Setelah acara pemakaman ibu, selama seminggu aku berada di Madiun untuk mengurus segala keperluan. Sebelumnya aku mendapatkan kabar dari seseorang warga yang menjadi saksi mata kecelakaan ibu. Dia tidak sempat melihat plat nomer kendaraan bermotor yang menabrak ibu. Ibu tertabrak saat akan berbelanja sembako kebutuhan toko di pasar terdekat.Gilang langsung berangkat ke Madiun setelah mendapatkan kabar itu, ternyata ibu masih suka menelpon Gilang. Saat aku sampai di rumah sakit sudah ada Gilang disana duduk diam sambil menunduk dalam. Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa pada akhirnya aku menepuk pundaknya. Gilang mengangkat kepalanya. Mata kami saling beradu, matanya penuh dengan air mata.
"Ibu bagaimana?" Tanyaku sambil mengambil tempat duduk di sampingnya didepan ruang ICU.
"Ibu kritis dan masih diperiksa." Jawabnya aku hanya menyatukan kedua tanganku dan memejamkan mata berdoa semoga orang tuaku satu - satunya itu bisa segera pulih.
Nyatanya tuhan punya rencana yang berbeda untuk ibuku, aku menangis sejadi - jadinya ketika dokter menyatakan jam kematian ibuku. Aku bahkan berpelukan dengan Gilang kakakku untuk pertama kalinya dalam hidupku. Selama ini kami bahkan tidak pernah saling berbicara.
Setelah kepergian ibu yang ada dalam benakku adalah sepi. Sudah tidak ada lagi diary berjalanku. Sudah tidak ada lagi pengisi dayaku, penguatku dan peneguh hatiku. Gilang masih tinggal bersamaku. Untuk pertama kalinya dia benar - benar berperan sebagai seorang kakak. Dia melakukan banyak hal untukku, mulai dari membuat sarapan dan makan siang - malam.
"Kau akan kembali ke Jakarta?" Tanya Gilang kepadaku.
"Ehemmm ..." Jawabku dengan santai sambil memakan nasi goreng buatannya.
"Rumah yang di Surabaya gimana ?" Tanyanya lagi kali ini.
" Gak tahu dikontrakin aja kali yak lumayan, duitnya bagi dua." Kataku Gilang hanya mengangguk saja.
Selama di Madiun aku sama sekali tidak mengetahui kabar apapun dari banyak pemain yang sedang berlaga di Thailand. Tidak lama pintu rumah kami diketuk. Aku berdiri dan berjalan ke depan melihat siapa yang menjadi tamu kami pagi - pagi sekali.
Aku dikejutkan dengan seorang laki - laki, masih muda menggunakan pakaian formal. Aku mengerutkan dahi siapa dia, pikirku. Hingga dia memperkenalkan dirinya. Namanya Robby dia pegawai asuransi kesehatan ibu. Aku lupa dulu pernah mendaftarkan asuransi kesehatan ibu. Robby menerangkan banyak hal mengenai dana asuransi yang akan cair. Secara keseluruhan itu akan jatuh ke tanganku sebagai wali ibu. Ternyata ibu bukan hanya mendaftarkan asuransi kesehatan tapi asuransi pendidikanku. Aku memang punya niatan untuk mengambil gelar S2 tapi masih belum kepikiran karena tidak ada biaya.
Aku kembali menangis mengingat ibu, ternyata ibu diam - diam menabung untukku. Bukan hanya aku ternyata ibu juga menabung untuk Gilang.
"Ini surat terakhir dari ibu Jessi .. katanya saya harus menyampaikan kepada anak - anaknya jika beliau pergi .." kata Robby sambil memberikan dua buah amplop dengan berbeda warna. Aku jingga dan Gilang hitam.
Setelah kepergian Robby dari rumah aku dan juga Gilang kembali terdiam. Tidak tahu harus melakukan apa.
"Kau akan melakukan apa dengan uang itu?" Tanyaku kemudian.
"Tidak tahu .. mungkin aku akan menggunakannya untuk berbisnis kali ini harus bisa tidak boleh gagal seperti sebelum - sebelumnya" kata Gilang sambil menerawang kedepannya.
"Hmm bagaimana jika mas terusin aja toko sembako, mas bolak - balik ngerjain bisnis bahkan Sampek kelilit utang juga gak kapok? Mending mas disini aja. Jaga rumah, tokonya ibu diterusin kalok bisa dikembangkan Sampek jadi supermarket ngalah - ngalahin super indo. Biar aku juga punya tempat pulang.." ujarku memberikan saran ke Gilang.
Gilang tampak berfikir keras. Aku tahu ini adalah sebuah pertimbangan yang cukup sulit. Sebenarnya dia selama ini baik hanya saja tidak terlihat. Dia sibuk bermain dengan teman - temannya berusaha bekerja dan membangun bisnis namun berakhir dia di tipu dan terlilit hutang yang menggunung.
"Udah gak usah digilir keras - keras .. jawabannya tinggal ya atau enggak! Kalok enggak yaudah rumah ini dikosongin aja .. rumah Surabaya dikontrakin .. mas balik aja ke asal tauk tuh dimana.." lanjutku karena tidak ada tanggapan dari Gilang.
"Oke deh .. mas tak tinggal disini aja, nerusin toko jualannya ibu .. timbang mas balik ke Semarang luntang - lantung gak jelas mending mulai usaha sendiri dari nol.." jawab Gilang yang membuatku tersenyum.
"Gitu dong ... Kalo udah mapan baru deh .. cari pasangan idaman! Jangan Sampek ya elu cari pasangan yang gak jelas! Fokus dulu sama usaha .. kalok udah punyak banyak cabang toko baru deh bisa cari pasangan!" Nasehatku lagi.
"Oke .. oke ... " Pasrah Gilang.
"Oiya aku bakal balik ke Jakarta lusa, setelah urusan asuransi ibu selesai juga .. urusan rumah Surabaya janagn dijuallah disana juga masih ada kenangan dari ibu jadi gua putusin buat ngontrakin aja rumahnya .. selagi aku balik kerja, aku juga bakalan ngurus visa dan beasiswa ke Korea .. aku mau ambil fashion desain, lebih menyenangkan kayaknya ... Mas juga harus sekolah bisnis .. percuma kalok mau bikin usaha tapi gak tau dasar - dasarnya bisnis oke .. kita sama - sama belajar mulai sekarang." Kataku lagi dengan rencanaku kedepannya.
"Kenapa harus Korea?" Tanya mas Gilang.
"Mungkin Korea lebih ramah denganku, aku memiliki teman bahkan seperti saudara disana, aku juga lancar bahasa Korea .. lalu disana juga gak kalah sama Paris yang selama ini menjadi kiblatnya fashion.. ada banyak hal baik yang akhirnya membuatku memilih Korea .." jelasku ke Gilang.
"Buakn karena oppa - oppa kan? Belajar lu yang bener .." tegur Gilang aku hanya tersenyum jenaka.
"Sebelum itu aku akan menyelesaikan beberapa uraian diJakarta dulu, aku ahrus resign dulu dari kerjaan, pamitan sama temen - temen disana .. termasuk ketemu sama ayah buat bilang kalo ibu udah gak ada .. dia bilang ke Ginting kalo dia sakit, hmmm ...." Aku menjeda kata - kataku menahan air mata.
"Masih aja ya tuh orang gak ada kapoknya ... Dulu di Semarang aku dikejar - kejar katanya cuman mau minta maaf ternyata bukan gua aja ternyata elu juga." Kata Gilang.
"Hmm setidaknya dia harus tahu juga kalo ibu gak ada, itu pesen ibu sebelum meninggal .. kita harus bisa maaffin dia .. sulit memang .. namun harus aku lakukan ini permintaan ibu yang terakhir .. jadi sebelum aku berangkat aku akan bertemu dahulu dengannya .." kataku meyakinkan diri bahwa aku bisa.
"Hmmm ... Jangan lupa pulang tiap ada waktu ... Mas cuman punya kamu sekarang." Kata mas Gilang aku melihatnya terkejut dia mengatakan hal itu.
"Iya kita cuman punya satu sama lain .. jadi kita harus menguatkan satu sama lain mulai sekarang." Kataku dan Gilang mengangguk.
Semua urusan sudah selesai haru ini juga aku berangkat ke Jakarta menggunakan kereta. Perjalannya cukup memakan waktu, tapi tidak masalah aku menikmatinya. Aku pergi diantar Gilang ke stasiun. Aku dan Gilang harus memulai hidup dengan lembaran baru bukan. Life must go on. Hidup akan terus berjalan apapun yang terjadi. Untuk itu kami memutuskan berjalan masing - masing. Gilang sendiri sudah mendaftarkan diri ke salah satu perguruan tinggi di kota Madiun jurusan ekonomi dan aku kembali ke Jakarta untuk bekerja sekaligus mengurus keperluan ku yang tersisa. Aku sudah memantapkan diri untuk pergi keluar negeri. Aku akan menyusul Acha yang sudah ada setahun tinggal di Korea. Mungkin ini pilihan yang terbaik.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Then ☑
Fanfictionscandal antara seorang athlete bulu tangkis yang bermain di tunggal putra bernama Anthony Sinisuka Ginting dengan sang mantan kekasih berhasil merusak citranya, hingga akhirnya ada seorang wartawan baru di Pelatnas yang berhasil memulihkan nama bai...