|23| Paru-paru

3.8K 233 17
                                    

Aroma khas rumah sakit menyerbak memasuki penciumannya. Ia tak tahan, lantas menutup hidungnya menggunakan jepitan ibu jari dan telunjuk. Langkahnya lumayan cepat, ia sudah telat.

Tak jauh darinya, ada seorang gadis mengekori. Gadis itu berusaha menyamai langkah, tapi si lelaki justru mempercepat langkahnya. Terkesan menghindar. Namun, gadis tetap berusaha sampai berlari kecil.

Brukkk

Alvira menabrak seorang suster yang membawa nampan di tangannya. Dua mangkuk bubur terjun bebas ke lantai, hancur berantakan. Dengan sigap, Alvira berlutut untuk membereskan pecahan beling yang berserakan.

"Aww!" ringis Alvira seraya meniup-niup ujung telunjuknya yang mengeluarkan darah kental.

"Biar saya saja yang bereskan." Sang suster mengambil alih pekerjaan Alvira.

Alvira bangkit dan menepi sebentar di bangku tunggu berbahan dasar stainstell tersebut. Bukan sakit, tapi perih. Beruntung dalam tas selempangnya selalu ada kasa dan obat merah. Ia kesusahan mengobati menggunakan tangan kiri.

Tiba-tiba saja tangan seseorang merebut obat merah yang Alvira pegang. Alvira bisa menebak, pasti lelaki yang ia kejar tadi. Ya, Alvaro.

Alvaro menuangkan beberapa tetes ke permukaan kasa. Lalu dengan gerakan yang sangat hati-hati, lelaki itu menempelkannya pada luka Alvira. Sehati-hati apapun, Alvira akan tetap meringis.

"Tahan ya," ucap Alvaro lembut. Kini menekan daerah luka Alvira selama beberapa detik saja. Lalu, membalut menggunakan handsaplast yang ada di kantungnya.

Setelah selesai, lelaki itu sesegera mungkin bangkit. Tanpa mengucapkan kata apa lagi, melenggang begitu saja. Alvira yang melihat hanya bisa terdiam sambil manahan lukanya. Bahkan, mendengar ucapan terimakasih pun kau tak bersedia, Tuan?

Namun, Alvira merasa sedikit senang. Ternyata Alvaro masih perhatian, buktinya rela mengobati luka di telunjuknya. Walaupun tetap saja, dingin. Ia yakin, lambat laun akan seperti dulu. Tunggu saja waktunya, bersabarlah.

Ceklek

Pintu kamar Rafael dirawat terbuka. Alvira segera masuk dan menghampiri Rahma yang tengah terisak di samping ranjang Rafael. Alvira langsung memeluk Rahma dari samping, menenangkan gadis tersebut. Sementara itu di sebrang, ada Alvaro dan Bintang yang berdiri sambil membisu.

Satu objek yang terbaring lemah dengan alat infus terpasang di tangannya adalah alasan Rahma menangis. Bukan hanya Rahma, tapi juga Alvira yang terbawa suasana. Dua gadis berhati rapuh.

"Rafael sakit apa?" tanya Alvaro.

"Gak tau," jawab Bintang spontan, membuat Alvaro sedikit curiga.

Bintang mengode Alvaro untuk keluar lewat lirikan matanya pada pintu. Alvaro lantas menuruti dan keluar begitu saja. Tak lama Bintang izin ke toilet sebentar, padahal ingin membicarakan sesuatu bersama Alvaro di luar sana.

"Al, lo jangan bilang siapa-siapa ya. Apalagi sama Rahma, tolong jaga rahasia ini baik-baik." Bintang menarik napas panjang, mengambil oksigen sebanyak mungkin.

"Iya!" ucap Alvaro mantap.

"Rafael kena Pneumonia," beritahu Bintang dalam satu hembusan napas.

Hening sejenak, Alvaro terlihat seperti orang bingung.

"Pneumonia apa?" tanya lelaki itu dengan ketidaktahuannya. Wawasannya sempit banget.

Bintang refleks meneloyor kepala Alvaro dengan gemas. Anak MIPA yang memalukan. "Infeksi paru-paru, goblok!" sungutnya dengan kesal.

Ketua PMR vs Kapten Futsal [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang