Suasana kantin pada jam istirahat kedua tidak begitu ramai dibanding istirahat pertama. Mungkin sebagian anak memilih menghabiskan waktu untuk yang lain daripada harus menguras kantung padahal sudah kenyang. Beberapa dari mereka hanya membeli makanan ringan dan menyembunyikannya di saku agar tak ketahuan oleh guru piket.
SMA Wijaya salah satu sekolah yang menerapkan program adiwiyata atau sekolah bersih. Tak heran jika dalam isi tong sampah lantai 2 dan 3 jarang ada sampah plastik makanan dari kantin. Paling beberapa saja karena ulah para pelanggar aturan.
Satu di antara mereka adalah Alvira, perut gadis itu keroncongan. Ia membeli cokelat batang dan roti berisi pisang cokelat kemudian memasukkannya ke dua saku rok kanan kirinya.
Rahma yang melihat itu hanya mendengus kecil, dan berucap, "Kalau ketauan bodo ya, gue gak mau nungguin lo makan di bawah." Gadis bercepol itu melipat kedua tangannya di depan dada, matanya jengah begitu melihat tiga cowok yang berjalan menghampiri.
"Ha-hai!" sapa Rahma kikuk, sapaan yang hanya tertuju pada Rafael tentunya.
Alvaro dan Bintang melengos tak acuh dan berjalan ke kios Alvira membeli tadi. Rupanya Alvira masih di sana, membeli lagi sesuatu. Antara lapar dan rakus memang beda tipis, harap maklum. Ia menambah belanjaannya dengan dua biskuit cokelat.
Langkah Alvaro terhenti di hadapan Alvira. "Gue yakin bakal keciduk, toh kantong lo penuh gitu!" ucapnya seraya melirik kantong rok Alvira yang mengembung.
Sementara itu, Bintang lagi dan lagi melengos. Memang dirinya sendiri yang tak punya pasangan kata umumnya jomblo. Sebenarnya Bintang lumayan tampan, selain itu kelebihannya juga humoris. Tapi sayangnya, Tuhan belum mengirim yang pas. Dirinya pun selow-selow saja.
"Belum lagi, di tangan lo masih ada," lanjut Alvaro memperkuat keyakinannya, memperlemah keyakinan Alvira.
Beberapa detik kemudian Alvira mengiyakan, "Iya juga sih, terus gimana?" Matanya meminta pendapat Alvaro yang masih diam di posisi.
"Makan di sinilah, otak lo buntu amat." Cibiran cowok itu membuat hidung Alvira kembang kempis, dikata otaknya buntu apa?! Tidak tahu apa kalau peringkat 1 di mata pelajaran fisika siapa? Alvira!
Belum sempat menyahut, Alvaro keburu berlalu meninggalkannya. Hingga kelima jari Alvira refleks mencengkram ujung bagian tangan seragam Alvaro.
Matanya nyalang, "GAK USAH NGATAIN GUE!!!" Bentakan lantang tersebut mengheningkan kantin selama beberapa detik.
Hingga kembali, anak-anak yang menoleh sudah tidak lagi, Alvaro masih mengatupkan mulutnya dengan rapat. Tatapan Alvira masih sama, tajam. Balasan kedua bola mata terang milik Alvaro justru biasanya saja, bahkan meneduhkan.
Haid berapa hari sih? batin Alvaro bertanya-tanya. Takut menanyakannya langsung pada yang terkait, lebih baik mencari jawabannya sendiri di ponsel.
Muncul jawaban bahwa normalnya tujuh hari, dengan itu Alvaro mengesahkan sikap Alvira dampak dari haid itu sendiri. Beruntung, sempat terlintas di pikirannya jika Alvira marah karena hal kemarin.
Jari cowok itu menghitung, "Satu ... dua ... tiga ... empat. Baru empat hari." Sebenarnya hanya gumaman kecil saja namun telinga Alvira sangat peka.
"Lo ngitung apa, hah?!" tanyanya membentak, sedikit memicingkan matanya curiga.
Alvaro tersentak dan menghentikam gerakan jarinya. Bersikap seolah tak habis melakukan apa-apa. Takutnya Alvira tambah marah hari haidnya dihitung, ah ralat lebih tepatnya malu.
"Awas, ngitung macem-macem!" Ancaman dari mulut gadis itu membuat Alvaro hanya bisa mengangguk.
Tiba-tiba saja Rahma mendekat, diiringi Rafael di sampingnya. "Al, gue ke atas duluan ya. Bareng...." ekor mata Rahma bergerak-gerak ke kiri, tempat adanya Rafael.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua PMR vs Kapten Futsal [Completed]
Novela JuvenilBEST RANK : #2 ketuapmr 07 Juli 2020 #4 kaptenfutsal 07 Juli 2020 Alvira tak menyangka, pertemuan pertamanya dengan Alvaro di lapangan adalah awal dari kisah rumit yang akan terjalin. Alvira yang saat itu menjabat sebagai ketua PMR harus berurusan d...