42. Membuang Waktu

3.4K 210 4
                                    

Pagi ini, Calista bangun dengan pikiran yang kacau, sekacau benang kusut yang tak pernah bisa ia uraikan. Pikiran di mana ia tahu dirinya bukan manusia terus saja menghantuinya. Juga pikiran tentang ternyata ibunya adalah pengkhianat dan itu sungguh menganggu kenyataan jika ia terlalu menyayangi ibunya.

Mulut Calista terus saja berkomat-kamit, di depannya ada Maurietta, yang mengajakkan ke sesuatu tempat, yang mengoceh entah tentang hal apa. Dan Calista tidak suka diberi pembicaraan yang ia tidak mengerti. Tentang harus melakukan ini dan tidak boleh melakukan itu saat kita mengunakan sihir. Posisi kaki pun tak boleh salah saat mengucapkan mantra. Blablabla...

Calista bosan. Sekali lagi, Calista terus berkomat-kamit seolah mengikuti apa yang Maurietta katakan, sembari memutar mata dan mengerakkan tangannya dengan gaya yang sangat berlebihan.

Maurietta tidak mengatakan mereka akan pergi ke mana, namun ia hanya meminta Calista mengikutinya. Puluhan tangga yang melingkar terus saja mereka naiki. Dan cahaya dari jendela itu memberikan sinar agar mereka tak kesulitan menaiki anak tangga selanjutnya..

Maurietta tiba-tiba berhenti, lima langkah di depan Calista, membuat gadis itu menutup mulutnya dan berhenti memutar mata seolah tak terjadi apa-apa. Ia tahu, mereka berjalan ke tempat yang Maurietta inginkan. Namun sepertinya Calista harus menjerit dan berkata jika kakinya sudah tidak sanggup menaiki tangga yang rasanya tidak ada habisnya. Calista menyentuh dinding batu yang kasar di bawah telapak tangannya, dan Calista yakin mereka berada dalam sebuah menara.

Maurietta berbalik, wajahnya mengerut tidak suka. "Aku sama sekali tidak tahu kau mewarisi sifat siapa. Tapi menyebalkan sekali saat kau tahu satu-satunya muridmu malah mengejek-ejekmu di belakangmu dan kau malah bersikap tidak tahu apa-apa, rasanya itu sangat menyebalkan. Tolong Putri Calista. Hentikan apa yang baru saja kau lakukan karena itu tidak sopan."

Hanya sekilas Calista menatap mata Maurietta dan kembali mengalihkan tatapannya. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa. Dan Maurietta kembali berjalan, membuat Calista menghela napas lelah. Ia memandang ke atas, masih banyak tangga yang harus mereka naiki.

Oh Ya Tuhan! Menyebalkan sekali! batin Calista.

Jika saja Maurietta itu bukan saudara kembar ibunya, maka ia akan membantah dan tidak mau mengikuti Maurietta begitu saja. Karena setiap kali ia menatap Maurietta, ia seakan menatap ibunya yang tengah menasehatinya. Yah, akan sangat mirip sekali jika Maurietta mau mengubah rambut merahnya menjadi hitam. Tapi ... sikap Maurietta sangat bertolak belakang dengan Bellva. Sekilas kenangan itu terlintas dalam pikirannya, mengingat ibunya sangat menyayangi Calista dan perhatian padanya. Itu berbeda dengan Maurietta yang cukup jarang bicara dengannya. Maksudnya Maurietta ramah, hanya saja Calista tidak bisa menjelaskan sikap Maurietta itu sedikit menyebalkan.

Mereka tiba di tempat yang Maurietta inginkan. Ada sebuah pintu di sana, dan Maurietta sama sekali tidak membuang waktu. Ia masuk dan ternyata ruangan itu terlihat seperti sebuah kamar, tapi tidak punya sebuah ranjang. Walaupun seperti tidak pernah ditinggalkan, tempat itu bersih dan terawat. Maurietta menyuruh Calista berdiri di sebuah permadani bulat yang berada di pusat ruangan itu. Ruangan itu cukup terang karena ada jendela yang tanpa gorden. Calista berdiri dengan ragu.

Maurietta maju, tangannya terangkat. Dia tidak bicara pada Calista saat mengangkat telapak tangannya di atas kening Calista, tatapan matanya yang biru tertuju pada wajah Calista.

Calista ingin bertanya, ada apa? Tetapi Maurietta sudah menggumamkan sesuatu dengan suara pelan. Sebuah mantra, Calista tersadar. Dan sebuah mantra yang sulit karena butiran keringat muncul di atas keningnya.

Sebuah awan kehijauan terbentuk di sekeliling Calista, membuatnya kesulitan untuk melihat. Calista berusaha mengatakan sesuatu, tapi kata itu tak mau terucap. Awan kehijauan itu tiba-tiba terlihat lebih terang, dan sesuatu dalam diri Calista, sesuatu yang bahkan tidak disadari kehadirannya, terlepas, bagaikan tali yang yang putus karena beban berat. Kemudian, awan kehijauan itu memudar, dan Maurietta mundur, kedua tangannya bergetar di sisi tubuhnya.

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang