Suara tawa itu nyaris terdengar ke ruang sebelah. Siang itu, Ash mengajak Calista ke ruang baca, karena tadi pagi gadis itu tampak murung, Ash pikir akan lebih baik jika ia menghibur Calista dan membuat gadis itu tersenyum atau yang lebih beruntung membuatnya tertawa. Tapi kali ini ia memang beruntung, bisa bersama dan tertawa dengan Calista.
Ash merasa senang. Padahal memang Ash tidak bisa melucu, tapi walaupun ia membuat dirinya konyol, setidaknya Calista merasa lebih baik dari sebelumnya. Bahkan pagi tadi gadis itu menolak sarapan di meja makan bersama keluarga, hanya untuk tidur lebih lama di ranjang Ash. Jangan tanyakan betapa terkejutnya Ethan dan Nathan saat si kembar itu mengunjungi Ash, untuk sesekali melihat kakaknya, karena memang kamar mereka berpisah cukup jauh.
"Hentikan Ash, sudah cukup. Aku tidak mau tertawa lagi," Calista merasa kelelahan sambil memegang perutnya yang terasa sakit saat ia terus tertawa.
"Aku tidak ingin berhenti," tekad Ash. Ia mendekati Calista, berpindah duduk di samping gadis itu.
"Jangan coba-coba!" Calista berkata tajam, setengah memekik saat melihat Ash ingin mengelitiknya.
Ash terdiam. Tidak melanjutkan aksinya yang ingin mengelitik Calista. "Baiklah," lalu Ash menatap Calista dengan lekat, terlintas dengan cepat di pikiran tentang janji Calista semalam, pemuda itu tidak melupakannya. Apa Calista ...
"Apa kau melupakan sesuatu?"
Tawa Calista perlahan memudar, digantikan dengan tatapan bingung yang ketara sekali terlihat di wajahnya. Ia mengaruk pipi tanpa sadar. "Melupakan apa?"
"Sesuatu yang kau ucapkan sebelum tidur?" Ash mencoba menggali ingatan Calista, ia harap Calista akan ingat.
Calista mengernyit, berpikir keras. "Memangnya apa? Aku tidak ingat,"
Ash mulai cemberut. Padahal lemuda itu sudah sangat berharap jika Calista mau mengatakan kata itu padanya, tapi kenapa gadis itu harus lupa. Apa karena semalam Calista terlalu mengantuk, membuatnya mengucapkan sesuatu tanpa sadar.
"Aku tidak ingin bicara denganmu," Ash merajuk seperti anak kecil. Kadang sikap manjanya pada Calista tidak pernah ia tunjukkan kepada orang lain. Berbeda dari sikapnya ketika di hadapan para bangsawan dan rakyat, ia tidak ingin dianggap seorang pangeran sepertinya ternyata orang yang lemah dan manja. Karena apa yang terlihat tidak seperti yang dilihat.
"Ya ampun, Ash. Katakan saja dulu. Supaya aku ingat," erang Calista.
"Dasar tidak peka," cibir Ash dengan suara pelan, seraya bersedekap membuang pandangannya menatap arah lain.
"Kau bilang apa?" jelas, Calista tersinggung. Lantas Calista memaksa dirinya berpikir, ia juga tidak mau sama sekali menatap Ash. Padahal mereka baru saja kembali akrab, dan Ash mulai bersikap manja. Memang terlihat menggemaskan namun di saat yang bersamaan sikap manja Ash benar-benar menyebalkan.
Setelah lama mereka tidak bicara, Calista masih tenggelam dalam pikirannya, dan Ash masih bertahan dengan aksinya. Lalu tanpa diduga, Calista ingat. Jangan katakan jika itu adalah tentang panggilan kakak yang akan dia ucapkan sepanjang hari ini sampai telinga Ash panas. Calista menghela napas. Tentu saja, pasti hal itu yang ia lupakan.
"Aku sudah ingat," tiba-tiba Calista memecahkan keheningan, membuat Ash menoleh dengan cepat.
"Apa? Kau sudah ingat?" matanya berbinar, bahkan tangannya tak bersedekap lagi.
"Iya," Calista terdiam. Matanya mengamang ketika di pikirannya terlintas tentang Ash sakit, sampai Calista harus memberikan obat 'mahal' yang ia dapat dari Al. Apalagi Calista penasaran apa obat itu manjur atau tidak? Sepertinya Calista harus memastikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny of the Flora [REVISI❤️]
Fantasy(MASA REVISI SEKALI LAGI) [Fantasi Romance] [Season 1] Calista Angelia Bellvanist kembali ke tempat yang disebutnya Neraka. Malam itu, ia juga kembali ke Chylleland, tempat yang akan menariknya setahun sekali tepat di hari ulang tahunnya. Semua be...