelah melalui serangkaian kegiatan KKN dan sekarang sedang menginjak semester tujuh, sudah saatnya Wonwoo memikirkan tahap paling krusial sebagai pemenuhan tugas akhir seorang mahasiswa yakni skripsi. Tak terasa bukan? Waktu yang berlalu begitu cepat, seperti hubungannya dengan Mingyu yang terjalin selama berbulan-bulan.
Wonwoo tersenyum manis karena hatinya selalu berdesir tanpa sebab saat mengingat wajah sang kekasih. Cinta untuk Anarki seperti mengalir dalam aliran darahnya, bersatu padu menginvasi sistem kerja otaknya. Karena begitu teringat senyum tampan Anarki, dengan otomatis Wonwoo bisa menghidu aroma maskulin dan segar dari si cowok dominan.
Hal itu membuatnya tertawa konyol di depan kertas skripsi, mengundang tatapan heran dari sosok mungil yang sedang menatapnya sambil mendongak. Kalian juga tau dia siapa jika melihat dari perbedaan tinggi di antara mereka.
“Ih, Shaka senyum-senyum depan skripsi masa? Jatuh cinta sama judulnya atau gimana?”
Wonwoo terkesiap dan menemukan senyum Woozi yang tipis namun penuh makna. Ternyata rekan satu kelompok KKN lah yang sudah mengagetkannya, lantas dibalas cubitan cukup keras dari Wonwoo di pipi.
“Kangen pipi squishy Uji!”
“Sakit duh!” Woozi manyun, tapi enggan menepis jari Wonwoo. “Sombong ya mentang-mentang udah gak ada kebutuhan laporan lagi, lo jarang nemuin gue. Say anyeonghaseyo kek, gedung tetanggaan padahal.”
“Maaf Ji, udah mulai sibuk tugas pengantar UAS. Semuanya take home dan gak kira-kira ngerepotinnya.”
“Gue juga dong. Emang gini kali ya balada semester tua?”
Wonwoo tersenyum, mengajak Woozi untuk duduk. Saat ini mereka berada di lantai 6 Perpustakaan Utama, lantai khusus skripsi yang mana suasana begitu tenang karena larangan mengeluarkan bunyi sekecil apapun yang sekiranya mengganggu.
Maka dari itu, mereka memilih duduk di kursi yang lebih jauh dari kursi para pejuang skripsi. Yakni di depan kaca yang mengarah langsung ke tangga.
“Gimana kabar anak-anak lain? Gue udah jarang kontakan masa. Apalagi sama si ketum, sejak nyusun laporan keuangan kayaknya gue cuma ngabisin waktu paling banyak sama si Hoshi.”
Wonwoo tersenyum manis saat nama sahabatnya disebut. “Baik kok, gue juga gak seintens dulu komunikasinya sama anak-anak kayak Daniel, Jaehyun, dan Eunwoo. Kalo ketum sih masih.”
Giliran Woozi yang tersenyum. Tapi ya, prinsip dia cukup tau aja. Karena memang gak ada yang perlu dicurhatkan, Wonwoo bukan tipikal orang yang akan membuka dirinya pada semua orang. Cukup orang terdekat itu menyadari perubahan pada dirinya.
Sehingga obrolan yang terjalin berikutnya berganti pada topik persiapan skripsi. Enaknya memiliki teman beda jurusan dan fakultas itu bisa berbagi testimoni. Mengenai kebijakan lah, cara lah, bahkan mungkin suka duka yang dialami. Karena percaya atau tidak, setiap individu pasti akan mengalami masalahnya masing-masing, termasuk perkara penyusunan skripsi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] KKN
Fanfiction[𝘾𝙤𝙢𝙥𝙡𝙚𝙩𝙚𝙙] 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯. 𝘐𝘯𝘪 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘒𝘰𝘳𝘶𝘱𝘴𝘪 𝘒𝘰𝘭𝘶𝘴𝘪 𝘕𝘦𝘱𝘰𝘵𝘪𝘴𝘮𝘦. 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘶𝘭𝘢 𝘒𝘶𝘭𝘪𝘢𝘩 𝘒𝘦𝘳𝘫𝘢 𝘕𝘺𝘢𝘵𝘢. 𝘛𝘢𝘱𝘪, 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘒𝘢𝘭𝘪-𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘕𝘺𝘢𝘯𝘨𝘬𝘶𝘵. 𝘈𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪𝘢�...