Calista terlihat gugup.
Ia menunggu Al mengantarnya. Terlihat cantik dengan gaun feminim berwarna jingga—sama sekali bukan seleranya karena Al yang sengaja memilih gaun itu untuknya. Calista sudah protes tapi saat mendengar Al mengancam tidak akan memberi obat untuk Ash, jadi Calista hanya mengiyakan saja.
"Sudah siap?"
Pakaian yang serba hitam tak menyurutkan ketampanan Al, malah pakaian itu terlihat sangat cocok dengan tubuh atletisnya.
"Iya," Calista menjawab dengan sangat tenang walaupun dalam hati ia sebenarnya cemas.
Sesaat Al memandang Calista begitu tiba di hadapan gadis itu. Ia merangkul bahu Calista dengan ringan kemudian berbisik.
"Kau terlihat menawan." Calista mengangkat bahunya acuh. Lalu mereka menghilang.
Beberapa menit setelah Al pergi. Calista sudah berada dalam kamar Ash yang tak menyadari keberadaannya karena Ash masih tidur, tirai jendela juga masih tertutup. Calista berjalan ke arah pintu dengan pelan memastikan jika pintu itu terkunci. Setelah itu, ia kembali berjalan ke arah ranjang, berhenti di sana menatap botol kecil di tangannya. Botol kecil yang Al berikan, isinya obat untuk Ash. Ia membuka tutup lalu mengarahkan pada mulut Ash, namun tangannya berhenti saat Ash mengeliat.
"Apa aku membangunnya saja?" batin Calista.
Ia menatap sarapan yang tadinya tidak ada berada di nakas. Pasti Al yang melakukannya karena Calista sendiri yang memintanya.
Calista kembali mengarahkan ke botol kecil itu ke bubur dan menuangkan ke dalamnya, lalu mengaduknya. Setelah itu ia ragu dengan sikapnya sendiri. Maksudnya ada tidaknya dirinya di sini, Calista rasa itu tidak ada masalah.Hati-hati Calista duduk di atas ranjang di samping Ash. Ia mengulurkan tangannya menyentuh rambut Ash dengan ragu, menyakinkan dirinya ia melakukan ini hanya karena ia kasihan bukan karena ia peduli. Ia tidak peduli!
Ash mengeliat merasakan sesuatu menyentuh kepala. Lelaki itu mencoba membuka mata, ia kira akan menemukan ibunya di sini. Matanya langsung terbelalak ketika mendapati Calista berada di kamarnya. Semuanya terasa seperti mimpi. Calista tampak cantik apalagi Ash yakin melihat ada senyum kecil di bibir gadis itu. Sesuatu hal yang tak pernah ia bayangkan.
"Hai Ash," tangan Calista menyentuh pipinya, mengusapnya dengan gerakan lembut. "Kau tampak pucat,"
Calista merasa tidak yakin jika yang baru saja berkata adalah dirinya. Ia tidak mungkin peduli pada Ash kan? Atau mungkin Calista hanya terus mengelak. Tidak mungkin! Calista hanya kasihan saja!
"Calie," tangan Ash mengenggam tangan Calista yang berada di pipi lelaki itu. Dan tangannya tampak dingin, ia mencoba untuk bangun dan Calista membantunya, Calista juga mengejalkan beberapa bantal di punggung Ash agar lelaki itu merasa nyaman.
"Kau ... di sini," tangan Ash menyentuh kepala Calista mengelusnya pelan dan lalu ia mulai menyentuh sisi wajah Calista seolah ia sangat merindukan gadis itu.
Calista merasa jantungnya berdetak kencang. Ia takut jika perasaannya sedang membawa firasat tidak enak. Dan Calista takut menyesalinya.
Calista menarik napasnya. Ia tidak mungkin melakukan kesalahan. Tidak mungkin!
"Iya, aku di sini," bisik gadis itu.
Seketika itu Ash menghambur ke pelukan Calista, memeluknya dengan segenap hati. Perasaan yang sangat ia tunggu berada dalam pelukan gadis itu. Orang yang ia sebut namanya saat ia tidur sekarng ada di hadapannya. Seolah membuka dirinya untuk Ash. Calista menyambut pelukan Ash dan menghusap kepalanya.
"Aku merindukanmu,"
Calista sudah duga ia akan mendapatkan ucapan yang seperti ini. "Aku tahu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny of the Flora [REVISI❤️]
Fantasía(MASA REVISI SEKALI LAGI) [Fantasi Romance] [Season 1] Calista Angelia Bellvanist kembali ke tempat yang disebutnya Neraka. Malam itu, ia juga kembali ke Chylleland, tempat yang akan menariknya setahun sekali tepat di hari ulang tahunnya. Semua be...