47. Kehilangan Jiwaku

2.9K 221 8
                                    

Pedang itu menembus baju zirah, tepat mengenai jantung orang yang baru saja mengantikan posisi raja.

Lalu tak berhenti di sana saja, pedang itu diputar, ditusuk lebih dalam lagi setelah itu baru dicambut dengan kasar hingga darah memuncrat seketika.

Hening, lalu suara terkesiap serempak terdengar. Calista terhuyung, ia melihat orang itu adalah Niko-nya, melakukan penyelamatan untuk melindungi raja. Lelaki itu sepertinya tak berpikir dua kali.

Niko terjatuh bagaikan sebongkah batu, ia menahan darah yang terus mengalir, teriakannya terdengar begitu menyayat hati siapa saja. Keane yang berada di sana menyaksikannya terpaku. Begitu juga dengan Raja Aaron.

Penjaga yang menahan Calista, melepaskan cengkalannya. Saat itu juga, Calista merasa hidupnya tak berarti apa-apa lagi. Ia cepat-cepat berdiri, melompati jarak yang memisahkan dirinya dan Niko, lalu berlutut di samping lelaki itu. Keane melakukan hal yang sama, dia menopang kepala Niko di atas pangkuannya. Calista bahkan tak begitu peduli lagi, dengan Raja Renan yang kini tengah menyeringai begitu jahat.

"Niko," air mata mengalir jatuh ke pipinya. "Kenapa kau melakukan ini?"

Niko mengigit bibir, menahan teriakannya, organ tubuhnya rasanya tak mau berjalan seirama lagi, semakin membuat napasnya tersenggak-senggak. Hal itu membuat Calista semakin khawatir. Niko adalah orang yang begitu istimewa dalam hidupnya, satu-satunya orang yang menyadarkan Calista jika ia tidak sendirian di dunia ini, orang yang mau mengorbankan setiap waktunya hanya untuk menemani Calista yang tidak tahu terima kasih. Orang yang mendukungnya di saat Calista berada di jalan yang salah. Orang ... Calista menarik napasnya. Demi Tuhan. Ia menangis. Niko adalah separuh jiwa, bagaimana ia bisa hidup jika jiwanya hilang bersama Niko.

Bibir Calista bergetar, matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Napasnya tercekik, dan jantungnya seakan ia baru saja merobek dan menyayat jantungnya sendiri.

"Kenapa kau melakukan ini? Kenapa kau malah mengantikan posisi dengan orang itu," Calista bahkan tak sudi menyebutkan nama ayahnya sendiri.

Ia terisak, dengan lemah merobek lengan bajunya dan menempelkan pada Niko agar darah itu mau berhenti mengalir. Tapi setelahnya Calista semakin panik melihat darah itu terus saja mengalir.

"Oh astaga! Kau harus bertahan Niko, aku akan menyelamatmu. Kau harus bertahan, jika kau tidak selamat aku akan bunuh diriku sendiri,"

Calista meraih belati, berniat menyayat dirinya sendiri, ia harus merasakan sakit yang Niko rasakan. Namun, Niko menahannya.

"Ti-tidak ... perlu," Niko berbicara tersedak. Tangannya yang berlumuran darah menyentuh tangan Calista.

"Kenapa kau sangat baik Niko?" air mata itu terus saja mengalir. "Kau tahu, aku tak sanggup kehilanganmu. Kau lebih dari apa pun yang ada di dunia ini. Kau pusat kehidupanku. Lebih berharga dari nyawaku dan keluarga yang tak pernah aku anggap,"

Setiap napas yang Calista hirup semakin mencekiknya. Tangan Calista menyapu peluh di kening Niko. Bibir Niko membiru, lalu Calista mendekat bibirnya mencium kedua pipi lelaki itu dan berhenti lama di kening Niko. "Kau adalah satu-satunya alasan kenapa aku masih hidup, satu-satunya alasan kenapa aku masih bisa menyayangi seseorang lebih dari diriku sendiri. Dan sekarang..., melihat kondisimu seperti ini tak bisa menenangkanku."

Dada Calista sesak sekali. Di saat itu, Calista memeluk Niko dengan segenap hatinya, seakan memang pelukan ini adalah pelukan terakhirnya bersama temannya. Sampai ia merasakan sebelah tangan Niko membalas pelukannya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, akhirnya Calista bisa merasakan pelukan Niko. Merasakan pelukan seorang teman. Namun, kenapa balasan pelukan itu datang dalam keadaan seperti ini. Keadaan di mana rasanya mereka tak memiliki banyak waktu lagi.

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang