"Siapa dia?"
Bagaikan disambar petir siang hari, Calista tersentak ke belakang saat mendengar ucapan itu keluar dari mulut Al.
Calista mengernyitkan dahinya, menormalkan jantungnya yang terasa tersetrum dan menjilat bibirnya yang terasa kering. "Apanya yang siapa? Apa maksudmu orang yang baru ketemui tadi?"
Al berdecak kesal. "Memang siapa lagi,"
Calista semakin mengeryitkan dahinya, "Aku tidak mengerti di mana letak pentingnya bagimu." Calista mencoba mengabaikan ucapan Al yang menurutnya tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Lalu Calista berjalan melewati Al.
Serempat jalan saat Calista meninggalkan Al, lelaki itu dengan tiba-tiba sudah tiba di samping Calista, berjalan seperti manusia pada umumnya. Dan Calista hanya mengangkat bahu melihat Al melakukan sesuatu yang membuatnya berpikir bahwa lelaki itu....
Pamer!
Al merangkul bahu Calista, dan memasang wajah paling dingin. "Penting karena kau tunanganku. Dan semua yang berjenis lelaki, pria atau semacamnya adalah urusanku. Semua yang terjadi dalam hidupmu penting bagiku,"
Calista tidak menjawab. Dengan kasar gadis itu menepiskan tangan Al yang merangkulnya, namun tidak terlepas. Ia mencubit, memukul tapi tidak terlepas juga. Calista mulai kesal. Ia berhenti berjalan.
Al semakin menarik Calista mendekat. "Jadi itu dia?"
Al ikut berhenti, ia melepaskan rangkulannya, berhadapan dengan Calista. Mereka tanpa sadar sudah berjalan cukup jauh, hingga keramaian tak ada lagi. Cukup sepi yang membuat mereka berada di jalan berlorong yang tak berpenghuni. Udara siang itu cukup panas, mereka yang berhadapan membuat waktu seakan berhenti.
Tatapan Al menajam. Rahangnya mengeras, alisnya hampir bersatu dan ekspresinya cukup mengerikan membuat Calista harus mengalihkan pandangannya karena mereka berada dalam jarak yang dekat. Calista sendiri harus menjaga ekspresinya menunjukkan bahwa ia tidak takut.
"Lalu...," jeda sejenak. "Kenapa kau membiarkannya memelukmu, kenapa kau tidak pernah memelukku seperti ini." Al melingkarkan tangan ke pinggang Calista hingga gadis itu berjarak lebih dekat dengannya, nyaris bersandar di dada lelaki itu.
"Lalu kapan aku punya kesempatan itu jika aku terus menunggumu memelukku," bisik Al, menyentuh pipi Calista, terpaksa Calista harus bertatapan dengan mata hijau milik Al, tatapan melembut.
Calista mulai risih, ia gelisah tak menentu, maksudnya bukan jantungnya saja yang mulai merasa aneh. Tapi sentuhan Al di pipi terasa ... seperti percikan aneh. Semuanya terasa aneh.
"Kapan kau akan bersikap seperti itu padaku?" Al bertanya sekali lagi.
Calista mengerjab matanya dua kali, ia menyentuh tangan Al yang berada di pipinya dan mencoba menjauh. Namun Al menahannya. Tatapan Al terlihat terluka. Saat merasakan ada angin yang menerpa tubuhnya, Calista sadar ia tak berada lagi di lorong jalan, ia bisa merasakan ada air di sela sela jemari kakinya. Hembusan pasir, suara burung. Ia yakin mereka berada di pantai. Dan Al lagi-lagi membawanya dengan berteleportasi.
"Kau selalu saja mengecewakanku, mengabaikanku, melawanku. Aku memang tidak mau menyakitimu," Al tersenyum begitu menawan hingga senyum itu terlihat sangat jahat.
"Seharusnya memang aku tidak ingin menyakitimu, namun kurasa aku terlalu bersikap lembut padamu."
"Menyingkir!" desis Calista tajam. Calista mencoba mendorong bahu Al.
Saat Calista terbebas dari pelukan Al, sekejab ia merasa lega. Namun kelegaan itu menghilang saat ia tahu jika Al menariknya ke laut. Iya seperti dugaannya mereka memang berada di pantai. Pasir yang berwarna putih bersih dengan air yang sangat jernih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny of the Flora [REVISI❤️]
Fantasy(MASA REVISI SEKALI LAGI) [Fantasi Romance] [Season 1] Calista Angelia Bellvanist kembali ke tempat yang disebutnya Neraka. Malam itu, ia juga kembali ke Chylleland, tempat yang akan menariknya setahun sekali tepat di hari ulang tahunnya. Semua be...