Ash ingin menghalangi pendengarannya saat ini juga. Telinganya mulai panas mendengar ocehan tanpa henti selama dua jam lebih dari gadis seumuran Calista, Xania Lucynda. Sepupu yang menganggap dirinya sebagai sahabat gadis itu.
Mereka berdua berada di teras belakang bagian istana dengan suasana sore hangat. Langit seolah dicat dengan siraman warna oranye, hembusan angin pelan menerbangkan beberapa helaian rambut gadis itu. Suasana menjadi sangat santai, kecuali ocehan Xania yang menganggunya.
"Sudahlah, Ash. Kau hanya perlu mendekatinya. Tidak perlu harus gugup segala! Kau tahu kan, aku gemas sekali melihat sikapmu yang pura-pura mengabaikannya. Kau berhak dekat dengannya. Dia itu adikmu sendiri. Dia itu hanya Calista!"
Mereka membicarakan Calista. Tepatnya Xania yang memulai pembicaraan ini, gadis itu berteriak dan marah padanya, mengatakan jika ia harus mengubah sikapnya agar Calista memberinya kesempatan untuk berbaikan. Mata Ash menatap gadis yang duduk di depannya, mengamati warna merah pada pipinya saat dia begitu semangat mengkritik sikap Ash.
"Berisik," gumam Ash pelan.
"Kau bilang apa? Aku sebagai sahabatmu hanya menasehatimu." Xania menghembus napas berlebihan. Ia mencibir, mengabaikan jika sebenarnya ia sedang berbicara tak sopan pada Pangeran Kerajaan Gardenia. "Kau pengecut sekali. Saat Calista bangun, kau bahkan tidak melepaskan pelukannya."
Alis Ash terangkat.
"Aku tahu dari Ethan." Xania menjawab pertanyaan tak terucap itu.
"Kau seharusnya berpikir Ash, setelah terbangun dari dimensi itu. Calista terlihat berbeda. Ia bahkan tidak menolak memakai gaun, menghadiri jamuan makan malam yang terjadi lusa. Juga, poin yang paling penting ... adalah ia sudah jarang marah."
Ash berpikir apa yang dikatakan Xania terdengar benar. Apa mungkin ia diberi kesempatan untuk dekat lagi dengan adik perempuannya?
Wajah Ash walaupun terlihat datar ia sangat peduli pada Calista. Semenjak Calista marah padanya yang bahkan ia tidak tahu seberapa benci Calista padanya. Ash juga berubah. Ia sering murung mendapati kenyataan bahwa adik yang paling ia sayangi menjauhinya. Jika saja dulu ia ada di sana menemani adiknya, pasti kebencian dalam diri Calista tidak akan terjadi.
"Kau berbohong atau apa?" suara Ash terdengar pilu.
Xania dengan kesal, lalu menepuk lengan Ash dengan kencang. Tidak peduli sekali pun, Ash adalah Pangeran di Istana, lelaki itu hanya sahabatnya. Tindakannya yang tiba-tiba membuat lelaki itu meringis kesakitan.
"Astaga! Selalu tidak percaya padaku. Aku bukan gadis yang mengatakan omong kosong dengan pembicaraan yang tidak bermutu. Dan aku ... hanya berbicara berdasarkan fakta."
"Menurutmu, aku harus datang padanya begitu? Dan langsung memeluknya?" suara Ash kian murung, wajahnya tanpa ekspresi itu mulai menunduk.
"Hm..." Xania meredakan kekesalannya, ia berpikir. Bagaimana cara berkata tapi tidak membuat orang tersinggung mendengarnya. Ingin sekali Xania mengatai Ash. Ash bodoh. Ash pengecut. Ash si pura-pura tidak peduli. Ash si lelaki kesepian yang tidak waras. Ash... Masih banyak umpatan yang ingin ia keluarkan. Sayangnya sekarang lelaki itu sedang bersedih. Dan ia butuh saran dari seorang sahabat seperti Xania. Setelah jamuan makan malam lusa. Mereka memang berjanji untuk bertemu hari ini. Dan Ash bilang ada sesuatu yang ingin ia bicarakan. Dan ternyata hanya ini.
Kenyataannya Ash terlalu pemalu untuk mendekati Calista.
Mata Xania menatap Ash yang duduk di sampingnya, di kursi yang lain. Ia mulai menatap daun-daun pohon yang digerakkan oleh angin.
"Sekarang, Calista sedang ada di ruang latihan dansa. Ia sedang belajar di sana bersama Niko, pengawalnya. Well ... kau bisa meminta Niko menggantikan pasangan dansa dengan dirimu. Dan saat itu terjadi, kau hanya perlu berbicara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny of the Flora [REVISI❤️]
Fantasi(MASA REVISI SEKALI LAGI) [Fantasi Romance] [Season 1] Calista Angelia Bellvanist kembali ke tempat yang disebutnya Neraka. Malam itu, ia juga kembali ke Chylleland, tempat yang akan menariknya setahun sekali tepat di hari ulang tahunnya. Semua be...