40. Ibu?

3.1K 241 1
                                    

Hari semakin gelap. Matahari telah bersembunyi di ufuk timur.

Semenjak sarapan tadi Calista menolak untuk keluar, menolak makan karena harga dirinya tergores dengan perlakuan Lilith yang menahannya dengan kekuatan.

Di luar sana, bau hujan tercium sangat kuat. Calista berbaring sendirian di kasur sederhana, tidur melengkung seperti bayi yang belum lahir lalu menarik selimut hingga dagu.

Dalam selimut, diam-diam tangan Calista menyentuh permukaan dingin kalung yang sengaja ia keluarkan dari bajunya. Walaupun Calista terlihat baik-baik saja, sebenarnya hatinya mengumpulkan sejuta pertanyaan.

Calista ingin bertanya pada ibunya. Ada sejarah apa dibalik kalung yang dikenakannya? Kenapa kadang-kadang Calista merasa dirinya adalah orang lain yang mengendalikan tubuhnya yang kemudian lupa apa yang baru saja ia lakukan. Mengapa makhluk-makhluk asing di tempat ini ingin bertemu dengannya, dan mereka seolah mengatakan kalung itu telah dicuri dan ibu Calista adalah pelakunya. Terlalu banyak yang ingin Calista tanya.

Dan pikiran itu membawanya ke satu pikiran di mana ia merindukan ibunya. Ia ingin merasakan bagaimana ibunya memeluk dirinya saat Calista besar, merindukan setiap belaian ibunya. Seandainya bisa, Calista ingin bertemu ibunya walau alam sudah memisahkan mereka. Namun, Calista sadar jika ia dan ibunya tidak pernah bertemu lagi.

Terlalu banyak pikiran sampai kepala Calista ingin pecah saja, akhirnya gadis itu memutuskan untuk tidur.

Saat terlelap Calista tidak sadar jika kalung biru itu bersinar dua kali, diam-diam pendar biru itu menyerap ke kulit Calista.

*****


Ketukan pintu tidak membuat Calista bergeming di tempat tidur. Beberapa jam setelah bangun, Calista duduk di atas ranjang dengan pandangan yang kosong. Matahari juga terus saja mengeluarkan sinarnya. Calista memeluk lututnya sendiri dan tenggelam dalam pikiran tentang semalam, ia berpikir sangat keras berharap bisa memecahkannya.

Derit pintu itu terbuka. Padahal Calista ingat ia mengunci pintu, tapi ia tidak heran lagi, sihir hal biasa terjadi di sini dan itu membuat gadis itu memakluminya.

Wajah pucat Calista sama seperti mayat hidup, sudah dari kemarin ia menolak untuk makan. Samcha meletakkan nampan di atas meja, ia berdiri di sana dengan canggung. Gadis seumuran Calista itu mulai angkat bicara.

"Anda harus makan dulu, Putri. Tidak ada artinya jika anda menahan diri seperti ini."

Calista tidak menjawab, membuat Samcha menggaruk tekuk. Bagaimana pun caranya Samcha harus bisa membujuk Calista untuk bisa bertemu dengan Yang Mulia Ratu. Maksudnya mereka telah merencanakan, sarapan yang dibawa Samcha tadi mengandung ramuan tidur, jadi saat Calista memakannya gadis itu dengan perlahan akan tertidur. Tugas Samcha adalah memastikan bila Calista memakan sarapan itu sekali pun satu atau dua suap.

Samcha memutuskan untuk duduk di kursi dekat meja yang ia taruh nampan di sana. "Apa anda mau mendengar kisah yang terlupakan di Negeri ini?" Samcha berusaha mencari perhatian pada Calista.

Calista tidak bergerak ataupun menjawab.

***

Samcha tetap melanjutkan, "Kisah yang membuat bangsa penyihir hampir hancur. Anda harus tahu, kami adalah bangsa penyihir. Kami hidup damai dengan para Peri, para Duyung, para Hybrid di antara keduanya, dan para Binatang. Namun, Penyihir tercipta menjadi dua bagian. Penyihir hitam dan putih.
Penyihir Putih menganggap Penyihir Hitam sesuatu yang berbahaya, sesuatu yang membangkang dan memiliki sifat seperti Iblis. Oleh karena itu, rata-rata Penyihir Hitam menjadi mahkluk yang terbuang dan pindah ke bagian selatan. Menurut mitos, Penyihir Putih lahir sebagai perwujudan malaikat sedangkan Penyihir Hitam lahir sebagai perwujudan iblis. Penyihir Putih juga selalu menjunjung tinggi kesetiaan, mereka ragu jika Penyihir Hitam hanya sebuah kesalahan, sebab terlahir di dunia dan prinsip itu sama sekali tidak bisa diubah lagi."

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang