45. Awal Perang

3.5K 219 0
                                    

Keesokannya, Maurietta meminta Calista agar menemui wanita itu di ruang kerjanya. Sembari menyelusuri koridor yang penuh dengan potret-potret kerajaan, Calista menguap dengan lebar, lalu menutup mulutnya. Seperti yang Calista duga, memang ada lingkaran hitam di sekitar matanya, karena semalam sedetik pun matanya tidak bisa terpejam. Calista masih ingat jika permintaan Al itu konyol dan memalukan, dan Calista merasa ia sudah mempermalukan dirinya sendiri. Calista bisa menebak lelaki itu akan tersenyum dan tertawa senang mengingat kejadian itu, sedangkan Calista mulai sengsara dengan kebenaran siapa sebenarnya Al.

Tangan Calista mengetuk pintu, begitu ia tiba di sana, ia langsung mendengar seruan kata 'masuk' lalu Calista melangkah ke dalam.

"Kau tampak lesu," ujar Maurietta ketika Calista duduk di depan mejanya.

Calista bergumam tidak jelas, lalu menguap lagi dengan menutup mulutnya. "Ada keperluan apa sampai kau memintaku mendatangimu pagi-pagi begini?"

Maurietta memandang Calista, hari ini wajahnya terlihat ramah. Dan sekarang Calista sudah sedikit demi sedikit mengingat orang di depannya bukanlah ibunya melainkan bibinya.

"Baiklah, aku tak perlu berbasa-basi lebih banyak. Semalam kulihat kalian berdua cocok. Kapan akan berencana menikah?"

Calista tersentak kaget, sisa-sisa kantuk yang tadi susah ditahannya menghilang tak tersisa. "Aku tidak berencana menikah siapa pun."

"Oh ya?" senyum Maurietta yang terlihat mengejek di mata Calista, "kau juga suka padanya, kan? Terlihat jelas sekali semalam, kau mendambakannya hingga kau tidak bisa melepaskan ciumanmu seakan kau sangat suka berada dalam keadaan itu,"

Ketara sekali, kini wajah Calista memerah semerah tomat yang siap dipetik. Ia merasa suhu tubuhnya ikut memanas, meskipun ruangan ini dimasuki oleh udara dari luar. "Maurietta!" Calista merasa malu.

"Oh, lihat dirimu. Begitu manisnya dan wajahmu semakin memerah," senyum kecil muncul di sudut bibir Maurietta.

Lalu perlahan senyum di bibir Maurietta memudar, kini wajahnya terlihat serius. "Tapi kau harus mengenal tunanganmu juga,"

"Maksudmu?" Calista mengibas-ngibaskan wajahnya dengan tangan.

"Kau harus tahu kau bertunangan dengan siapa? Maksudku, aku tidak akan bertanya bagaimana bisa kau bertunangan dengannya, tetapi setidaknya aku harus mengatakan padamu bahwa kau bertunangan dengan orang yang salah."

Calista kini terdiam, ia tidak bertanya lebih lanjut meskipun banyak pertanyaan dalam pikirannya.

"Kau mungkin pernah mendengar wilayah Trois dan Evruen bermusuhan. Kedua wilayah bukan hanya bermusuhan karena berbeda kasta, namun para pemimpinnya pernah melakukan hubungan yang terlarang,"

Tubuh Calista menegang. "Hubungan terlarang seperti apa?"

"Seperti, kau tahu ... emm ... hubungan intim suami istri," Maurietta berusaha mencari kata yang tepat. "Tentu kau tahu siapa yang melakukannya. Iya, Ratu Lindsey Estermont wilayah Evruen dengan Raja Trois,"

Bagaikan disambar petir, tubuh Calista membeku. Ia merasa, ia sedang diguyurkan hujan es yang berukur segepal tangannya dan didaratkan di atas tubuhnya, rasanya ... hatinya ... menyakitkan.

"Hubungan terlarang itu membuat alam menghukum mereka. Bahkan, setidaknya kau harus tahu, sebenarnya Raja Trois dan Ratu Evreun memiliki hubungan darah. Hal itu yang membuat Dewi Tanpa Nama marah sekali, lalu sang Dewi murka. Sang Dewi membuat salah satu di antara mereka mendapatkan hukuman. Namun, tak ada yang tahu seperti apa sang Dewi menghukum mereka. Bahkan sekarang pun, alam akan sangat murka jika Raja Trois dan Ratu Evruen bertemu. Alam tak mengizinkan mereka memiliki hubungan lagi,"

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang